Beranda / Romansa / Racun atau Madu Cinta / 7. Penyebab Kalvin

Share

7. Penyebab Kalvin

Penulis: Qiola J.
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Apa Kalvin tidak pernah menceritakan masalah tersebut padamu?” tanya Om Yuda yang langsung dibalas Oceana dengan kepala menggeleng.

“Suami-istri macam apa kalian berdua. Masa masalah keuangan suami sendiri nggak tahu?”

“Kalvin tidak menceritakan apapun padaku. Emangnya ada apa?”

“Suami brengsekmu itu telah jadi korban penipuan tiga bulan yang lalu. Hal itu memberi dampak buruk pada studio fotonya yang sedang terancam gulung tikar. Meskipun ia masih punya klien, tapi itu tidak mampu menutupi kerugian yang begitu banyak,” terang OmYuda.

“Seberapa banyak kerugiannya?”

Om Yuda melipat kedua tangannya di dada. Keningnya mengkerut sambil menatap langit. Mencoba mengingat angka-angka yang hendak menelan Kalvin. “Kira-kira ada sekitar 500-an juta.”

“Apa?!” seru Oceana yang langsung beranjak dari kursi yang baru saja ia duduki. Ice creamnya telah meleleh di tangan kanannya sedari tadi. Matanya melotot dan mulut menganga. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia mempertanyakan tentang mengapa Kalvin tidak pernah menceritakan masalah ini padanya.

Kini, Oceana mengerti mengapa suaminya semakin gila meneguk minuman beralkohol. Biasanya dalam sehari Kalvin minum alkohol hanya satu gelas untuk menghilangkan stresnya setelah pulang bekerja. Namun, beberapa bulan belakangan ini ada sekitar dua botol minuman alkohol yang ia minum dalam sehari.

Hal tersebut membuat Oceana dan Bimo merasa berada di neraka paling bawah setiap berada di rumah. Benar apa yang dikatakan Om Yuda bahwa sikap tamperamen Kalvin akan semakin memburuk jika suaminya dalam keadaan seperti itu. 'Suamiku sedang tidak baik-baik saja dan aku tidak tahu apapun. Istri macam apa aku ini.'

“Aku harus menolongnya,” ungkap Oceana dengan penuh keyakinan. Meskipun dirinya sendiri tidak tahu harus berbuat apa untuk menolong suaminya. Hanya saja, ia yakin pasti ada cara lain. Itu bisa dipikirkan nanti, yang terpenting sekarang adalah niat.

“Menolong dirimu sendiri saja tidak bisa, bagaimana cara kamu akan menolong suamimu itu?”

“Huh?” ucap Oceana dengan penuh tanda tanya. Pertanyaan Om Yuda sangat tepat pada sasarannya. Menyakitkan tapi benar adanya apa yang dikatakan oleh beliau. “Jadi, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin diam saja setelah mengetahui hal ini. Mungkin saja jika aku berhasil menolongnya keluar dari masalah ini, mungkin ... suamiku akan berubah.”

Om Yuda langsung tertawa remeh. Pria yang sudah kepala empat itu sangat sulit mempercayai perkataan Oceana. Terdengar seperti tong kosong yang nyaring bunyinya.

“Percuma mulutku berbusa jika berbicara sama orang yang keras kepala. Mau masalah itu terselesaikan atau tidak, suamimu tidak akan berubah. Cukur kumisku yang sudah 20 tahun aku pertahankan ini, kalau suamimu berubah suatu hari nanti.”

“Wah, beneran nih? Kalau suamiku berubah suatu hari nanti, aku akan mencukur kumis Om Yuda? Janji?”

“Ya, yah. Aku jamin dia tidak akan berubah. Udah, pergi sana! Capek aku bicara sama kamu. Masalahnya itu-itu saja,” racau Om Yuda sambil memberi isyarat melambai di udara untuk menyuruh Oceana dan Bimo pergi. Ia pun langsung berdiri ke gerobaknya untuk melayani pelangan ice cream dan mengabaikan Oceana yang tidak terima diusir olehnya.

“Bimo, yuk, kita main ke sana!” ajak Oceana sambil meraih tangan Bimo yang masih sibuk dengan teman barunya itu.

