Semua Bab Harga Diri Seorang Wanita: Bab 11 - Bab 20

70 Bab

Bab 11 . Menjenguk Tuan Besar Kim

Jenna langsung memundurkan kepalanya. Sentuhan ringan itu, cukup membuat rasa sakit memarnya itu, kembali berdenyut. "A-Aku tidak hati-hati saat berjalan," jelas Jenna asal. Logan menurunkan tangannya dan mundur satu langkah. Untuk sesaat hanya diam dan menatap ke arah Jenna. "Kamu baik-baik saja?" tanya Logan. Jenna mengangguk. Logan Kim mengenal Jenna, sejak 5 tahun yang lalu. Sejak Jenna mulai bekerja di King Company. Pertemuan mereka hanya beberapa kali dalam satu tahun, saat ia kembali ke negara ini. Namun selama pertemuan itu, Logan tahu Jenna adalah wanita dengan kepribadian yang baik. Hanya saja, siapa sangka wanita itu berakhir menjadi menantu saudara angkatnya. "Apakah Tuan hendak ke rumah sakit?" tanya Jenna langsung. Ia benar-benar cemas akan keadaan ayah mertuanya. "Kamu ingin pergi menjenguk?" tanya Logan. Ia baru saja kembali dari rumah sakit, untuk menyimpan berkas yang telah d
Baca selengkapnya

Bab 12 . Status Sosial yang Berbeda Jauh

Jenna kembali menatap wajah pucat, ayah mertuanya itu. Kembali mengucapkan doa, di dalam hati. Ia amat berharap Tuan Besar Kim segera pulih. "Pulanglah! Supir keluarga akan mengantar dirimu. Ada yang perlu aku bahas dengan Logan," ujar Nyonya Besar Kim, yang tidak ingin Logan kembali berduaan dengan menantu kampungan itu. "Aku lelah. Aku akan kembali ke hotel, setelah mengantar Jenna kembali ke kediaman. Kamu bisa mengirim pesan, jika ada yang ingin dibicarakan," ujar Logan dingin. Raut wajah Nyonya Besar Kim, langsung berubah begitu buruk. Namun, ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. "Aku yang akan mengantar istriku!" tegas Leonel dan menggandeng tangan Jenna, menariknya cukup kasar dan berjalan keluar dari ruang rawat. Jenna harus berlari kecil, untuk menyamakan langkahnya dengan Leonel. Beruntung di depan kamar rawat, sahabat suaminya tidak lagi berada di sana. Leonel berjalan menyusuri kor
Baca selengkapnya

Bab 13 . Hanya Tanggung Jawab

Rosa mengangkat wajah, menengadah menatap Logan Kim. Pria tampan yang mampu menggetarkan hati, serta tubuhnya. Dengan berlinang air mata, Rosa menggigit bibir bawahnya, menggoda.  "A-Aku amat sedih. Aku tidak tahu, apakah suamiku dapat bertahan atau tidak. Tidak dapat dibayangkan jika ia pergi meninggalkan diriku, sendirian di usia masih begitu muda," ujar Rosa di sela isak tangisan palsunya. Ia berharap, Logan akan menghiburnya, dengan mengatakan bahwa ia akan menemukan pria baik lainnya.  Namun, jawaban Logan langsung membuat tangisan palsu Rosa, berhenti.  "Operasinya berhasil! Lagipula, ini bukan pertama kali bagi saudaraku itu melakukan operasi jantung. Apakah kamu berharap ia segera mati?" ujar Logan dingin. Tangisannya berhenti dan Rosa langsung menegakkan punggung, belum melepaskan pelukannya pada tubuh kekar dan hangat itu. Walaupun kesal, Rosa tidak ingin momen ini segera berlalu.  "Tidakkah kamu terlalu kasar?" t
Baca selengkapnya

