Home / Romansa / Racun atau Madu Cinta / 8. Hati yang Luluh

Share

8. Hati yang Luluh

Author: Qiola J.
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

“Ah ... tidak!” teriak Oceana sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan yang menyilang. Dengan reflek ia menutupi wajahnya dari benda tajam yang hendak melayang ke arahnya.

Untungnya hal itu tidak terjadi. Sebab Bimo langsung berlari dan memukul Kalvin dari belakang menggunakan panci yang berbahan tebal.

Hal ini menyebabkan Kalvin langsung pingsan karena Bimo memukulnya tepat di bagian tulang tengkuk. Yang mana area itu sangat rentan sekali untuk dipukuli, karena  hal itu dapat mengakibatkan aliran darah dan saraf dari tengkuk ke otak terhenti sesaat  yang menyebabkan seseorang pingsan.

“Kalvin!” pekik Oceana yang dengan spontan membangunkan suaminya. “Bimo, bagaimana ini?”

“Apa dia mati?” tanya Bimo dengan polosnya. Ia pun tiba-tiba menjatuhkan panci dan berteriak, “aah ... Bimo sudah membunuh Kalvin. Bimo sudah membunuh Kalvin.”

Oceana dengan panik langsung memeriksa kepala suaminya.

“Syukurlah tidak berakibat fatal.” Oceana langsung berdiri dan menenangkan Bimo yang berlarian di sekitar ruang tamu, berputar-putar karena panik. “Bimo, Bimo! Kamu tidak membunuh Kalvin.”

“Tidak, Bimo membunuh Kalvin ... Kalvin mati!” Bimo semakin histeris sambil memukul kepalanya dan menangis.

Oceana dengan penuh kesabaran, dengan kuat menahan Bimo yang sedang menyakiti diri sendiri. Ia pun  berteriak, “KALVIN TIDAK MATI, DIA HANYA PINGSAN!”

Untuk sesaat Bimo terkejut mendengar teriakan Oceana. Pria itu terdiam sejenak dan mencoba mencerna memahami situasi. Ia pun berujar, “K-kalvin tidak mati?”

“Tidak, Bimo! Dia hanya pingsan.”

“Bimo tidak membunuh Kalvin? Bimo tidak membunuh Kalvin?”

“Tidak, kamu tidak membunuhnya. Sekarang bantu aku membawanya ke kamar lalu kita beresin hal yang berantakan ini,” jelas Oceana sambil melihat ke sekelilingnya. Rumahnya seperti habis kemalingan.”Ayo!”

Bimo langsung menurut. Ia menaruh panci di kabin dapur. Ia membantu Oceana dengan menyeret kaki Kalvin ke dalam kamar Oceana yang tepat berada di samping kiri tangga.

Mereka kesulitan menariknya karena bobot badan Kalvin yang begitu berat. Kalvin memiliki tubuh yang besar. Besar yang dimaksud bukan besar karena gendut atau lemak, tapi badannya yang tinggi sekitar 188 cm dan ototnya yang besar. Kalvin termasuk lelaki yang hobi berolahraga.

Tidak heran apabila Oceana dan Bimo sering kalah dari lelaki ini.

Setelah menaruh Kalvin ke atas kasur dengan asal-asalan. Mereka pun berdiri di ruang dapur. Oceana berdecak pinggang, ia tidak habis pikir rumahnya sangat kacau seperti habis dirampok. Ulah suaminya yang sedang mabuk menambah kerjaan Oceana sore ini. Padahal rumah ini sangat bersih dan rapi sebelum ia meninggalkan rumah.

“Bimo mau bantu aku?” tanya Oceana dengan wajah memelas.

“A-apa? Bimo tidak mendengar.” Bimo memutar badannya dan matanya melihat ke arah tak menentu. Ia pura-pura tidak mendengar Oceana.

“Ayolah, bantu aku.”

Bimo langsung memutar badannya dan berjalan mengijak anak tangga menuju kamar lotengnya. “Bimo mau mandi, semangat Oceana!”

Oceana yang ditinggal dengan kekacauan rumahnya hanya mengendus kesal menatap punggung Bimo. Ia pun meracau, “ada kalanya lelaki ini sangat menyebalkan. Ada kalanya kedua pria ini memiliki kesamaan yang bikin aku kesal.”