“Bimo nggak mau. Bimo masih mau main dengan Candra.”

“Candra siapa?”

Bimo langsung menunjuk burung putih yang masih setia berdiri di batang pohon. Oceana sempat memejamkan mata sekilas dan menghembus napasnya.

“Kalau gitu bawa saja dia pulang?”

“TIDAK MAU!” teriak Bimo yang tiba-tiba berteriak. Hal itu sempat mengundang perhatian orang-orang sekitar. Hanya sebentar, lalu mereka kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.

“Nggak usah teriak gitu dong! Biasa aja, aku kan cuman nawarin doang,” bisik Oceana dengan keningnya yang mengkerut. “Kan kamu sendiri ingin main sama Candra.”

Mata Bimo terus melihat ke arah bawah, lebih tepatnya menatap rumput pendek hijau di bawah kakinya. Kadang, matanya ke sana ke mari, sulit mengatur pergerakan matanya pada satu titik yang diinginkan.

“Bimo ... Bimo tidak mau Candra seperti kita. Dia ingin terbang di langit dengan kebebasannya. Ji-jika Bimo bawa dia pulang ke rumah, ia akan terkurung bersama kita. Bimo tidak mau.”

Hari ini Oceana sudah dua kali ditamparkan oleh kata-kata yang diucapkan oleh orang terdekatnya. Meskipun begitu, ia tidak mau menyerah begitu saja. Tidak akan. “Kalau begitu, kenapa kamu tidak pergi jika kamu merasa terpenjara di rumah?”

“Menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan,’ ujar Bimo berulang kali sambil berputar badan.

“Kenapa?”

“Oceana benar-benar menyebalkan.” Bimo langsung pergi meninggalkan Oceana dengan menepuk-nepuk telinganya. “Wanita bodoh!”

“Oceana hanya tertegun sambil melihat punggung Bimo. Ia sama sekali tidak mengerti pada teman masa kecilnya itu. Mengapa Bimo tetap bersamanya padahal sudah lama ingin kabur dari rumah. Oceana bertanya-tanya dan berspekulasi bahwa Bimo mungkin seperti dirinya yang tidak mampu hidup sendirian di luar.

Ia merasa Bimo dan dirinya sama-sama takut melangkah ke luar tanpa Kalvin.

***

Setelah bermain berbagai macam hal di taman, Oceana pun mengajak Bimo untuk segera pulang ke rumah. Jangan sampai kesalahan kemarin terulang lagi. Biarkan tubuh ini istirahat dari pelampiasan kemarahan Kalvin.

Oceana berusaha mungkin untuk tidak melakukan kesalahan apapun agar terhindar pukulan-pukulan itu. Walau kadang dirinya merasa tidak melakukan kesalahan, Kalvin tetap memukulnya setiap pulang kerja. Namun, Oceana percaya bahwa pasti ada faktor lain yang tidak disadarinya. Ada sebab dan akibat.

Mereka berdua masih canda gurau setelah balik dari rumah. Ada begitu banyak hal lucu yang mereka tertawakan. Dimulai dari mentertawakan ibu-ibu yang berpakaian warna-warni, suara bersin bapak-bapak, orang yang sedang mengendarai motor ingin menggaruk kepala tapi sedang pakai helm dan mereka juga mentertawakan diri mereka sendiri yang melakukan hal yang konyol.

Hal-hal kecil semacam itu mampu menghilangkan rasa lelah, pedih dan masalah yang setiap hari mereka pikul. Melepas sejenak beban adalah cara terbaik untuk tetap bertahan hidup di dunia yang keras ini.

Mereka masih tertawa saat masuk ke dalam rumah. Namun, tawa itu tiba-tiba berhenti disaat mereka melihat ruang tamu.

