Home / Romansa / Kill My Husband! / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Kill My Husband!: Chapter 81 - Chapter 90

97 Chapters

81. Dia Akan Menjadi Pelacurku

Darius menopang dagu dan tersenyum senang melihat pemandangan itu.“Apa maksudmu sudah berakhir?” Adnan yang lebih dulu bertanya dengan gelisah.“Ada apa, Nak? Kenapa kau bilang begitu?” Lalu ayahnya.Izora terdiam. Keraguan yang hebat terpatri di matanya.“Kenapa diam? Bukannya kau mau mengakui dosa-dosamu sekarang?” Senyum Darius kali ini bukan lagi kamuflase, senyum yang penuh muslihat.Dia tampak begitu senang menyiksa Izora dan merenggut semua kepunyaannya. “Izu, kau berbuat salah pada Darius? Lihatlah, dia memperlakukanmu dengan baik dan bahkan mengundang kita makan malam. Kau sudah minta maaf?” Adnan menyelak sebelum Izora membuka mulut.Izora sangat muak. Sudah cukup mereka mendewakan Darius. “Aku menyewa pembunuh bayaran untuk membunuhnya.”Lalu dalam sekejap senyap mengambil alih. Hening memangsa suara-suara di antara mereka. Semua yang hadir di sana me
Read more

82. Mengeluarkan Bandit

Serina sudah mengambil semua keperluan di lemari Izora. Berbekal kunci cadangan yang sudah Izora berikan padanya, ia akhirnya bisa keluar dari kamarnya. Semua sudah mereka rencanakan dengan apik. Di saat tak ada peluang apa pun yang terlihat, Izora mengambil risiko paling besar yang tidak pernah diduga oleh Serina.Di dalam tas ransel yang dibawanya, ada beberapa buku anak-anak yang dia ambil dari laci meja kerja Izora, flashdisk yang katanya akan menghancurkan Darius, dan dua botol cairan berwarna hijau yang terlihat aneh. Izora-lah yang menyuruh Serina membawa semuannya.Ia juga sudah memakai jaket kulit hitam dan celana jeans serta menguncir rambutnya sesuai permintaan wanita itu, katanya agar Serina lebih bebas bergerak.Serina tidak tahu akhir dari semua rencana ini, yang ia tahu dirinya harus segera turun menuju gudang tempat Bandit disekap.Sejak tadi lorong yang dia lewati dan juga ruang tengah tampak sepi. Serina bergerak ke gudang,
Read more

83. Ayo Kita Mati Bersama

Pandangan Bhanu terus berpindah dari lorong menuju ruang makan dan juga Serina, kemudian berhenti pada Bandit. Dipindainya keadaan Bandit yang bahkan tidak bisa membuka matanya dengan benar. Baru kali ini Bhanu melihat keadaan terlemah lelaki itu. Si pembunuh bayaran yang bahkan bisa memusnahkan tiga puluh pengawal terlatih sebelum tertangkap hanya dengan bom rakitan sederhana. Dia sudah mendapatkan hukuman dari perbuatannya. Bhanu merasa itu sudah cukup, dan wanita yang memapahnya tidak punya kesalahan apa pun. “Kau terlalu lama berpikir, Tuan Pengawal. Jangan sampai ada tiga nyawa yang melayang karena kau terlalu lama melamun. Bisa kami pergi sekarang?”Lima detik kemudian, Bhanu akhirnya menggeser tubuhnya dan memberikan celah pada pintu dapur. “Terima kasih. Sekarang kau harus berlari ke ruang makan. Percayalah padaku karena ada dua nyawa yang sedang bertarung di sana.”Tanpa melihat reaksi
Read more

