Home / Romansa / Penguasa Negeri Jin / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Penguasa Negeri Jin: Chapter 41 - Chapter 50

571 Chapters

40. Pedang Sakti di kerahkan

Mendengar riwayat yang dituturkan Maithatarun Bintang dan kawan-kawannya jadi terdiam untuk beberapa lama. Namun begitu mereka ingat nasib mereka sendiri, ketiganya kembali menjadi gelisah. “Sobatku Maithatarun...” akhirnya Bintang membuka mulut. “Kau sudah bisa mengira-ngira siapa yang mencelakaimu sampai jadi begini?”“Siapa lagi kalau bukan Zalanbur si keparat itu! Tapi dia tidak bekerja sendirian. Pasti ada yang membantu. Kesaktiannya tidak sampai pada kemampuan untuk mencelakai diriku seperti ini.”“Kau juga tahu siapa yang membantunya?” Bayu ganti bertanya.“Di Kota Jin hanya satu orang yang mampu berbuat sejahat ini! Seorang dukun durjana dikenal dengan nama Jin Santet Laknat! Aku bersumpah untuk membunuhnya!”“Sahabat Maithatarun, melihat keadaan dirimu sudah berapa lama kau dipendam di tempat ini?” Arya ikut bertanya. Sampai saat itu dia lebih banyak memejamkan mata. Takut pa
last updateLast Updated : 2022-01-20
Read more

41. Harimau Putih Perkasa

Bintang terpekik. Tubuhnya terpental sampai tiga tombak. Pedang Pilar Bumi lepas dari pegangannya. Mukanya seputih kertas.“Hai! sobatku! Apa kataku. Kau tidak berhasil!” berucap Maithatarun.Bintang merasa sangat malu. Cepat-cepat dia ambil pedangnya kembali. Ketika dia memandang ke arah rantai, pemuda ini jadi kaget. “Lihat, hantaman Pedang telah meretakkan satu mata rantai!”“Hai! sobatku, jangan terlalu gembira. Sebelum kau bisa memutus salah satu mata rantai, senjatamu itu mungkin sudah hancur dan tanganmu sudah tanggal dari persendian! Jangan keliwat memaksa. Biar para Dewa dan para Dewi yang menolongku!”“Aku belum menyerah!” kata Bintang seraya simpan Pedang Pilar Bumi di balik pinggang pakaiannya.“Apalagi yang hendak kau lakukan Bintang?” tanya Arya. Bintang tak menjawab. Dia tegak dengan kaki terkembang di depan rantai besi. Mulutnya tertutup rapat.Zzgggghhh.....! Zzgggg
last updateLast Updated : 2022-01-20
Read more

42. Bola - Bola Neraka

Harimau berbulu putih itu gelengkan kepalanya. Seolah mau mengatakan bahwa dia tidak mampu membebaskan sepasang kaki Maithatarun yang dipendam dalam bola batu! Panglima Yudha mendongak ke langit lalu mengaum panjang. Perlahan-lahan tubuhnya mengecil kembali. Bintang segera melompat mendekati Panglima Yudha. Tangan kiri mengusap kuduk binatang itu tangan kanan menyeka lelehan darah.''Panglima Yudha. Aku tidak berkecil hati dan jangan kau kecewa. Kau telah berusaha keras hingga mengeluarkan darah dari mulutmu. Walau kau tidak dapat menghancurkan batu itu tapi kau telah menolong Maithatarun dari pendaman yang membuatnya menderita selama puluhan hari. Aku berterima kasih. Maithatarun juga pasti sangat berterima kasih”Panglima Yudha kedip-kedipkan matanya seolah mengerti apa yang diucapkan Bintang. Tiba-tiba satu tangan besar menyambar sosok Panglima Yudha. Maithatarun mengangkat binatang ini ke atas, didekatkan ke mukanya. “Makhluk kecil berbentuk harimau put
last updateLast Updated : 2022-01-21
Read more