Bab terkait

  • Racun atau Madu Cinta   8. Hati yang Luluh

    “Ah ... tidak!” teriak Oceana sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan yang menyilang. Dengan reflek ia menutupi wajahnya dari benda tajam yang hendak melayang ke arahnya.Untungnya hal itu tidak terjadi. Sebab Bimo langsung berlari dan memukul Kalvin dari belakang menggunakan panci yang berbahan tebal.Hal ini menyebabkan Kalvin langsung pingsan karena Bimo memukulnya tepat di bagian tulang tengkuk. Yang mana area itu sangat rentan sekali untuk dipukuli, karena hal itu dapat mengakibatkan aliran darah dan saraf dari tengkuk ke otak terhenti sesaat yang menyebabkan seseorang pingsan.“Kalvin!” pekik Oceana yang dengan spontan membangunkan suaminya. “Bimo, bagaimana ini?”“Apa dia mati?” tanya Bimo dengan polosnya. Ia pun tiba-tiba menjatuhkan panci dan berteriak, “aah ... Bimo sudah membunuh Kalvin. Bimo sudah membunuh Kalvin.”Oceana dengan panik langsung memeriksa kepala suaminya.“Syukurlah tidak berakibat fatal.” Oceana langsung berdiri dan menenangkan Bimo yang berlarian di

  • Racun atau Madu Cinta   9. Rentenir

    Keadaan rumah kembali kacau. Lantai dipenuhi serpihan kaca yang berserak di mana-mana. Di tengah serpihan kaca terdapat batu besar. Sepertinya ada yang sengaja melempar batu itu ke rumah mereka.Oceana langsung berlari mendekati Bimo yang sedang ketakutan. Berusaha untuk menenangkan pria tersebut.Sementara Kalvin berjalan mendekati kaca yang pecah. Dengan hati-hati berjalan, ia mencoba mengintip ke luar jendela. Entah kenapa lampu di luar mati, padahal sebelumnya ia merasa bahwa di teras lampunya menyala.Kalvin dapat menyadari bahwa situasi sedang tidak baik-baik saja. Saat Kalvin mencoba untuk membuka pintu rumah, tiba-tiba segerombolan pria besar dan berpakaian hitam langsung menerobos masuk ke dalam rumah mereka.“Kalian siapa?” teriak Kalvin dengan raut wajah yang sangat geram. Ia menarik kerah salah satu gerombolan pria itu. Badannya sedikit pendek dari Kalvin, tapi tubuhnya tidak kalah berotot.Sebelum pria itu menjawab pertanyaan Kalvin, lalu masuklah seorang pria tua denga

  • Racun atau Madu Cinta   10. Meminta Pertolongan

    "Bimo, ayo sadar! Aku mohon," pinta Oceana dengan tangan gemetar saat memegang kepala Bimo yang sudah berlumuran darah. Air matanya telah bercampur dengan cairan kental itu."Aku minta maaf ... maafkan aku, Bimo!" Dengan tubuh kecilnya itu, ia berusaha untuk mengangkat tubuh Bimo yang sudah tak berdaya. Berulang kali ia coba, namun tetap saja tubuh Bimo selalu jatuh dari punggungnya. Ia semakin panik dan merasa bersalah karena semakin memperburuk keadaan.Tangis semakin pecah. "aah aku harus bagaimana. Aku tidak tahu. Bimo, maafkan aku."Dengan gigih, Oceana mencoba sekali lagi mengangkat Bimo ke punggungnya. Kali ini berhasil. Hanya saja kakinya kesulitan untuk membawa tubuh Bimo ke arah pintu. "Bimo, aku mohon bertahanlah," bisiknya sambil tertatih membawa tubuh Bimo yang masih terkulai. Darah Bimo tidak berhenti menetes hingga memberi tanda tiap jalan yang mereka lewati. Kali ini, Kalvin benar-benar seperti orang kesetanan. Ia menyiksa Bimo tanpa ampun.Malam ini, Oceana tidak me

  • Racun atau Madu Cinta   11. Menolak

    "Apa kau tidak akan melaporkannya ke polisi?” Oceana mendongakkan kepalanya dan menatap lurus sepasang mata yang sangat tajam. Keringatnya jatuh mengalir melewati pelipis matanya. Dia pun menyisir rambutnya yang lepek dan kusut ke arah belakang. Dengan lirih ia menjawab, “aku tidak akan melakukannya.”“Kenapa? Kau meyakini bahwa itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja? Atau kau meyakini harimau tidak akan memangsa lagi?”“Dia sedang tidak baik-baik saja.”“Bajingan itu?”“Dia bukan bajingan,” jawab Oceana dengan tenggorokannya yang tersekat. Ia tidak yakin dengan omongannya sendiri. Dia sendiri sering menyebut lelakinya seorang bajingan, tapi entah kenapa ia tidak menyukai kata tersebut keluar dari orang lain.“Di depan rumahku, kau ketakutan kehilangan pria idiot itu. Sekarang, kau mengkhawatirkan pria yang telah melakukan hal keji itu pada si pria idiot. sebenarnya apa yang kau inginkan?” tanya Nyai Arumi yang masih berdiri dengan kedua tangan dilipat di dadanya. Rambutnya ya

