Butuh empat kali peminuman teh, barulah Buyung Kacinduaan sampai juga di lokasi bekas rumahnya.“Di sinilah lokasi di mana rumah Sialang Babega pernah berdiri, Sati,” ujar si orang tua. “Sebelum orang-orang buruk kulikat[1] membakar rumah itu, membantai keluarganya. Ooh, dewa, kuharap Sialang Babega dan keluarganya tenang di Suwarga.”Ya, samar-samar, Buyung masih dapat mengenali lokasi itu. Lokasi rumahnya. Memang, sudah tidak ada rumahnya lagi di sana, tidak pula puing-puing hangus, semua sudah tertutup rumput liar dan semak belukar.Hanya barisan pohon-pohon di kiri dan kanan itu, juga pohon-pohon yang ada di bagian depan itu saja yang bisa menjadi petunjuk bagi Buyung.Dengan cepat pula bola mata si pemuda berkaca-kaca, namun ia sadar, dua orang di belakangnya itu pasti akan menjadi curiga jika ia menangis.“Di—di mana pusara Sialang Babega itu, Apak Tuo?” tanya Buyung dengan suara yang serak
Last Updated : 2021-12-24 Read more