84. Penawar Racun

Serina akhirnya bisa keluar melewati pintu dapur dan tembus ke halaman belakang. Ada paviliun bertingkat dua yang dibatasi oleh kolam renang. Ia sudah terengah-engah sejak tadi. Kakinya gemetar dan merasa tak sanggup lagi menahan beban berat tubuh Bandit. Suara ribut-ribut dari dalam semakin terdengar. Dia tak boleh menyia-nyiakan waktu. “Pergi ke belakang paviliun. Aku sudah menyiapkan tangga di sana.” Suara dari earphone-nya kembali terdengar.Sejak tadi suara itulah yang menuntunnya untuk terus bergerak sampai akhirnya ia berhasil menemukan dapur. Dia juga yang menuntun Serina keluar dari pintu dapur.“Pakai ini. Earphone ini akan terhubung dengan orangku, namanya Ronald. Dia akan menuntunmu supaya bisa keluar dari sini. Ikuti semua arahannya,” kata Izora setelah Serina menempelkan bungkusan racun ke tengkuknya.Serina menghela napas yang cukup panjang mendengar arahan dari Ronald. “Kau menyuruhku naik t
Read more

85. Di Ambang Kematian

Ruang IGD yang lengang seketika menjadi sangat ramai ketika Darius dan Izora tiba, ditemani oleh puluhan pengawal dan pelayan yang mondar-mandir gelisah. Peristiwa racun di meja makan itu sangatlah mengerikan.“Untunglah pasien cepat dibawa. Kami perlu memeriksa jenis racun apa yang masuk ke tubuh mereka dan jika memungkinkan mereka akan dioperasi untuk menghilangkan zat racunnya. Tolong amankan orang-orang ini. Mereka terlalu berisik.”Bhanu mengangguk dan melihat Izora bersama Darius di ruangan IGD. Beberapa selang mulai dipasangkan di tubuh mereka begitu pun dengan monitor jantung yang sudah berbunyi cepat di samping ranjang mereka.Keadaannya sangat darurat. Bhanu tidak pernah menyangka jika sang nyonya akan mengambil langkah yang sangat nekat. Bhanu menunduk frustrasi, menyalahkan dirinya karena tidak bisa bertindak dengan tegas dan lebih cepat.‘Pada akhirnya aku bahkan tidak bisa menyelamatkan salah satu di antara mereka, Claudia.
Read more

86. Penawar untuk Darius?

Dalam sekejap wajah Bhanu mengeras. “Siapa lagi kau?”“Sudah saya bilang, saya akan membawa Izora pergi. Lagi pula tak akan ada yang mau menerimanya lagi.”“Aku tanya siapa kau?”“Saya orang yang bekerja di bawah Izora—Ronald. Sudah saya katakan tadi, kan?”Bhanu memicing curiga dan Ronald segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan kepada Bhanu.“Ini file dari dokumen kontrak saya dengan Izora. Sudah tiga tahun saya menjadi konsultan pribadi untuknya. Saya yang mengurus semua aset dan kekayaan pribadi yang dia punya serta mengurus hal yang lain juga.”Bhanu mengangkat wajah dari ponsel Ronald. Diberinya laki-laki itu tatapan tajam. “Dan kau juga membantunya merencakan pembunuhan tuanku.”Ronald mengangguk santai. “Dia menyebut saya budak, jadi saya harus melakukan apa pun yang dia perintahkan.”“Untuk apa kau membawanya?”
Read more

87. Aku Mohon, Bangunlah.

Serina tak henti-hentinya menengok ke pintu basement. Sudah lebih dari satu jam Ronald berada di luar dan belum kembali juga. Mereka bisa sangat terlambat. Rasanya sudah seperti menanti hasil tes kehamilan. Sangat menggelisahkan. Ia baru saja akan membuka pintu mobil ketika Ronald datang sambil menggendong Izora, diikuti oleh Bhanu dan seorang perempuan paruh baya yang tersedu-sedu. Dia tebak, wanita itu pasti ibu Izora.Ia segera turun dan membukakan pintu penumpang, menunggu Ronald dan yang lain masuk. “Kenapa kau lama sekali?” tanyanya setelah duduk kembali di kursi samping kemudi.Izora duduk di kursi belakang sambil dipeluk oleh ibunya yang berusaha tidak mengeluarkan suara apapun meskipun air matanya terus berjatuhan. Serina langsung bisa merasakan kesedihan wanita itu, dadanya tiba-tiba menajdi sesak.“Tolong peluk dia lebih erat. Dia harus tetap hangat supaya racunnya tidak menyebar lebih cepat.” Ronald m
Read more