  • Racun atau Madu Cinta   12. Penuh Kebingungan

    Dalam keadaan terpojok, Oceana tidak bisa berpikir jernih. Ia menekan kuku jempolnya sampai memutih. Kegugupannya tidak bisa terhindari.Sebelum masalah semakin rumit, Nyai Arumi maju. Setelah ia menyaksikan kebodohan Oceana yang berusaha menutupi kejahatan suaminya, Nyai Arumi melangkahkan kaki mendekati mereka sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dokter, bisa kita bicara berdua empat mata?”tanya Nyai Arumi dengan suaranya yang terasa dingin.“Anda siapa?”“Anggap saja saya adalah wali mereka.”“Anggap?” tanyanya lagi dengan keheranan“Anda tidak perlu khawatir, masalah mereka biar saya yang tangani,” ujar Nyai Arumi sambil merogoh sesuatu dari dalam tas kecilnya yang berwarna coklat. Kemudian, ia menyodorkan benda segi panjang ke arah dokter tersebut.Dokter itu meraihnya dengan raut wajah yang masih kebingungan. “Apa ini?”Keningnya mengkerut saat membaca kartu pengenal Nyai Arumi. Sesekali ia memandang wajah Nyai lalu kembali menatap tulisan

  • Racun atau Madu Cinta   13. Situasi yang Aneh

    Saat itu ia berjalan kaki tanpa alas. Tidak peduli kakinya telah penuh luka dan berdarah, ia tetap berlari maju ke depan tanpa melihat ke belakang. Suara yang terus memanggil dan mengejarnya telah menjadi keputusasaan dalam dirinya yang terus berlari.Air mata tak terbendung lagi. Ketakutan ikut berlari mengikuti tiap jejaknya. Oceana melihat sebuah gang kecil dan masuk ke dalamnya. Sebisa mungkin ia tidak terlihat oleh segerombolan pria itu.“Aku mohon. Aku mohon berhenti mengejarku.”Suara segerombolan pria itu tertawa. Mereka berlari dalam keadaaan mabuk. Jadi, tidak begitu cepat mengejar Oceana. Hanya para lelaki itu tidak menyerah dan masih mengikutinya.“Aku kotor, aku kotor. Kalian akan jijik menyentuhku. Aku mohon!” ucapnya dengan isak tangis.“Selama berlari, Oceana masuk ke dalam perkarangan rumah orang asing. Pagar kayu yang tidak dikunci itu, ia segera bersembunyi di balik pohon perkarangan rumah orang asing. Urusan dimarahi oleh pemilik rum

  • Racun atau Madu Cinta   14. Syarat yang tidak wajar

    Sebelum menjelaskan kebingungannya terhadap satpam itu, Oceana menghentikan kalimatnya saat ia melihat sesosok pria sedang berjalan menuju pagar. Kini, ia mengerti mengapa satpam itu mengatakan bahwa Oceana sudah membuat janji dengan Nyai Arumi padahal kedatangannya secara mendadak. Ini dikarenakan ada Kalvin yang telah menemui Nyai Arumi, hingga membuat satpam itu berpikir bahwa Oceana ikut bersama suaminya untuk menemui Nyai Arumi.Melihat ekspresi Kalvin, tampaknya pria bertubuh tinggi itu juga terkejut melihat Oceana yang sedang berdiri di dekat pos satpam.“Kenapa kamu ada di sini?”tanya Kalvin sambil berjalan mendekati Oceana.“Bukankah seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu? Ada urusan apa kamu dengan Nyai Arumi?”“Apa kamu datang ke sini untuk memohon pada wanita tua itu?” tanya Kalvin sambil memnunjuk ke dalam rumah.Oceana bingung apa yang ingin dikatakan suaminya Ia pun memegang tangan Kalvin dan menariknya keluar dari rumah Nyai Arumi agar p