Oceana melakukan bersih-bersih rumah secepat mungkin sebelum hari semakin malam dan Kalvin bangun dari pingsannya. Ia juga harus segera membuat makan malam untuk suaminya jika tidak ingin kena amukan lagi.

Selama bersih-bersih, otaknya selalu berputar untuk mencari cara bagaimana memberi alasan kepada Kalvin tentang perkara Bimo memukulnya. Sangat menakutkan apabila suaminya menyadari Bimo telah berbuat seperti itu.

Oceana berharap Kalvin tidak ingat apapun. Kalau perlu lupa selamanya. Apakah orang yang hilang ingatan dapat melupakan kebiasaan buruknya juga?

Selesai bersih-bersih, Oceana melanjutkan memasak.

Langit sudah semakin gelap. Bimo juga turun dari kamar lotengnya. Kini pria itu tengah asik makan buah jeruk sambil menonton TV. Dia melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Semudah itu memang.

Oceana yang tengah mengaduk sayur daun ubi, ia mendengar suara pintu menderak. Langkah kaki yang berat dan suara pria berdehem. Jantung Oceana mulai berpacu dengan cepat. Sebab, ia takut jika imajinasinya sekarang terjadi, yang mana Kalvin menyadari dirinya habis dipukul Bimo.

Adukan di kuali semakin tidak terarah, pikiran Oceana sibuk membayangkan skenario buruk yang mungkin saja akan terjadi.

“Sayang, kenapa kepalaku terasa sakit ya di bagian belakang?” tanya Kalvin sambil mengusap tekuknya.

Irama jantung Oceana semakin tidak karuan. Di sisi lain, Bimo terpaku mendengar pertanyaan Kalvin. Ia juga ikut cemas. Skenario buruk apa lagi yang terjadi.

“Uh, ta-tadi kamu terjatuh dari atas kasur dan kepala kamu terbentur nakas.”

“Aaah, sialan! Kenapa aku tidak terbangun tadi?”

“Ya ... itu kamu masih dalam pengaruh alkohol," jawab Oceana dengan gugup

Wajah Kalvin hanya menyerengit dan tangan kanannya masih mengusap tengkuknya. Ia pun berjalan mendekati Oceana.

Oceana memutar badannya, ia siap menerima serangan dari Kalvin lagi. Akan tetapi, saat ia memejam matanya, skenario yang ia bayangkan ternyata salah. Lelaki itu langsung memeluknya dengan sangat erat. Kadang, suaminya mencium kepalanya. Ini di luar bayangannya.

“Sayang, makan malam kita apa hari ini?”

“Uh? sayur daun ubi, ikan goreng sama tempe.”

“Tidak ada cabe hari ini?” tanya Kalvin dengan kepalanya yang menunduk menatap mata istrinya.

“Cabe di kulkas habis. Mau beli tapi uang tinggal sedikit. Aku takut kalau uangnya tidak cukup untuk makan beberapa hari ke depan.”

Kalvin mendongak kepalanya sambil memutar matanya. Oceana dapat mendengar napasnya yang berat.

Kalvin pun mengusap rambut istrinya. “Bulan ini, aku belum kasih kamu uang belanja, ya?”

Oceana menggeleng.

“Maafkan aku. Besok akan aku usahakan kasih kamu uang bulanan. Apa kamu bisa menunggu?”

Oceana mengusap pipi suaminya. Ia pun berkata, “sayang, apa kamu punya masalah dengan keuangan?”

Kalvin melepas pelukannya dari Oceana. Ia memutar badannya dan memejamkan matanya. “Apa kamu habis dari Taman Safir?”

“I-iya.”

“Pasti kamu sudah dapat informasi dari si tukang ice cream itu, kan?”

Oceana berjalan mendekat dan memegang pundak kiri suaminya. Kalvin menoleh.

“Kenapa kamu tidak menjelaskan padaku tentang masalah itu?”

“Aku tidak ingin membebani masalah yang telah kubuat padamu terlalu banyak. Kamu telah banyak menderita karena masalah emosiku yang sulit aku kendalikan. Aku benar-benar minta maaf!”

Melihat mata Kalvin yang berbinar itu membuat hati Oceana menjadi luluh. Inilah harapan yang ia katakan. Harapan yang ia yakini. Harapan bahwa suaminya pasti akan kembali seperti dulu lagi. Ia berharap perubahan sikap Kalvin ini tidak sementara seperti sebelumnya yang terus terjadi.