88. Apa Dia Akan Bangun?

“Aku mohon ….” Bandit memindahkan kecupannya pada punggung tangan Izora. Berkali-kali dengan ekspresi yang penuh kesakitan.Ia peluk kembali tubuh mungil yang bergetar itu. Hingga perlahan intensitas kejang Izora menurun sampai akhirnya berhenti. Ia lunglai dalam pelukan Bandit.Helaan napas lega datang dari berbagai arah. Bandit terengah-engah saat menyadari Izora sudah tenang.“Sekarang lepaskan dia. Dokter akan menanganinya.”Bandit melepaskan pelukannya dan menjauh dengan terpaksa. Meski Izora sudah tenang, tapi saat melihat wanita itu dipasangi infus dan bantuan pernapasan membuat dirinya tersiksa.“Keluarlah, aku akan menjelaskan semuanya.”“Tunggu.” Bhanu tiba-tiba menahan. “Mana obatnya? Aku harus memberikannya kepada Tuan Darius.”Ronald menghela napas. “Kuharap kau tidak akan memberikannya, karena usaha Izora pasti sia-sia jika Darius berhasil selamat.&
Read more

89. Izora Farzan Sudah Mati

“Saya Izora Farzan, istri dari Darius Farzan.” Izora menunduk, agak ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.“Saya pernah mengandung, anak kembar. Saya sudah memegang hasil USG mereka ketika suami saya memaksa saya untuk menggugurkan mereka. Waktu itu saya tidak mengerti apa alasannya dan kenapa saya juga harus mengangkat rahim dan tidak boleh hamil lagi. Saya tidak tahu.”Wajah sendu Izora memenuhi seluruh stasiun TV nasional dan tersiar ke layar-layar besar gedung pencakar langit di tengah-tengah kota dan pusat perbelanjaan. Orang-orang membeku melihat dirinya di dalam layar. Tanpa air mata dan tanpa wajah yang sedih, tapi sorot matanya sudah mengungkap segalanya.“Saya bertahan untuk mendapatkan penjelasan karena saya tidak pernah melakukan kesalahan apa pun, tapi bukannya mendapat penjelasan, saya malah dilecehkan. Dia memanggil saya Marina—mendiang istri pertamanya—setiap kali dia meniduri saya.&rdquo
Read more

90. Balas Dendam Terakhir

Pukul lima pagi, Ronald yang berbaring tidak nyaman di sofa ruang tengah bangun dengan tergesa. Sudah lebih dari 72 jam Izora belum sadar. Jantungnya berdebar hebat. Jika Izora betul-betul pergi maka Ronald akan sangat menyesali mengapa dia tidak menahan wanita itu untuk berbuat nekat. Ronald melangkah ragu ke kamar yang ditempati Izora. Ronald takut jika terjadi hal-hal yang buruk. Ia sudah sampai di ambang pintu ketika menemukan Izora berada dalam pelukan Bandit.Ronald mematung. Izora membalas pelukan Bandit dan itu artinya dia sudah sadar. Betapa leganya hati Ronald. Ia langsung menjauh dari kamar itu dan menumpahkan napas selega-leganya.“Oh, Tuhan … aku hampir mati karena khawatir. Syukurlah.”Tanpa basa-basi, Ronald berlari ke kamar sebelah. Melihat Serina dan Flora yang tertidur di atas lantai tanpa alas dan ibu Izora di ranjang. Kesenangan yang melimpah ruah membuat Ronald membangunk
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status