Home / Romansa / Racun atau Madu Cinta / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Racun atau Madu Cinta: Chapter 1 - Chapter 10

20 Chapters

Prolog

Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Waktu terus berjalan tanpa henti. Dengan keputusasaan, wanita itu sudah mengunjungi berbagai tempat di kota, tempat yang ia yakini seseorang yang ia cari ada di sana. Lelah dan lapar tidak membuat wanita itu menyerah untuk mencarinya. Kini, angin perlahan semakin kencang mengembus gaun biru sutra dan rambut panjangnya. Tidak karena waktu sudah malam tetapi cuaca sudah mulai menunjukkan langit akan membasahi tanah. Wanita itu menghela napas kasar, ia tidak mungkin melanjutkan pencarian jika ia kehujanan. Kehujananan akan membuatnya menjadi mati konyol karena kedinginan atau jatuh sakit. Dia harus mencari tempat untuk berlindung dari cuaca yang dingin. Mencari pria itu membuatnya lupa dengan dirinya sendiri. Mestinya, ia mencari tempat tinggal terlebih dahulu bukan mencarinya. Ia terlalu semangat hingga lupa dengan dirinya sendiri. Hujan tiba-tiba turun dengan deras dan angin semakin kencang, dia pun berlari di sepanjang koridor unt
Read more

1. Permintaan Ketiga

Mereka bukanlah sepasang kekasih dan juga bukan sedarah yang membuat mereka saling terikat. Mereka hanya pria dan perempuan yang saling bergantung satu sama lain. Dunia pun sulit untuk memahami hubungan mereka. Bagi wanita itu, dia adalah segalanya.“Kamu mau beli apa, sih? Ini sudah dua jam kita berada di sini tapi mengapa tidak ada satu pun yang kamu pilih? Cuman pegang-lihat, pegang-liat doang sedari tadi,” ujarnya sambil mengekor Bimo.“Oceana tidak akan mengerti kalau aku jelaskan,” respon Bimo yang pandangannya masih sibuk mencari produk yang ia suka.“Wah, kamu meremehkanku!”“Oceana bodoh.”“Kamu benar-benar menyebalkan!”Oceana pun memutar bola matanya, ia akui dirinya tidak begitu mengerti soal seni lukis. Dalam bentuk seni lainnya, ia juga tidak mengerti. Jika tangannya disuruh untuk menari di atas kanvas atau kertas, percayalah, langit akan menyuruhnya berhenti untuk mencoba. Gambar yang buruk. Bimo selalu memarahinya soal itu.“Sampai kapan kita di sini? Aku harus cepat
Read more

2. Tatapan Hina

“Hei! Kamu mengacaukan toko saya. Ganti rugi!” “Saya bisa merapikannya tanpa perlu ganti rugi. Kayaknya gak ada yang rusak,” tolak Oceana dengan tegas. Oceana yakin bahwa tidak ada barang yang perlu untuk diganti. Dirapikan seperti semula tidak akan ada yang rusak. Selain yakin akan hal itu, Oceana tidak memiliki uang yang cukup untuk mengganti barang-barang yang dijatuhkan oleh Bimo. Satu spidol saja harganya ada yang lima ribu sampai sepuluh ribu. Sementara spidol dan yang lainnya ada sekitar ratusan buah. Jika dikalikan, itu bisa sampai jutaan. Mana sanggup Oceana mengganti dengan harga segitu. Uang sakunya saja tidak sampai segitu. Dia hanya ibu rumah tangga yang mengantungkan penghasilan dengan suami. Jika suaminya mengetahui masalah ini, bisa tamat riwayatnya. Hal yang paling ditakuti adalah Kalvin bisa menyakiti Bimo. Oceana masih bersikeras kalau dirinya tidak perlu mengganti rugi. Barang itu masih bagus dan layak untuk diperdagangkan. “Aku akan bertanggung jawab untuk me
Read more