Oceana mengecup kening suaminya. Dia memeluk suaminya sambil berkata, “sekarang, apa yang akan kamu lakukan?”

“Aku masih memikir-“

Perkataan Kalvin terhenti saat mendengar suara keras yang memenuhi seisi ruangan. Bimo yang sedang nonton langsung berdiri dan menutup telinganya sambil memejam mata.

Terdengar suara pecahan kaca yang berasal dari jendela.

Kaugnay na kabanata

  • Racun atau Madu Cinta   9. Rentenir

    Keadaan rumah kembali kacau. Lantai dipenuhi serpihan kaca yang berserak di mana-mana. Di tengah serpihan kaca terdapat batu besar. Sepertinya ada yang sengaja melempar batu itu ke rumah mereka.Oceana langsung berlari mendekati Bimo yang sedang ketakutan. Berusaha untuk menenangkan pria tersebut.Sementara Kalvin berjalan mendekati kaca yang pecah. Dengan hati-hati berjalan, ia mencoba mengintip ke luar jendela. Entah kenapa lampu di luar mati, padahal sebelumnya ia merasa bahwa di teras lampunya menyala.Kalvin dapat menyadari bahwa situasi sedang tidak baik-baik saja. Saat Kalvin mencoba untuk membuka pintu rumah, tiba-tiba segerombolan pria besar dan berpakaian hitam langsung menerobos masuk ke dalam rumah mereka.“Kalian siapa?” teriak Kalvin dengan raut wajah yang sangat geram. Ia menarik kerah salah satu gerombolan pria itu. Badannya sedikit pendek dari Kalvin, tapi tubuhnya tidak kalah berotot.Sebelum pria itu menjawab pertanyaan Kalvin, lalu masuklah seorang pria tua denga

  • Racun atau Madu Cinta   10. Meminta Pertolongan

    "Bimo, ayo sadar! Aku mohon," pinta Oceana dengan tangan gemetar saat memegang kepala Bimo yang sudah berlumuran darah. Air matanya telah bercampur dengan cairan kental itu."Aku minta maaf ... maafkan aku, Bimo!" Dengan tubuh kecilnya itu, ia berusaha untuk mengangkat tubuh Bimo yang sudah tak berdaya. Berulang kali ia coba, namun tetap saja tubuh Bimo selalu jatuh dari punggungnya. Ia semakin panik dan merasa bersalah karena semakin memperburuk keadaan.Tangis semakin pecah. "aah aku harus bagaimana. Aku tidak tahu. Bimo, maafkan aku."Dengan gigih, Oceana mencoba sekali lagi mengangkat Bimo ke punggungnya. Kali ini berhasil. Hanya saja kakinya kesulitan untuk membawa tubuh Bimo ke arah pintu. "Bimo, aku mohon bertahanlah," bisiknya sambil tertatih membawa tubuh Bimo yang masih terkulai. Darah Bimo tidak berhenti menetes hingga memberi tanda tiap jalan yang mereka lewati. Kali ini, Kalvin benar-benar seperti orang kesetanan. Ia menyiksa Bimo tanpa ampun.Malam ini, Oceana tidak me

  • Racun atau Madu Cinta   11. Menolak

    "Apa kau tidak akan melaporkannya ke polisi?” Oceana mendongakkan kepalanya dan menatap lurus sepasang mata yang sangat tajam. Keringatnya jatuh mengalir melewati pelipis matanya. Dia pun menyisir rambutnya yang lepek dan kusut ke arah belakang. Dengan lirih ia menjawab, “aku tidak akan melakukannya.”“Kenapa? Kau meyakini bahwa itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja? Atau kau meyakini harimau tidak akan memangsa lagi?”“Dia sedang tidak baik-baik saja.”“Bajingan itu?”“Dia bukan bajingan,” jawab Oceana dengan tenggorokannya yang tersekat. Ia tidak yakin dengan omongannya sendiri. Dia sendiri sering menyebut lelakinya seorang bajingan, tapi entah kenapa ia tidak menyukai kata tersebut keluar dari orang lain.“Di depan rumahku, kau ketakutan kehilangan pria idiot itu. Sekarang, kau mengkhawatirkan pria yang telah melakukan hal keji itu pada si pria idiot. sebenarnya apa yang kau inginkan?” tanya Nyai Arumi yang masih berdiri dengan kedua tangan dilipat di dadanya. Rambutnya ya

