Semua Bab Bingkisan Daster Bekas Mertua: Bab 1 - Bab 10

63 Bab

Bab 1

Bab 1 Pakaian Bekas Ibu Masih Banyak. Buat Apa Beli Yang Baru?      "Mas, bagaimana kalau Adek beli gamis baru untuk di pakai pas acara pernikahan Cindi Nanti?"      Aku mendekati Mas Galih yang sedang duduk santai di teras rumah dan mencoba merayunya.     "Lho baju lebaran mu kemarin kan masih bagus, Dek?" Mas Galih mengernyitkan dahi.      Aku menghela nafas kecewa. ini pertanda buruk. Dari nada suaranya saja terdengar keberatan.    "Mas, baju lebaran saya kemarin sudah enggak muat lagi. Apalagi di bagian perut. Bisa sesak nafasku,"     Aku mengelus perut yang sudah membesar.      "Enggak gitu juga kali Dek, Mas lihat baju kemarin itu masih cukup besar di badanmu,"     Lagi-lagi aku kecewa dengan jawabannya.     "Mas, Mas mau melihat aku sesak nafas di ac
Baca selengkapnya

Bab 2

Bab 2 Bingkisan Gamis dan Daster Bekas Dari Mertua        Galih terdiam mendengar ibunya bicara. Entah mengapa meskipun hatinya bertolak belakang dengan apa yang ibunya katakan, namun hatinya terasa segan dan lidahnya terasa kelu meskipun untuk sekedar mengutarakan pendapatnya sendiri.    "Bu, sekali ini saja aku mohon, aku kepingin membelikannya gamis baru yang ia pilih sendiri di butik langganan ibu," dengan ragu-ragu Galih mencoba untuk bicara kembali.     "Buat apa kau ingin mengajaknya ke butik langganan ibu? Harga di sana tidaklah main-main. Sudahlah, Galih. Hentikan omongan konyolmu,"     Galih memandang langit-langit ruangan. Ada rasa iba menyelimuti hatinya tatkala membayangkan wajah sendu Kiara yang tadi meminta dibelikan gamis.     "Galih, kau satu-satunya anak laki-laki ibu. Ibu menaruh harapan besar padamu. Ibu berharap kamu bisa membimbing adi
Baca selengkapnya

Bab 3

Bab 3 Jangan Manjakan Istrimu!     Krukkkkh...     Terdengar bunyi khas dari perutku. Aku tersadar, hari telah menjelang siang. Aku belum juga makan.     Astaga, ini berbahaya untuk janin di perutku. Aku meninggalkan adonan kue yang sudah kukerjakan sedari pagi.      Berjalan menuju rak piring. Mengambil satu dan mulai mengisinya dengan nasi.     Kubuka tudung.     Hmm ...!      Harum semerbak aroma kari ayam menggugah seleraku.     "Kiara, karii yang ini buat Megan, Kiara!. Kau tahu, Megan caoek kerja. Sebentar lagi dia akan pulang. Pasti lapar. Kan kasihan." Tutur Bu Farah sembari menarik kembali kari ayam itu dari hadapanku, lalu menyimpannya ke dalam lemari.     Astaga...     Pupus sudah harapanku untuk makan kari ayam yang menggugah sel
Baca selengkapnya

Bab 4

Bab 4 Nak, Kembalikan Kodratmu Sebagai Suami    "Nah itu dia kesalahanmu. Mau apa saja yang Kiara lakukan, kau selalu saja membelanya. Mengulur-ulur semua kelakuannya. Padahal istrimu itu sangat tidak menghargai ibu," tutur Bu Farah dengan raut muka masam.     "Maaf, Bu. Bukan maksud saya untuk mengulur-ulurkan kelakuannya dan tidak pula untuk memanjakannya," ujar Galih memberi tanggapan.     "Lalu apa tujuanmu coba? Selalu saja membela dia dari ibu? Padahal kau tahu aku ini ibu kandungmu. Ibu yang telah melahirkanmu,"     "Sekarang kau berani membantah ibu hanya karena perempuan dungu itu? Wanita yang baru saja kau nikahi kemarin sore? Terlalu naif apabila kau berpikir tingkahmu itu benar," ujar Bu Farah lagi dengat sungut wajahnya yang semakin membenci.      Fyuuuuh...      Galih menghembuskan nafas lelah. Ia merasa lelah dan serba salah menimbang an
Baca selengkapnya

Bab 5

Bab 5 Menantu Yang Tak Diinginkan"Kiara! Kiara?"  Mertuaku  memanggil-manggil dari lantai atas.     Aku sengaja diam saja.     "Kiara! Kiara! Dimana kamu?" Terus saja Bu Farah berteriak.     Tok tok tok...     Terdengar suara high hellsnya yang khas mendekati pintu dapur. Aku  menghela nafas tatkala sosok itu mendekat.     "Ada di sini rupanya? Mengapa tidak menyahut?" Tanyanya dengan sorot mata tajam.      Begitulah tingkah mertuaku ketika Mas Galih tak ada  di rumah.     "Aku tidak dengar, Bu." Jawabku santai.     "Tidak dengar bagaimana? Orang ibu memanggil dengan suara keras. Kok ngakunya tidak dengar," Bu Farah menggerutu keras.     Aku menggelengkan kepala. Kebiasaan memang.       "Kiara, ibu mau kasih tahu,
Baca selengkapnya