43. Dalam Bahaya

Selama 180 hari lebih sepasang kaki Maithatarun telah dipendam dalam batu. Selama itu pula dia tidak pernah berjalan melangkahkan kaki. Kini kakinya bebas, tapi masih terpendam dalam dua bola batu. Sanggupkah dia menggerakkan kakinya dan berjalan. Maithatarun sesaat merasa cemas. Dengan menabahkan hati disertai pengerahan tenaga, dia angkat kaki kanannya keluar dari lubang di tanah. Terasa sangat berat. Dia kerahkan lagi tenaga lebih besar. Keringat memercik di muka dan tengkuknya. Otot-ototnya melembung bergetar. Perlahan-lahan bola-bola batu itu bergerak sedikit. Maithatarun genggamkan lima jari tangan kanannya lalu berteriak keras. “Dukkk!” Batu besar yang membungkus kaki kanan Maithatarun keluar dari lubang dan menghunjam di tanah. Tanah bergetar hebat. Pohon-pohon bergoyangan. Untuk kedua kalinya Maithatarun berteriak sambil mengerahkan tenaga. “Dukkkk!” Seperti kaki kanan tadi kaki kiri juga mampu dikeluarkannya dari dalam lubang.
last updateLast Updated : 2022-01-21
Read more

44. Fitnah Keji

LELAKI di sebelah depan yang mengenakan destar tinggi warna hitam terbuat dari sejenis kulit kayu meludah ke tanah. “Dasar manusia bodoh! Setelah membunuh keponakanku kau masih bisa berkata tidak mencari lantai terjungkat! Menuduh kami memfitnah!”“Hai! Pasalut, Pamanda, Ruhrinjani istri yang kucintai! Perihnya hati dan jiwa akibat kematian istri masih belum terobati! Bagaimana tega-teganya kau menuduhku membunuh Ruhrinjani?!” ujar Maithatarun dengan sikap tetap tenang walau telinganya panas mendengar ucapan orang.“Jin jahanam! Jangan kau berani bermanis mulut! Aku punya, saksi yang melihat kau membunuh Ruhrinjani keponakanku! Mayatnya kau lemparkan ke dalam jurang di sisi Bukit Batu Tunggal!”“Kau boleh punya seribu saksi Pasalut Pamanda, tapi aku punya saksi para Dewa dan Dewi!”“Kurang ajar! Berani-beraninya kau membawa-bawa nama Dewa dan Dewi!” bentak orang bernama Pasalut.“Aku
last updateLast Updated : 2022-01-22
Read more

45. Jin Ular

Tubuhnya mencelat sampai tiga tombak. Untuk beberapa lama dia menggeliat-geliat di tanah lalu merangkak mendekati Maithatarun. Mukanya seperti setan. Dari mulutnya keluar buih berwarna kehijauan, Mukanya tiba-tiba berubah menjadi muka seekor ular kepala hijau. Perlahan-lahan tubuhnya ikut berubah menjadi tubuh ular.“Jin Ular Siluman!” teriak Maithatarun tegang. Dia memang pernah mendengar kalau paman Ruhrinjani ini memiliki semacam ilmu yang bisa merubah dirinya menjadi ular besar berwarna hijau. Namun baru sekali ini dia menyaksikan sendiri.Di hadapan Maithatarun ular hijau bergerak secara aneh. Binatang ini tidak melata di tanah melainkan, tegak lurus di atas ekornya yang laksana besi dipancang. Didahului desisan keras dan semburan racun berwarna hijau, sosok Pasalut yang telah jadi ular itu melesat ke depan. Kepala mematuk ke arah leher sedang bagian tubuh berusaha menggelung sementara ujung ekor tetap tegak di tanah dan mampu bergerak cepat kian kemar
last updateLast Updated : 2022-01-22
Read more

46. Menuju ke Kota Jin

Raberang dan Sakasat ketakutan setengah mati melihat apa yang terjadi. Tidak menunggu lebih lama keduanya segera menghambur kabur. Namun Maithatarun lebih dulu melesat memotong jalan sambil kaki kirinya menendang.“Praaakkk!”Korban kedua jatuh. Raberang terlempar dan melingkar di tanah dengan kepala pecah! Hancuran kepala dan darahnya muncrat ke arah Sakasat. Pemuda ini menjerit ngeri setengah mati. Suara jeritannya lenyap begitu sepuluh jari tangan Maithatarun tahu-tahu telah mencekiknya. Dengan lidah terjulur dan mata mendelik Sakasat meratap.“Maithatarun... Jangan.. jangan bunuh diriku. Aku... aku tidak ada perselisihan denganmu. Ampuni diriku”Maithatarun meludah ke tanah. Mukanya mengerenyit karena tiba-tiba ada rasa sakit mencucuk di punggungnya yang terkena patukan Jin Ular Siluman.“Sekarang meratap kau Sakasat! Tadi bicaramu segarang anjing! Tapi aku Maithatarun mau saja mengampuni dirimu! Pergi ke Kota Jin.
last updateLast Updated : 2022-01-23
Read more