  • Racun atau Madu Cinta   12. Penuh Kebingungan

    Dalam keadaan terpojok, Oceana tidak bisa berpikir jernih. Ia menekan kuku jempolnya sampai memutih. Kegugupannya tidak bisa terhindari.Sebelum masalah semakin rumit, Nyai Arumi maju. Setelah ia menyaksikan kebodohan Oceana yang berusaha menutupi kejahatan suaminya, Nyai Arumi melangkahkan kaki mendekati mereka sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dokter, bisa kita bicara berdua empat mata?”tanya Nyai Arumi dengan suaranya yang terasa dingin.“Anda siapa?”“Anggap saja saya adalah wali mereka.”“Anggap?” tanyanya lagi dengan keheranan“Anda tidak perlu khawatir, masalah mereka biar saya yang tangani,” ujar Nyai Arumi sambil merogoh sesuatu dari dalam tas kecilnya yang berwarna coklat. Kemudian, ia menyodorkan benda segi panjang ke arah dokter tersebut.Dokter itu meraihnya dengan raut wajah yang masih kebingungan. “Apa ini?”Keningnya mengkerut saat membaca kartu pengenal Nyai Arumi. Sesekali ia memandang wajah Nyai lalu kembali menatap tulisan

  • Racun atau Madu Cinta   13. Situasi yang Aneh

    Saat itu ia berjalan kaki tanpa alas. Tidak peduli kakinya telah penuh luka dan berdarah, ia tetap berlari maju ke depan tanpa melihat ke belakang. Suara yang terus memanggil dan mengejarnya telah menjadi keputusasaan dalam dirinya yang terus berlari.Air mata tak terbendung lagi. Ketakutan ikut berlari mengikuti tiap jejaknya. Oceana melihat sebuah gang kecil dan masuk ke dalamnya. Sebisa mungkin ia tidak terlihat oleh segerombolan pria itu.“Aku mohon. Aku mohon berhenti mengejarku.”Suara segerombolan pria itu tertawa. Mereka berlari dalam keadaaan mabuk. Jadi, tidak begitu cepat mengejar Oceana. Hanya para lelaki itu tidak menyerah dan masih mengikutinya.“Aku kotor, aku kotor. Kalian akan jijik menyentuhku. Aku mohon!” ucapnya dengan isak tangis.“Selama berlari, Oceana masuk ke dalam perkarangan rumah orang asing. Pagar kayu yang tidak dikunci itu, ia segera bersembunyi di balik pohon perkarangan rumah orang asing. Urusan dimarahi oleh pemilik rum

  • Racun atau Madu Cinta   14. Syarat yang tidak wajar

    Sebelum menjelaskan kebingungannya terhadap satpam itu, Oceana menghentikan kalimatnya saat ia melihat sesosok pria sedang berjalan menuju pagar. Kini, ia mengerti mengapa satpam itu mengatakan bahwa Oceana sudah membuat janji dengan Nyai Arumi padahal kedatangannya secara mendadak. Ini dikarenakan ada Kalvin yang telah menemui Nyai Arumi, hingga membuat satpam itu berpikir bahwa Oceana ikut bersama suaminya untuk menemui Nyai Arumi.Melihat ekspresi Kalvin, tampaknya pria bertubuh tinggi itu juga terkejut melihat Oceana yang sedang berdiri di dekat pos satpam.“Kenapa kamu ada di sini?”tanya Kalvin sambil berjalan mendekati Oceana.“Bukankah seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu? Ada urusan apa kamu dengan Nyai Arumi?”“Apa kamu datang ke sini untuk memohon pada wanita tua itu?” tanya Kalvin sambil memnunjuk ke dalam rumah.Oceana bingung apa yang ingin dikatakan suaminya Ia pun memegang tangan Kalvin dan menariknya keluar dari rumah Nyai Arumi agar p

  • Racun atau Madu Cinta   15. Tak Bisa Membantah

    Dia berusaha mencari arti dari sikap Nyai Arumi. Semakin ia cari, semakin sulit ia memahaminya. Oceana berjalan perlahan keluar dari rumah Nyai dengan pikirannya yang begitu rumit seperti benang kusut yang begitu sulit untuk diurai. Oceana turun dari tangga dan melewati air pancur. Meskipun ia sedang berjalan namun pikirannya masih berkelana dengan keputusasaannya untuk mengikuti keinginan Nyai Arumi. Kini, di dalam pikirannya ia bertanya-tanya tentang bagaimana cara ia menghadapi semua itu. Mungkin bagi orang-orang bahwa hal ini adalah hal yang mudah untuk dihadapi. Akan tetapi, bagi Oceana ini sangat berat. Ada begitu banyak ketakutan tentang masa depan dan kebingungannya menghadapi situasi yang baru. Dia tidak terbiasa dengan sesuatu yang menantang dalam hidupnya. Ia tidak tahu cara menghadapinya. Ada begitu banyak kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. “Neng, sudah selesai bertemu Nyai?” tanya satpam itu sambil membukakan pagar untuk Oceana. Oceana yang sedang