  • Racun atau Madu Cinta   15. Tak Bisa Membantah

    Dia berusaha mencari arti dari sikap Nyai Arumi. Semakin ia cari, semakin sulit ia memahaminya. Oceana berjalan perlahan keluar dari rumah Nyai dengan pikirannya yang begitu rumit seperti benang kusut yang begitu sulit untuk diurai. Oceana turun dari tangga dan melewati air pancur. Meskipun ia sedang berjalan namun pikirannya masih berkelana dengan keputusasaannya untuk mengikuti keinginan Nyai Arumi. Kini, di dalam pikirannya ia bertanya-tanya tentang bagaimana cara ia menghadapi semua itu. Mungkin bagi orang-orang bahwa hal ini adalah hal yang mudah untuk dihadapi. Akan tetapi, bagi Oceana ini sangat berat. Ada begitu banyak ketakutan tentang masa depan dan kebingungannya menghadapi situasi yang baru. Dia tidak terbiasa dengan sesuatu yang menantang dalam hidupnya. Ia tidak tahu cara menghadapinya. Ada begitu banyak kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. “Neng, sudah selesai bertemu Nyai?” tanya satpam itu sambil membukakan pagar untuk Oceana. Oceana yang sedang

Bab terbaru

  • Racun atau Madu Cinta   19. Hari Pertama

    Sudah berapa banyak pakaian yang ia keluarkan dari lemarinya hingga membuat kondisi kamar Oceana sangat berantakan. Ia sangat kebingungan harus memakai pakaian seperti apa untuk berangkat bekerja. Ini adalah pertama kalinya ia berkeja selama ia hidup. Mengganti baju dari warna coklat ke merah, merah ke pink, pink ke hitam. Dari gaun selutut ke baju kodok. Baju kodok ke celana lepis dan baju kaos polos. Kebingungan ini tidak ada hentinya. Ia merasa tidak puas dan juga ragu. Apakah pakaian ini pantas untuk berkerja atau pakaian ini terlalu informal untuk bekerja. Berbagai macam pertanyaan yang terus terlintas di pikirannya. Kalvin yang sudah selesai bersiap-siap untuk berangkat kerja, ia pun geleng-geleng kepala dan menghampiri istrinya yang masih sibuk berpose di depan cermin. “Kamu itu hanya jadi pelayan restoran bukan model. Lihatlah kekacauan pagi yang kamu lakukan,”sindir Kalvin yang langsung melempar pantatnya ke atas kasur yang udah dipenuhi pakaian yang berserakan. “Ini pe

  • Racun atau Madu Cinta   18.

    Dia hanya memanggilnya, tetapi Oceana sudah merasa siap mendapatkan hal buruk akan terjadi padanya. Hal buruk yang sudah menjadi kebiasaan yang siap ia hadapi.“Apa kamu sudah memutuskan untuk menjadi karyawan wanita tua itu?” tanya Kalvin yang terus menatapnya dengan penuh seksama. Rasanya ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokannya hingga membuatnya sulit untuk menelan air liurnya. Ada rasa kelegaan suaminya tidak menyadari Oceana mengambil ponsel secara diam-diam, Hanya saja di sisi lain, ketegangan masih terasa karena Kalvin tiba-tiba membahas Nyai Arumi.“Seperti yang aku bilang tadi sore, bukankah dengan adanya aku bekerja, itu dapat membantumu mengatasi keuangan?”Terdengar hembusan kasar dari mulut Kalvin. Pria berjanggut itu meletakkan kamera ke atas meja. Lalu, ia kembali menatap istrinya sambil menggosok-gosok alisnya. “Apa kamu sedang meremehkanku saat ini? Setelah melihat kejadian kemarin, kamu menganggap aku pria lemah yang tidak mampu mengatasi hal tersebut?”“Ti-ti