47. Kepala Kota Jin

Kuda berkaki enam itu lari menggemuruh cepat sekali. Menjelang pagi Maithatarun berharap dia sudah sampai di Kota Jin. Di dalam kocek jerami Bintang, Bayu dan Arya bergelung tergoncang-goncang. Karena keletihan ketiga orang itu akhirnya tertidur pulas. Pagi hari begitu sinar sang surya menembus dinding kocek yang terbuat dari jerami ketiganya terbangun.Maithatarun masih terus memacu kudanya. Bintang dan Bayu mendorong penutup kocek ke atas lalu menjengukkan kepala. Begitu memandang ke luar keduanya langsung jatuh terduduk. Bukan saja karena gamang tapi juga ngeri. Mereka melihat pohon-pohon raksasa seperti terbang bergerak cepat ke arah berlawanan dari lari kuda kaki enam yang ditunggangi Maithatarun.Di satu lereng bukit Maithatarun perlambat lari kudanya. Bintang dan Bayu kembali beranikan diri mengintai. Jauh di bawah sana mereka melihat, sebuah lembah lalu satu kawasan pemukiman yang cukup luas.“Mungkin itu Kota Jin, tujuan Maithatarun...” kata
last updateLast Updated : 2022-01-23
Read more

48. Di Hadang

Maithatarun tersenyum walau telinganya mendadak menjadi panas. “Sejak kapan, pemuda itu menjadi Kepala Negeri. Siapa yang mengangkatnya...?”“Sejak beberapa bulan lalu. Penduduk yang mengangkatnya. Selain masih muda dan cakap Zalanbur memiliki ilmu silat dan kepandaian tinggi!”“Kalian semua kerabat tahu kalau aku adalah Kepala Kota Jin. Kalian melihat aku segar bugar dan masih hidup! Selama Kepala Negeri masih hidup apakah ada adat dan aturan di Kota Jin seseorang lain dijadikan Kepala Negeri?”“Menurut Zalanbur kau sudah tewas sekitar enam kali bulan purnama lalu.”“Patole.... Patole,” kata Maithatarun sambil geleng-geleng kepala. “Apa kau dan lima kerabat sudah pada buta? Dengan siapa saat ini kalian berhadapan?!”Patole menjawab. “Yang kami lihat memang sosok kasar Maithatarun, bekas Kepala Kota Jin. Tapi kami tidak tahu apakah ini benar jazad hidupnya atau rohnya yan
last updateLast Updated : 2022-01-24
Read more

49. Tak Tau Di Untung

Gebrakan Maithatarun tidak sampai di situ saja. Sambil melayang turun kaki kirinya ditendangkan ke arah kepala salah seekor kadal raksasa yang tengah menyerang kudanya.“Praaaakkk!”Kepala kadal raksasa hancur. Darah dan isi kepalanya bermuncratan. Tapi sosok tubuhnya masih tegak berdiri. Malah buntutnya tiba-tiba menggelepar ke atas. Maithatarun berseru kaget tak menyangka. Ujung ekor kadal yang tertutup sirip-sirip tebal setajam pisau menyambar lambungnya, “Craaasss!”Darah mengucur dari perut sebelah kanan Maithatarun. Masih untung dia berlaku cepat, melompat ketika ekor kadal raksasa menghantam hingga lukanya tak cukup dalam dan tidak berbahaya, Di dalam kocek jerami, Bintang dan dua kawannya terhenyak dengan muka putih. Kalau sambaran ekor tadi sempat menghantam kocek di mana mereka berada, tak bisa dibayangkan apa yang terjadi.“Kerabat Patole, aku masih menganggapmu sebagai sahabat. Bawa tiga temanmu. Tinggalkan segera
last updateLast Updated : 2022-01-24
Read more
PREV
1
...
34567
...
58
DMCA.com Protection Status