  • Racun atau Madu Cinta   16. Kata Terakhir Ayah

    "Kita tidak bisa membawanya bersama kita lagi, aku sudah tidak sanggup," ucapnya sambil menangis."Tetapi kita tidak bisa melepas tanggung jawab begitu saja!"Wanita itu mengusap wajahnya yang sedikit keriput. Ia mengusap air matanya yang terus mengalir. "Aku salah. Aku salah membiarkanmu membawanya ke rumah. Mengurus orang lansia saja susah, apalagi ngurus orang cacat seperti dia." "Sarti! Jaga mulutmu itu!" Wanita yang disebut Sarti itu langsung terdiam. Ia mencekram kedua tangannya dan langsung menunduk saat suaminya yang jarang marah tiba-tiba membentaknya. "Sekarang, lebih baik kita pulang dan membawanya kembali." Pria yang rambutnya sudah memutih itu langsung menarik lengan Bimo, namun hal itu langsung dihentikan oleh wanita tadi. Wanita yang merupakan istrinya pun berteriak. "Sarti! Berhenti berteriak, kau menakutinya!" Bimo ketakutan dan mundur kemudian menutup telinganya. Ia berulang kali memukul telinganya dan gelisah. Pria tua itu langsung berusaha untuk menenangkan Bi

Pinakabagong kabanata

  • Racun atau Madu Cinta   19. Hari Pertama

    Sudah berapa banyak pakaian yang ia keluarkan dari lemarinya hingga membuat kondisi kamar Oceana sangat berantakan. Ia sangat kebingungan harus memakai pakaian seperti apa untuk berangkat bekerja. Ini adalah pertama kalinya ia berkeja selama ia hidup. Mengganti baju dari warna coklat ke merah, merah ke pink, pink ke hitam. Dari gaun selutut ke baju kodok. Baju kodok ke celana lepis dan baju kaos polos. Kebingungan ini tidak ada hentinya. Ia merasa tidak puas dan juga ragu. Apakah pakaian ini pantas untuk berkerja atau pakaian ini terlalu informal untuk bekerja. Berbagai macam pertanyaan yang terus terlintas di pikirannya. Kalvin yang sudah selesai bersiap-siap untuk berangkat kerja, ia pun geleng-geleng kepala dan menghampiri istrinya yang masih sibuk berpose di depan cermin. “Kamu itu hanya jadi pelayan restoran bukan model. Lihatlah kekacauan pagi yang kamu lakukan,”sindir Kalvin yang langsung melempar pantatnya ke atas kasur yang udah dipenuhi pakaian yang berserakan. “Ini pe

  • Racun atau Madu Cinta   18.

    Dia hanya memanggilnya, tetapi Oceana sudah merasa siap mendapatkan hal buruk akan terjadi padanya. Hal buruk yang sudah menjadi kebiasaan yang siap ia hadapi.“Apa kamu sudah memutuskan untuk menjadi karyawan wanita tua itu?” tanya Kalvin yang terus menatapnya dengan penuh seksama. Rasanya ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokannya hingga membuatnya sulit untuk menelan air liurnya. Ada rasa kelegaan suaminya tidak menyadari Oceana mengambil ponsel secara diam-diam, Hanya saja di sisi lain, ketegangan masih terasa karena Kalvin tiba-tiba membahas Nyai Arumi.“Seperti yang aku bilang tadi sore, bukankah dengan adanya aku bekerja, itu dapat membantumu mengatasi keuangan?”Terdengar hembusan kasar dari mulut Kalvin. Pria berjanggut itu meletakkan kamera ke atas meja. Lalu, ia kembali menatap istrinya sambil menggosok-gosok alisnya. “Apa kamu sedang meremehkanku saat ini? Setelah melihat kejadian kemarin, kamu menganggap aku pria lemah yang tidak mampu mengatasi hal tersebut?”“Ti-ti