Bab 14 . Bukan Panti Sosial

Turun ke lantai bawah untuk sarapan, walaupun sama sekali tidak merasa lapar. Namun, ia harus makan demi bayi dalam kandungannya. Melangkah masuk ke ruang makan, Jenna disambut oleh tatapan menghina dari sang ibu mertua dan iparnya. "Selamat pagi," sapa Jenna, sebagai bentuk sopan santun. Rosa menatap menantunya itu dengan mendelik. Ia tidak suka melihat wanita kampungan itu, sebab membuat selera makannya menguap. "Bagaimana kamu bisa meminta Logan membawamu ke rumah sakit, kemarin malam?" tanya Rosa, cemburu. Ia mengira semua wanita sama seperti dirinya, yang selalu mencoba segala cara untuk menarik perhatian lawan jenis. Jenna yang baru duduk di kursi, mengangkat wajah dan menatap ibu mertuanya itu."Aku hanya memintanya saja," jawab Jenna, apa adanya. Pelayan mulai menyajikan sarapan sehat untuk Jenna, sebab ia sedang hamil. Jenna yakin, menu sehat ini adalah ide Yura. Sebab, dalam keluarga ini y
Baca selengkapnya

Bab 15 . Perlakuan Buruk

"Bukankah kamu terlalu kasar?" tanya Rosa, pura-pura prihatin. Padahal, di dalam hati Rosa bersorak gembira. Leonel tidak menjawab dan meneguk kopi panas yang telah disajikan. Lulu tersenyum puas, ia bangga dengan kelakuan kurang ajarnya itu. Ia merasa berhak, dengan status sosial yang lebih tinggi dari istri abang tirinya itu. Belum lagi, Leonel sama sekali tidak keberatan, seakan memberikan izin bagi mereka untuk bertindak kasar terhadap Jenna. Jenna kembali ke kamar dan duduk di sisi ranjang, tempat yang paling sering ditempatinya, semenjak masuk ke dalam kediaman Keluarga Kim. Kedua tangannya diletakkan di atas pangkuan, terkepal erat. Menarik dan membuang napas, beberapa kali. Berharap, tindakan itu dapat menenangkan perasannya yang hancur. Semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja. Kata-kata tersebut, terulang terus di benaknya, itu yang dilakukan Jenna untuk menghibur dirinya sendiri. Selama ini, tempat untuk m
Baca selengkapnya

Bab 16 . Gunakan Otakmu!

Jenna menengadah dan menatap ke arah tukang kebun Keluarga Kim, Paman Bong. "Ya, Paman," jawab Jenna, yang langsung berdiri dari duduknya. Sedari kecil sang nenek selalu menekankan, agar memperhatikan sopan santun."Duduklah, Nyonya," ujar Paman Bong yang merasa segan, melihat Jenna berdiri hanya untuk berbicara dengannya. "Tidak apa-apa, Paman. Aku sudah terlalu lama duduk. Jadi, berdiri sebentar akan membuat tubuhku tidak kaku," balas Jenna, yang tahu Paman Bong merasa segan terhadapnya. "Ada apa, Paman?" tanya Jenna kembali. "Ehm, Paman ingin meminta bantuan Nyonya," jawab Paman Bong, sambil menundukkan kepala, berpikir apakah tindakannya ini tepat atau tidak. "Katakan, Paman. Jika aku bisa, maka pasti akan membantu," jawab Jenna. Ya, ia akan dengan senang hati membantu pria tua itu. "Hari ini banyak bibit bunga yang harus ditanam. Namun, punggung Paman keseleo dan sulit untuk membungkuk. Bisakah
Baca selengkapnya

Bab 17 . Tidak Lagi Merasa Cemburu

Kembali ke kediaman Kim.  Jenna tidak lagi berencana bertemu dengan ibu mertua, maupun iparnya itu. Jadi, ia lebih memilih melewati jam makan, baru kemudian turun ke lantai bawah, setelah semua orang selesai makan.  Turun perlahan, layaknya seorang pencuri. Waktu makan siang sudah berlalu sekitar satu jam, barulah Jenna pergi ke ruang makan. Namun, tidak lagi ada makanan di atas meja makan. Jenna kemudian berjalan ke arah dapur dan bertanya kepada pelayan yang ada di sana.  "Apakah masih ada lauk? Aku hendak makan siang," tanya Jenna.  Pelayan itu berbalik dan menatap Jenna dengan wajah enggan. Tidak ada pelayan waras, yang ingin terlibat dengan Nyonya baru itu. Nyonya baru itu dibenci oleh Nyonya Besar mereka dan mereka tentu tidak ingin terlibat masalah, karena wanita hamil itu.  "Nyonya Besar, memerintahkan untuk membuang semua lauk sisa," jawab pelayan itu, kemudian segera berbalik dan meninggalkan dapur.&n
Baca selengkapnya