  • Racun atau Madu Cinta   17. Kekhawatiran

    Suasana yang sangat menegangkan. Semua orang yang ada di sana bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di lorong tersebut. Sebagian ada yang kesal karena telah menganggu keluarganya yang sedang sakit. Sebagian ada yang merasa ketakutan karena takut terjadi sesuatu pada pasien. Ada juga yang takut karena memikirkan pikiran yang liar, seperti halnya Bimo yang mengamuk itu bisa saja sewaktu-waktu menyerang mereka.Ada seorang bapak berkepala botak setengah mencoba untuk mendekati Bimo yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.“Hei, nak! Berhenti lakukan itu, kepalamu sudah mengeluarkan banyak darah!”teriak Bapak tersebut. “Hei! Siapapun bantu saya hentikan dia! Di mana perawat? Perawatnya mana nih!”Ada seorang pemuda lainnya yang memiliki jenggot tipis perlahan-lahan mendekati dan mencoba membantu Bapak botak itu. Melihat aksi anak muda itu, barulah dua orang lainnya maju untuk menolong dan menghentikan kegilaan Bimo.Trauma

  • Racun atau Madu Cinta   16. Kata Terakhir Ayah

    "Kita tidak bisa membawanya bersama kita lagi, aku sudah tidak sanggup," ucapnya sambil menangis."Tetapi kita tidak bisa melepas tanggung jawab begitu saja!"Wanita itu mengusap wajahnya yang sedikit keriput. Ia mengusap air matanya yang terus mengalir. "Aku salah. Aku salah membiarkanmu membawanya ke rumah. Mengurus orang lansia saja susah, apalagi ngurus orang cacat seperti dia." "Sarti! Jaga mulutmu itu!" Wanita yang disebut Sarti itu langsung terdiam. Ia mencekram kedua tangannya dan langsung menunduk saat suaminya yang jarang marah tiba-tiba membentaknya. "Sekarang, lebih baik kita pulang dan membawanya kembali." Pria yang rambutnya sudah memutih itu langsung menarik lengan Bimo, namun hal itu langsung dihentikan oleh wanita tadi. Wanita yang merupakan istrinya pun berteriak. "Sarti! Berhenti berteriak, kau menakutinya!" Bimo ketakutan dan mundur kemudian menutup telinganya. Ia berulang kali memukul telinganya dan gelisah. Pria tua itu langsung berusaha untuk menenangkan Bi

  • Racun atau Madu Cinta   15. Tak Bisa Membantah

    Dia berusaha mencari arti dari sikap Nyai Arumi. Semakin ia cari, semakin sulit ia memahaminya. Oceana berjalan perlahan keluar dari rumah Nyai dengan pikirannya yang begitu rumit seperti benang kusut yang begitu sulit untuk diurai. Oceana turun dari tangga dan melewati air pancur. Meskipun ia sedang berjalan namun pikirannya masih berkelana dengan keputusasaannya untuk mengikuti keinginan Nyai Arumi. Kini, di dalam pikirannya ia bertanya-tanya tentang bagaimana cara ia menghadapi semua itu. Mungkin bagi orang-orang bahwa hal ini adalah hal yang mudah untuk dihadapi. Akan tetapi, bagi Oceana ini sangat berat. Ada begitu banyak ketakutan tentang masa depan dan kebingungannya menghadapi situasi yang baru. Dia tidak terbiasa dengan sesuatu yang menantang dalam hidupnya. Ia tidak tahu cara menghadapinya. Ada begitu banyak kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. “Neng, sudah selesai bertemu Nyai?” tanya satpam itu sambil membukakan pagar untuk Oceana. Oceana yang sedang

  • Racun atau Madu Cinta   14. Syarat yang tidak wajar

    Sebelum menjelaskan kebingungannya terhadap satpam itu, Oceana menghentikan kalimatnya saat ia melihat sesosok pria sedang berjalan menuju pagar. Kini, ia mengerti mengapa satpam itu mengatakan bahwa Oceana sudah membuat janji dengan Nyai Arumi padahal kedatangannya secara mendadak. Ini dikarenakan ada Kalvin yang telah menemui Nyai Arumi, hingga membuat satpam itu berpikir bahwa Oceana ikut bersama suaminya untuk menemui Nyai Arumi.Melihat ekspresi Kalvin, tampaknya pria bertubuh tinggi itu juga terkejut melihat Oceana yang sedang berdiri di dekat pos satpam.“Kenapa kamu ada di sini?”tanya Kalvin sambil berjalan mendekati Oceana.“Bukankah seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu? Ada urusan apa kamu dengan Nyai Arumi?”“Apa kamu datang ke sini untuk memohon pada wanita tua itu?” tanya Kalvin sambil memnunjuk ke dalam rumah.Oceana bingung apa yang ingin dikatakan suaminya Ia pun memegang tangan Kalvin dan menariknya keluar dari rumah Nyai Arumi agar p