3. Hari Buruk

Pintu itu terasa sangat menakutkan. Adrenalin meningkat tiap langkah semakin mendekat ke arah pintu berwarna coklat.Bukan rasa lega setelah melawati pagar tosca itu, tetapi ketakutan semakin menyelimuti jiwa Oceana.Kegugupan membuatnya terus menekan kuku jempolnya dengan jari telunjuk. Alasan apa yang harus ia berikan kalau suaminya sudah ada di rumah. Sebuah ketakutan yang hampir tiap hari menjadi konsumsinya."Semoga Kalvin belum pulang." Sebuah kalimat yang berulang kali terucap di bibir wanita itu. Mungkin angin telah bosan mendengar ucapan yang terus menerus terlontar.Ketika tangan menyentuh gagang pintu, rasanya gagang pintu itu terasa sangat berat daripada mengangkat lima kilo karung beras. Keraguan membuatnya sangat berat memasuki rumah yang entah apa yang akan terjadi di dalamnya.Saat membuka pintu dan masuk ke dalamnya, ada keheningan yang telah menyambut hingga membuat jantungnya ingin meloncat dari kerangka tulangnya. Ia melihat sesosok pria yang tidak diharapkan sudah
Read more

4. Aku Pembawa Sial

Dada terasa sesak, Oceana tidak habis pikir dengan sikap Kalvin yang tidak kenal ampun. Bagaimana bisa ia jatuh cinta dengan pria seperti itu. Padahal sikap awal Kalvin sangat manis meskipun posesif. Siapa sangka pria ini berubah begitu drastis.“Berhenti Kalvin! Apa kau sudah gila?!” teriak Oceana sambil berjalan mendekati suaminya. Hatinya sangat pilu melihat Bimo menjerit kesakitan dengan kulit yang melepuh oleh batang rokok menyala.“Apa sayang? Aku hanya memberikan hadiah pada Bimo sekaligus matiin rokoknya sesuai keinginannya."Kalvin semakin kuat menekan rokok di perut Bimo. “Ampun Kalvin!”“Bukankah ini yang kamu inginkan?”Dengan verbal tidak mempan, Oceana pun langsung bertindak dengan menarik lengan Bimo yang sudah memberontak. Tenaga Kalvin sangat kuat hingga Bimo sulit lepas dari Kalvin yang berusaha melepaskan diri. Namun, Oceana tidak menyerah merebut Bimo dari suaminya. Ia tetap menarik Bimo sekuat tenaga sampai Bimo terlepas dari suaminya hingga mereka terjatuh ke lan
Read more

5. Suami Memasang Sepatu Istri

Luka lebam telah menyelimuti tubuh dan wajah Oceana dan Bimo. Namun, luka-luka tersebut tak seberapa jika dibandingkan rasa sakit yang luar biasa yang ada di dalam hati mereka. Harga diri mereka telah dijatuhkan. Batin mereka telah dipermainkan. Mental mereka sedang diuji.Oceana mencoba menahan air matanya jatuh dan berusaha tersenyum di depan Bimo yang terbaring di atas kasur. Wanita berambut hitam bergelombang itu mengobati luka-luka Bimo. Tiap Bimo mengeluarkan suara keluh membuat hati Oceana terasa hancur.“Maafkan ... aku,” ucap Oceana dengan terbata-bata.“Ini salah Kalvin bukan Oceana. Dia yang ha-harus minta maaf sama kita. Bukan Oceana.”“Tapi....” Perkataanya terhenti dikarenakan menahan sesak di dada seakan ada yang sedang mengikatnya dengan sangat kencang. Ia tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Rasa bersalah terhadap Bimo menghantamnya berulang kali.Rasa bersalah itu tidak mengantarkannya pada sebuah pencerahan melainkan rasa bingung. Bingung bagaimana ia harus mene
Read more

6. Taman Safir

*FlashbackKelaparan dan haus telah membuatnya lupa tentang apa yang telah ia lalui. Kini yang ada dipikirannya adalah bagaimana ia mendapatkan makanan dan setetes air untuk ia minum. Jangankan untuk minum, untuk dirinya mandi dan membersihkan fasesnya saja tidak punya. Syukur-syukur kalau hari hujan, ia dapat membersihkan badannya dan minum dari air kotor itu. Sayangnya, sudah seminggu lebih tidak hujan yang membuat persediaan air menjadi habis. Dengan kepalanya yang sangat pening, Oceana berumur 16 tahun memaksa dirinya berjalan keluar untuk mencari air. Air apapun yang ia temui akan diminumnya. Tidak peduli air itu kotor atau tidak, yang terpenting baginya adalah bisa membasahi tenggorokannya dan perut terasa kenyang. Keadaan telah membuatnya tidak bisa memilih. Meskipun dirinya punya rumah —peninggalan ibu asuhnya atau tempat panti asuhan yang telah bangkrut, tetap saja ia kesulitan bertahan hidup karena tidak memiliki uang. Ia tidak mampu membayar listrik dan air yang menyebabk
Read more