  • Racun atau Madu Cinta   17. Kekhawatiran

    Suasana yang sangat menegangkan. Semua orang yang ada di sana bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di lorong tersebut. Sebagian ada yang kesal karena telah menganggu keluarganya yang sedang sakit. Sebagian ada yang merasa ketakutan karena takut terjadi sesuatu pada pasien. Ada juga yang takut karena memikirkan pikiran yang liar, seperti halnya Bimo yang mengamuk itu bisa saja sewaktu-waktu menyerang mereka.Ada seorang bapak berkepala botak setengah mencoba untuk mendekati Bimo yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.“Hei, nak! Berhenti lakukan itu, kepalamu sudah mengeluarkan banyak darah!”teriak Bapak tersebut. “Hei! Siapapun bantu saya hentikan dia! Di mana perawat? Perawatnya mana nih!”Ada seorang pemuda lainnya yang memiliki jenggot tipis perlahan-lahan mendekati dan mencoba membantu Bapak botak itu. Melihat aksi anak muda itu, barulah dua orang lainnya maju untuk menolong dan menghentikan kegilaan Bimo.Trauma

  • Racun atau Madu Cinta   16. Kata Terakhir Ayah

    "Kita tidak bisa membawanya bersama kita lagi, aku sudah tidak sanggup," ucapnya sambil menangis."Tetapi kita tidak bisa melepas tanggung jawab begitu saja!"Wanita itu mengusap wajahnya yang sedikit keriput. Ia mengusap air matanya yang terus mengalir. "Aku salah. Aku salah membiarkanmu membawanya ke rumah. Mengurus orang lansia saja susah, apalagi ngurus orang cacat seperti dia." "Sarti! Jaga mulutmu itu!" Wanita yang disebut Sarti itu langsung terdiam. Ia mencekram kedua tangannya dan langsung menunduk saat suaminya yang jarang marah tiba-tiba membentaknya. "Sekarang, lebih baik kita pulang dan membawanya kembali." Pria yang rambutnya sudah memutih itu langsung menarik lengan Bimo, namun hal itu langsung dihentikan oleh wanita tadi. Wanita yang merupakan istrinya pun berteriak. "Sarti! Berhenti berteriak, kau menakutinya!" Bimo ketakutan dan mundur kemudian menutup telinganya. Ia berulang kali memukul telinganya dan gelisah. Pria tua itu langsung berusaha untuk menenangkan Bi

  • Racun atau Madu Cinta   15. Tak Bisa Membantah

    Dia berusaha mencari arti dari sikap Nyai Arumi. Semakin ia cari, semakin sulit ia memahaminya. Oceana berjalan perlahan keluar dari rumah Nyai dengan pikirannya yang begitu rumit seperti benang kusut yang begitu sulit untuk diurai. Oceana turun dari tangga dan melewati air pancur. Meskipun ia sedang berjalan namun pikirannya masih berkelana dengan keputusasaannya untuk mengikuti keinginan Nyai Arumi. Kini, di dalam pikirannya ia bertanya-tanya tentang bagaimana cara ia menghadapi semua itu. Mungkin bagi orang-orang bahwa hal ini adalah hal yang mudah untuk dihadapi. Akan tetapi, bagi Oceana ini sangat berat. Ada begitu banyak ketakutan tentang masa depan dan kebingungannya menghadapi situasi yang baru. Dia tidak terbiasa dengan sesuatu yang menantang dalam hidupnya. Ia tidak tahu cara menghadapinya. Ada begitu banyak kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. “Neng, sudah selesai bertemu Nyai?” tanya satpam itu sambil membukakan pagar untuk Oceana. Oceana yang sedang

  • Racun atau Madu Cinta   14. Syarat yang tidak wajar

    Sebelum menjelaskan kebingungannya terhadap satpam itu, Oceana menghentikan kalimatnya saat ia melihat sesosok pria sedang berjalan menuju pagar. Kini, ia mengerti mengapa satpam itu mengatakan bahwa Oceana sudah membuat janji dengan Nyai Arumi padahal kedatangannya secara mendadak. Ini dikarenakan ada Kalvin yang telah menemui Nyai Arumi, hingga membuat satpam itu berpikir bahwa Oceana ikut bersama suaminya untuk menemui Nyai Arumi.Melihat ekspresi Kalvin, tampaknya pria bertubuh tinggi itu juga terkejut melihat Oceana yang sedang berdiri di dekat pos satpam.“Kenapa kamu ada di sini?”tanya Kalvin sambil berjalan mendekati Oceana.“Bukankah seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu? Ada urusan apa kamu dengan Nyai Arumi?”“Apa kamu datang ke sini untuk memohon pada wanita tua itu?” tanya Kalvin sambil memnunjuk ke dalam rumah.Oceana bingung apa yang ingin dikatakan suaminya Ia pun memegang tangan Kalvin dan menariknya keluar dari rumah Nyai Arumi agar p

