Home / Romansa / Sang Sekretaris / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Sang Sekretaris: Chapter 21 - Chapter 30

156 Chapters

Restui Kami

Bening hanya bersedekap di sofa. Menatap datar pada sang papa, dan ibu tiri yang sedang berada di samping ranjang pasien. Kedua orang itu tengah mencari berjuta perhatian dengan tidak tahu malu. Bening sampai muak karena mendengar kalimat-kalimat manis yang terlontar dari mulut keduanya yang sudah datang ke rumah sakit pagi-pagi sekali. Semalam, Bening langsung membawa Sinta ke rumah sakit dengan bantuan taksi. Ia tidak mau mengambil resiko, dengan hanya membiarkan wanita tua itu hanya berada di rumah setelah pingsan di pelukannya. Di saat-saat seperti ini, hanya satu yang Bening takutkan, yakni Sinta akan meninggalkannya untuk selamanya. Bening sama sekali tidak bisa membayangkan, kalau hal tersebut sampai terjadi di hidupnya. Kendati, semua hal itu pasti akan menimpa kepada semua mahkluk ciptaanNya. Tidak berapa lama kemudian, kedatangan Mala sedikit memecah perhatian Ilham dan istrinya. Mala tidak lupa menyapa sepasang suami istri itu terlebih dahu
Read more

Lupakan Dia

Meskipun hanya beberapa kali melihat, tapi Aga sudah mengenal mobil yang terparkir tidak jauh dari pintu lobi kantornya dengan baik. Lantas, yang membuatnya semakin heran ialah, Aga melihat Bening keluar dari mobil tersebut. Sejurus kemudian, Aga juga melihat Bening melambai dengan senyum kecil, untuk melepas kepergian sedan berwana hitam yang meninggalkan area parkir gedung SM.Begitu mobil tersebut menjauh dan Bening pun terlihat berjalan pelan menuju pelataran kantor, Aga keluar dari roda empatnya. Membanting pintunya dengan kasar, lalu berjalan untuk menyusul Bening dan menyamakan langkahnya.“Diantar mantan pacar, Ning?” “Hm,” gumam Bening terus saja berjalan memasuki lobi dengan lesu dan juga menunduk pilu. Kepalanya terlalu penat karena memikirkan Sinta yang masih saja tidak memb
Read more

Jangan Pernah Lagi

“Maksudnya … Bapak mau jadiin saya selingkuhan gitu?” tanya Bening lalu kembali menggigit bibir bawahnya begitu kuat, karena rasa gugup yang mendadak melanda dirinya. Wajah Aga yang masih berada tepat di depannya, membuat jantung Bening melonjak tidak karuan. “Nggak ingat, sama istrinya di rumah?” Aga menatap manik jernih itu untuk beberapa saat, kemudian mengerjap. Pertanyaan Bening barusan seolah menamparnya bolak balik dengan telak. Aga baru menyadari kalau dirinya saat ini masihlah memiliki seorang istri. Sudah terbiasa mengurus diri sendiri dan tidak pernah menghabiskan quality time bersama keluarga, membuat Aga seketika melupakan semuanya. Bahkan, putra satu-satunya yang dimiliki Aga pun, belakang ini lebih banyak menghabiskan waktu bersama kakek neneknya daripada bersama dirinya dan sang istri. “Atau, Bapa
Read more

Tanpa Berpikir Dua Kali

Bening mengetuk kaca pintu mobil di sisi Christ, ketika pria itu menjemputnya sepulang kerja. Menunggu untuk beberapa detik hingga kaca hitam tersebut bergerak turun dengan perlahan.“Kenapa nggak masuk? Lembur?” tanya Christ setelah kaca mobilnya terbuka sempurna. Melihat Bening tanpa membawa tas sama sekali.“Keluar bentar, aku mau ngomong,” pinta Bening dengan wajah dan intonasi suara yang lesu. Christ mengangguk lalu keluar tanpa menutup kembali kaca mobilnya. Ia lalu bersandar pada badan mobil, seraya bersedekap. Menunggu sang kekasih untuk berbicara.“Lembur?” taya Christ sekali lagi karena Bening belum menjawab pertanyaannya.Bening menggeleng, lalu melepas cincin pember
Read more

Baik-baik Saja

Bening menggeleng pelan pada Christ, ketika ia berjalan di samping Aga menuju mobil pria itu. Mengisyaratkan, kalau Bening sudah tidak ingin lagi berbicara pada Christ. Aga pun hanya menatap Christ sekilas. Menampilkan wajah datar tanpa keramahan sama sekali. Aga terus berjalan menuju roda empatnya dan membukakan pintu mobil untuk Bening terlebih dahulu, sebelum akhirnya ia juga memasukinya. “Sudah selesai?” tanya Aga sudah melajukan mobilnya melewati Christ. “Ah?” Bening yang sempat melamun itu mendadak tersadar. Menoleh pada Aga dan bertanya, “Apanya yang sudah selesai, Pak?” “Kamu dengan dia,” ujar Aga memperjelas pertanyaannya. Bening tersenyum kecut. Mengalihkan tatapannya keluar jendela dan tidak menjawab Aga. Perasaannya benar-benar rumit. Berada di antara dua pilihan yang terlalu berat, hingga Bening lebih memilih untuk diam. “Kita ke rumah sakit?” Dengan melihat sikap Bening, sepertinya Aga bisa sedikit memahami, mengapa gadis
Read more