7. Penyebab Kalvin

“Apa Kalvin tidak pernah menceritakan masalah tersebut padamu?” tanya Om Yuda yang langsung dibalas Oceana dengan kepala menggeleng. “Suami-istri macam apa kalian berdua. Masa masalah keuangan suami sendiri nggak tahu?” “Kalvin tidak menceritakan apapun padaku. Emangnya ada apa?” “Suami brengsekmu itu telah jadi korban penipuan tiga bulan yang lalu. Hal itu memberi dampak buruk pada studio fotonya yang sedang terancam gulung tikar. Meskipun ia masih punya klien, tapi itu tidak mampu menutupi kerugian yang begitu banyak,” terang OmYuda. “Seberapa banyak kerugiannya?” Om Yuda melipat kedua tangannya di dada. Keningnya mengkerut sambil menatap langit. Mencoba mengingat angka-angka yang hendak menelan Kalvin. “Kira-kira ada sekitar 500-an juta.” “Apa?!” seru Oceana yang langsung beranjak dari kursi yang baru saja ia duduki. Ice creamnya telah meleleh di tangan kanannya sedari tadi. Matanya melotot dan mulut menganga. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia mempertanyakan te
Read more

8. Hati yang Luluh

“Ah ... tidak!” teriak Oceana sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan yang menyilang. Dengan reflek ia menutupi wajahnya dari benda tajam yang hendak melayang ke arahnya.Untungnya hal itu tidak terjadi. Sebab Bimo langsung berlari dan memukul Kalvin dari belakang menggunakan panci yang berbahan tebal.Hal ini menyebabkan Kalvin langsung pingsan karena Bimo memukulnya tepat di bagian tulang tengkuk. Yang mana area itu sangat rentan sekali untuk dipukuli, karena hal itu dapat mengakibatkan aliran darah dan saraf dari tengkuk ke otak terhenti sesaat yang menyebabkan seseorang pingsan.“Kalvin!” pekik Oceana yang dengan spontan membangunkan suaminya. “Bimo, bagaimana ini?”“Apa dia mati?” tanya Bimo dengan polosnya. Ia pun tiba-tiba menjatuhkan panci dan berteriak, “aah ... Bimo sudah membunuh Kalvin. Bimo sudah membunuh Kalvin.”Oceana dengan panik langsung memeriksa kepala suaminya.“Syukurlah tidak berakibat fatal.” Oceana langsung berdiri dan menenangkan Bimo yang berlarian di
Read more

9. Rentenir

Keadaan rumah kembali kacau. Lantai dipenuhi serpihan kaca yang berserak di mana-mana. Di tengah serpihan kaca terdapat batu besar. Sepertinya ada yang sengaja melempar batu itu ke rumah mereka.Oceana langsung berlari mendekati Bimo yang sedang ketakutan. Berusaha untuk menenangkan pria tersebut.Sementara Kalvin berjalan mendekati kaca yang pecah. Dengan hati-hati berjalan, ia mencoba mengintip ke luar jendela. Entah kenapa lampu di luar mati, padahal sebelumnya ia merasa bahwa di teras lampunya menyala.Kalvin dapat menyadari bahwa situasi sedang tidak baik-baik saja. Saat Kalvin mencoba untuk membuka pintu rumah, tiba-tiba segerombolan pria besar dan berpakaian hitam langsung menerobos masuk ke dalam rumah mereka.“Kalian siapa?” teriak Kalvin dengan raut wajah yang sangat geram. Ia menarik kerah salah satu gerombolan pria itu. Badannya sedikit pendek dari Kalvin, tapi tubuhnya tidak kalah berotot.Sebelum pria itu menjawab pertanyaan Kalvin, lalu masuklah seorang pria tua denga
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status