  • Racun atau Madu Cinta   13. Situasi yang Aneh

    Saat itu ia berjalan kaki tanpa alas. Tidak peduli kakinya telah penuh luka dan berdarah, ia tetap berlari maju ke depan tanpa melihat ke belakang. Suara yang terus memanggil dan mengejarnya telah menjadi keputusasaan dalam dirinya yang terus berlari.Air mata tak terbendung lagi. Ketakutan ikut berlari mengikuti tiap jejaknya. Oceana melihat sebuah gang kecil dan masuk ke dalamnya. Sebisa mungkin ia tidak terlihat oleh segerombolan pria itu.“Aku mohon. Aku mohon berhenti mengejarku.”Suara segerombolan pria itu tertawa. Mereka berlari dalam keadaaan mabuk. Jadi, tidak begitu cepat mengejar Oceana. Hanya para lelaki itu tidak menyerah dan masih mengikutinya.“Aku kotor, aku kotor. Kalian akan jijik menyentuhku. Aku mohon!” ucapnya dengan isak tangis.“Selama berlari, Oceana masuk ke dalam perkarangan rumah orang asing. Pagar kayu yang tidak dikunci itu, ia segera bersembunyi di balik pohon perkarangan rumah orang asing. Urusan dimarahi oleh pemilik rum

  • Racun atau Madu Cinta   12. Penuh Kebingungan

    Dalam keadaan terpojok, Oceana tidak bisa berpikir jernih. Ia menekan kuku jempolnya sampai memutih. Kegugupannya tidak bisa terhindari.Sebelum masalah semakin rumit, Nyai Arumi maju. Setelah ia menyaksikan kebodohan Oceana yang berusaha menutupi kejahatan suaminya, Nyai Arumi melangkahkan kaki mendekati mereka sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.“Dokter, bisa kita bicara berdua empat mata?”tanya Nyai Arumi dengan suaranya yang terasa dingin.“Anda siapa?”“Anggap saja saya adalah wali mereka.”“Anggap?” tanyanya lagi dengan keheranan“Anda tidak perlu khawatir, masalah mereka biar saya yang tangani,” ujar Nyai Arumi sambil merogoh sesuatu dari dalam tas kecilnya yang berwarna coklat. Kemudian, ia menyodorkan benda segi panjang ke arah dokter tersebut.Dokter itu meraihnya dengan raut wajah yang masih kebingungan. “Apa ini?”Keningnya mengkerut saat membaca kartu pengenal Nyai Arumi. Sesekali ia memandang wajah Nyai lalu kembali menatap tulisan

  • Racun atau Madu Cinta   11. Menolak

    "Apa kau tidak akan melaporkannya ke polisi?” Oceana mendongakkan kepalanya dan menatap lurus sepasang mata yang sangat tajam. Keringatnya jatuh mengalir melewati pelipis matanya. Dia pun menyisir rambutnya yang lepek dan kusut ke arah belakang. Dengan lirih ia menjawab, “aku tidak akan melakukannya.”“Kenapa? Kau meyakini bahwa itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja? Atau kau meyakini harimau tidak akan memangsa lagi?”“Dia sedang tidak baik-baik saja.”“Bajingan itu?”“Dia bukan bajingan,” jawab Oceana dengan tenggorokannya yang tersekat. Ia tidak yakin dengan omongannya sendiri. Dia sendiri sering menyebut lelakinya seorang bajingan, tapi entah kenapa ia tidak menyukai kata tersebut keluar dari orang lain.“Di depan rumahku, kau ketakutan kehilangan pria idiot itu. Sekarang, kau mengkhawatirkan pria yang telah melakukan hal keji itu pada si pria idiot. sebenarnya apa yang kau inginkan?” tanya Nyai Arumi yang masih berdiri dengan kedua tangan dilipat di dadanya. Rambutnya ya

DMCA.com Protection Status