Bab 6

Bab 6 Jangan Mengeruk Uang Anakku!               "Tolong, jangan hina keluargaku! Mereka tidak bersalah dalam hal ini, Bu!"       "Aku tidak menyalahkan, kok. Cuma mengatakan kenyataan. Mengapa kau harus tersinggung? Makanya, nyadar! Masih untung anak saya mau memungutmu menjadi istrinya. Dengan begitu kamu bisa tinggal di rumah sebesar ini. Bisa berbaur dengan keluarga Galih yang jauh beda kualitasnya di banding sama keluargamu. Seharusmya kau tahu diri tugasmu di rumah ini apa? Bukan untuk bermanja-manja, ataupun bersenang-senang. Bukan cuma untuk memanfaatkan uang anakku saja!" Bu Farah berucap dengan kesombongan bak anaknya pengusaha besar.     Benar-benar keterlaluan tuh mulut. Mulut judesnya tidak ketulungan.     Dalam situasi ini, aku teringat pada   Papa.     'Maafkan Kiara, Pa. Dulu tidak mendengar nasehatmu.
Baca selengkapnya

Bab 7

Bab 7 Ibu pikir aku cuma bisa bertahan hidup dari uang Galih?          "Huuh ... sombong sekali kau! Kau kira kau akan hidup tanpa uang Galih? Dari mana kau bisa mengisi perutmu kalau bukan dari hasil jerih payah anakku? Jangan sombong kamu!" Bentak Bu Farah.     Sedangkan mata Bu Farah mendelik-delik mengiringi gerak bibirnya yang dengan pongahnya berbicara.     "Bu, ibu pikir aku cuma akan bisa bertahan hidup dari uang Galih? Uang yang cuma ia kasih lima ratus ribu setiap bulan itu? Lima ratus ribu itu justru tidak lebih besar dari gaji seorang pembantu, Bu!" Ucapku tidak kalah sengitnya.     Bosan rasanya selama ini selalu mengalah, selalu menuruti kehendak mereka, tapi ujung-ujungnya tetap saja aku tidak dihargai.     Nampaklah rona masam wajah Bu Farah kian menjadi.      "Kau pikir standar hidupmu lebih baik
Baca selengkapnya

Bab 8

Bab 8 Berikan Uang Itu Sama Ibumu! Aku Tidak Membutuhkannya!      "Dek, hari ini Mas Gajian. Ini jatah buat Adek," Mas Galih menyodorkan lima lembar uang berwarna merah ke hadapanku.     Fyuuuuh...     Aku menghela nafas.     "Mas, kasih ajah sama Ibu," ujarku.     "Apa? Kamu nggak mau terima?" Mas Galih menyipitkan mata.     "Bukan tidak mau menerima, tapi memang seperti kata Ibu, Ibu yang lebih berhak menyimpan dan mengolah uangmu. Ya sudah. Serahkan saja sama ibu semuanya, Mas. Tanggung juga ngasih ibu sembilan juta lima ratus ribu. Genapin ajah jadi sepuluh juta. Pas kan gajimu segitu." Jawabku santai.      "Dek, kenapa bicara begitu? Apa Adek tidak suka apabila gajiku dipegang sama ibu? Dek, mohon mengerti,  Mas menyerahkan sebagian besar gajiku untuk ibu, itu karena beliau yang bisa mengatur dan mengh
Baca selengkapnya

Bab 9

Bab 9 Istrimu Hanyalah Beban Bagimu, Galih!          "Galih, istrimu itu sudah keterlaluan. Dia sungguh-sungguh telah menjadi pembangkang sekarang," ujar Bu Farah dengan muka bersungut kesal.     "Maksudnya bagaimana ya Bu?" Galih bertanya.     "Maksud ibu, istrimu sudah berani melawan ibu dengan ucapan yang kasar. Menolak permintaan ibu, padahal kau tahu ibu cuma meminta tolong padanya untuk memasak. Lihat di dapur, bahan-bahan makanan yang sudah ibu beli masih berada utuh di dalam kulkas tanpa tersentuh olehnya," ucap Bu Farah berapi-api.     Fyuuh...     Galih menghirup udara perlahan. Hatinya semakin bimbang dengan ucapan sang ibu.     "Apa benar Kiara bersikap sebegitu buruknya sama ibu?" tandas Galih.     "Kamu masih tidak percaya juga? Alangkah b*dohnya kamu! Ramuan apa yang telah Kiara sodo
Baca selengkapnya

Bab 10

Bab 10 Dia  Wanita Yang Akan Menggantikan Posisimu      Aku baru saja selesai mandi ketika kudengar suara deru mobil masuk ke halaman. Tapi itu bukan deru mobil mertua ataupun mobil Mas Galih. Soalnya aku kenal betul suara mobil mereka.      Kusibak tirai jendela, melihat siapa yang datang.      Oh ternyata Bu Farah dan seorang wanita cantik dan menawan. Siapa dia?      Ah peduli amat kucoba untuk masa bodoh.      Benar saja, sebentar kemudian, suara high heel mereka beradu dengan lantai marmer menimbulkan bunyi khas yang kian mendekat memasuki rumah.      "Kiara, tolong buatkan minuman. Ini ibu ada tamu istimewa!" Terdengar suara Bu Farah memberikan perintah seperti biasanya.      "Kiara, tolong cepat ya, tidak pakai lama. Ibu tak suka perempuan yang suka bersikap lambat. Jangan lupa juga hidangkan makanan diatas m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status