  • Racun atau Madu Cinta   13. Situasi yang Aneh

    Saat itu ia berjalan kaki tanpa alas. Tidak peduli kakinya telah penuh luka dan berdarah, ia tetap berlari maju ke depan tanpa melihat ke belakang. Suara yang terus memanggil dan mengejarnya telah menjadi keputusasaan dalam dirinya yang terus berlari.Air mata tak terbendung lagi. Ketakutan ikut berlari mengikuti tiap jejaknya. Oceana melihat sebuah gang kecil dan masuk ke dalamnya. Sebisa mungkin ia tidak terlihat oleh segerombolan pria itu.“Aku mohon. Aku mohon berhenti mengejarku.”Suara segerombolan pria itu tertawa. Mereka berlari dalam keadaaan mabuk. Jadi, tidak begitu cepat mengejar Oceana. Hanya para lelaki itu tidak menyerah dan masih mengikutinya.“Aku kotor, aku kotor. Kalian akan jijik menyentuhku. Aku mohon!” ucapnya dengan isak tangis.“Selama berlari, Oceana masuk ke dalam perkarangan rumah orang asing. Pagar kayu yang tidak dikunci itu, ia segera bersembunyi di balik pohon perkarangan rumah orang asing. Urusan dimarahi oleh pemilik rum

  • Racun atau Madu Cinta   12. Penuh Kebingungan

    Dalam keadaan terpojok, Oceana tidak bisa berpikir jernih. Ia menekan kuku jempolnya sampai memutih. Kegugupannya tidak bisa terhindari.Sebelum masalah semakin rumit, Nyai Arumi maju. Setelah ia menyaksikan kebodohan Oceana yang berusaha menutupi kejahatan suaminya, Nyai Arumi melangkahkan kaki mendekati mereka sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dokter, bisa kita bicara berdua empat mata?”tanya Nyai Arumi dengan suaranya yang terasa dingin.“Anda siapa?”“Anggap saja saya adalah wali mereka.”“Anggap?” tanyanya lagi dengan keheranan“Anda tidak perlu khawatir, masalah mereka biar saya yang tangani,” ujar Nyai Arumi sambil merogoh sesuatu dari dalam tas kecilnya yang berwarna coklat. Kemudian, ia menyodorkan benda segi panjang ke arah dokter tersebut.Dokter itu meraihnya dengan raut wajah yang masih kebingungan. “Apa ini?”Keningnya mengkerut saat membaca kartu pengenal Nyai Arumi. Sesekali ia memandang wajah Nyai lalu kembali menatap tulisan

  • Racun atau Madu Cinta   11. Menolak

    "Apa kau tidak akan melaporkannya ke polisi?” Oceana mendongakkan kepalanya dan menatap lurus sepasang mata yang sangat tajam. Keringatnya jatuh mengalir melewati pelipis matanya. Dia pun menyisir rambutnya yang lepek dan kusut ke arah belakang. Dengan lirih ia menjawab, “aku tidak akan melakukannya.”“Kenapa? Kau meyakini bahwa itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja? Atau kau meyakini harimau tidak akan memangsa lagi?”“Dia sedang tidak baik-baik saja.”“Bajingan itu?”“Dia bukan bajingan,” jawab Oceana dengan tenggorokannya yang tersekat. Ia tidak yakin dengan omongannya sendiri. Dia sendiri sering menyebut lelakinya seorang bajingan, tapi entah kenapa ia tidak menyukai kata tersebut keluar dari orang lain.“Di depan rumahku, kau ketakutan kehilangan pria idiot itu. Sekarang, kau mengkhawatirkan pria yang telah melakukan hal keji itu pada si pria idiot. sebenarnya apa yang kau inginkan?” tanya Nyai Arumi yang masih berdiri dengan kedua tangan dilipat di dadanya. Rambutnya ya

DMCA.com Protection Status