Selalu Terlihat Cantik

Vira menatap sang suami yang sudah terlihat rapi di pagi hari ini. Rapi dalam style Aga tentunya. Kemeja yang selalu tidak lepas dengan jaket apapun yang tersedia di lemari, celana jeans, dan sneaker yang selalu digunakannya untuk bekerja. Dahulu kala, Vira sangat menyukai penampilan Aga yang selalu kasual, energik, dan selalu terlihat lebih muda dari usianya. Namun, semakin ke sini, Vira menginginkan sosok yang selalu terlihat formal dan wibawa bersama jas dan dasi yang melingkar di pangkal leher. Sampai-sampai, Vira kerap membayangkan melilitkan dasi pada kemeja putih yang setiap pagi akan dipakai oleh sang suami. Hanya saja, Aga bukanlah pria seperti itu. Ditambah, profesinya yang tidak mewajibkan untuk berpakaian formal, membuat pria itu semakin betah dengan penampilannya saat ini. “Berangkat pagi?” tanya Vira yang baru saja menyuapkan serealnya sembari duduk santai di sebelah kitchen island. “Bukannya semalam juga pulang hampir pagi?” Semalam, se
Read more

Ikhlasin

Bening merasa bersalah dan tidak enak hati. Ia tidak tega menolak Aga karena pria itu sudah menemaninya hingga larut kemarin malam. Namun, apa yang telah terjadi di antara mereka saat ini, sungguh tidak bisa diteruskan. Aga sudah memiliki istri dan juga seorang anak, jika mereka larut seperti sekarang, tidak menutup kemungkinan kalau ketertarikan itu akan muncul nantinya. “Kenapa Bapak, nggak sarapan di rumah?” tanya Bening setelah menelan nasi kuning yang telah dibuat oleh Ruri di rumah. Sementara Aga, pria itu memesan soto ayam di kantin rumah sakit. Jika saja yang di depan Bening saat ini adalah Christ, maka ia tidak akan segan untuk makan sepiring berdua dan saling suap. “Tadinya mau sarapan di luar,” jawab Aga sesuai dengan kenyataan yang ada. “Tapi karena kamu nggak angkat telepon saya, jadi ya, saya langsung ke sini.” “Nggak sarapan di rumah?” pancing Bening merasa ada sesuatu yang aneh. Jika dirunut ke belakang, entah mengapa Bening memiliki firasat y
Read more

Have a Great Sleep

Air mata itu, seolah tidak pernah surut membasahi wajah pucat Bening sepanjang prosesi pemakaman berlangsung. Kendati sempat pingsan, tapi Bening tetap menguatkan diri untuk mengantar wanita yang sudah menjaganya selama ini, ke tempat peristirahatan terakhirnya.“Kamu, harus kuat, ya, Ning.”Ucapan itu, berasal dari seorang wanita paruh baya yang sudah menganggap Bening seperti anaknya sendiri selama ini. Louisa, ibu dari Christ itu segera pergi ke rumah Bening begitu mendengar Sinta telah tiada. Selama tujuh tahun putranya menjalin kasih dengan Bening, hubungan Louisa dengan Sinta bisa terbilang sangat baik. Keduanya juga pernah saling bertandang ke rumah masing-masing, ketika salah satu keluarga mengadakan sebuah perayaan besar.Toleransi diantara mereka berdua, sungguh luar biasa. Kendati, pada akhirnya mereka harus mengambil tindakan atas hubungan Christ dan Bening yang tidak akan mungkin bersatu. Jika, salah satu diantara keduanya tidak ada yang
Read more

Janji Temu

Bening membuka mata dengan rasa sesak sekaligus malas yang menggelayut di dalam dada. Sudah tiga hari ia mengurung diri di kamar, dan hari ini, masa cuti berkabungnya pun telah usai. Sudah waktunya kembali menata hidup, untuk menghadapi ujian dunia di luar sana. Wajah manis itu masih saja terlihat sembab dengan mata yang membengkak. Menangisi kepergian Sinta yang tidak pernah pernah ia duga sebelumnya. Bening bergegas mandi dan menyelesaikan semua aktivitas paginya seperti biasa di dalam kamar. Selama tiga hari, Bening tahu kalau Christ selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumah. Namun, Bening tidak tidak pernah mau menemuinya sama sekali. Bukan hanya Christ sebenarnya, tapi, Bening juga tidak ingin menjumpai siapa pun. Seperti biasa, setelah semua urusan di kamar selesai, Bening akan turun ke bawah untuk sar
Read more

Edukasi

Bening menjulurkan tangan pada wanita cantik dengan pakaian formal yang berdiri di depannya terlebih dahulu. Penampilannya sangat rapi, dan tidak bisa dicela sama sekali. Juntaian surai lurus nan indah yang jatuh tepat di atas bahu itu, sungguh membuat Bening iri akan kesempurnaan tersebut. Tidak seperti surai ikal miliknya, yang kerap terlihat mengembang dan tidak beraturan jika Bening tidak merawatnya dengan benar. Satu yang pasti, kalau Bening ternyata pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya. Ya, Bening ingat benar, kalau wanita itulah yang ia tabrak setelah keluar dari ruangan Rohit kala itu. “Vira, Elvira Danuarja Malik,” ucapnya mengenalkan diri dengan sangat tegas. “Saya kuasa hukum yang akan menangani semua hal terkait wasiat ataupun warisan dari almarhumah bu Sinta. “Bening.” Tatapannya beralih sejenak pada Rohit, yang sudah berada di tengah-tengah mereka saat ini. Duduk melingkari sebuah meja persegi, yang ada di ruang kerja pria itu. Ternyata, tidak perlu sampai menun
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status