Bab 18 . Masalah Langsung Menghampiri

Perusahaan Logan Company, berada di tengah kota dengan gedung yang cukup besar dan tinggi. Ruang kerjanya sendiri berada di lantai paling atas, yaitu lantai 18.Walau masih kalah megah dari gedung perusahaan King Company, milik sang kakak, tetapi Logan sama sekali tidak merasa berkecil hati. Sebab, semua ini diperoleh dari jerih payahnya sendiri. Logan tidak sendirian di ruang kerja, putrinya, Anastasya berada dalam gendongan. Gadis kecil berusia 3 tahun, dengan tubuh yang sedikit berisi, terlelap di dalam gendongan sang ayah yang begitu hangat. Wajah bulat dan merona, bersandar pada bahu bidang, Logan. Logan sendiri menatap jauh ke depan dinding kaca, tetapi dengan pikiran yang melayang jauh. Perjuangannya untuk mencapai titik ini, tidaklah mudah. Segala intimidasi dari para tetua Keluarga Kim, pernah didapatnya dan beruntung, amarah yang timbul, memacunya agar menjadi orang sukses. Bekerja tanpa mengenal waktu dan dengan i
Baca selengkapnya

Bab 19 . Belajar Untuk Tidak Peduli

"Aku akan memastikan kamu diceraikan Leonel dan didepak keluar dari rumah ini! Aku muak melihat wajahmu!" maki Rosa, tepat di depan wajah Jenna. Kemudian, ibu mertuanya berbalik dan meninggalkan Jenna sendirian, di koridor. Jenna bersandar di dinding dan menyentuh wajahnya. Memejamkan mata dan berusaha mengendalikan diri. Saat itulah, ada rasa sakit pada bagian bawah perutnya. Perutnya kram. Mengabaikan perasaannya yang begitu buruk, Jenna berjalan dan masuk ke dalam kamar. Kemudian, merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan mata dan mengatur napasnya. Jenna yakin keram perut yang dirasakan karena suasana hatinya begitu buruk. Tidak tahu merebahkan diri berapa lama, akhirnya rasa sakit itu menghilang dan Jenna pun, turun dari ranjang. Hari-hari kembali berlalu dengan lambat. Jenna sudah tidak berbicara apa pun dengan Leonel. Pria itu juga tidak bertanya apa pun mengenai kehamilannya. Tidak ada yang bertanya, kecuali Tuan Besa
Baca selengkapnya

Bab 20 . Penyesalan

Mobil kembali melaju, tetapi putar balik dan menuju ke panti. Jenna hanya bisa menangis. Hatinya begitu hancur, jika saja ia sering menjenguk sang nenek maka tidak ada penyesalan seperti ini. Tiga bulan, ya Jenna memiliki waktu tiga bulan untuk bertemu dengan sang nenek, tetapi ia memilih menghindar, hanya karena masalah tinggal bersama. Ia yakin jika dijelaskan kepada sang nenek, maka beliau akan mengerti. Andai saja. Andai saja. Tiba di panti, Jenna langsung berlari ke dalam. Yura sibuk menelepon, ia tidak dapat menghubungi Tuan Besar Kim, karena beliau sedang dalam perawatan intensif. Jadi, Yura menghubungi Leonel Kim, suami dari Nyonya nya itu. "Halo, Tuan."[Ada apa?]"Nenek dari Nyonya Jenna, meninggal dunia. Saat ini, kami berada di panti."Leonel diam sesaat. [Urus, apa yang perlu diurus!]Lalu, panggilan diputus. Di dalam kamar. Jenna berlutut di samping ranjang, tempat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status