Seluruh kamar terlihat berantakan, bahkan lantai yang di penuhi dengan pecahan vas adalah pemandangan yang paling menyita perhatian. Di tengah keremang – remangan kamarnya, Pevita mencengkeram buku jemarinya. Ia marah, kesal, tapi juga sedih secara bersamaan. Raka pergi meninggalkannya, di pertunangan mereka. Bahkan setelah babak belur pun, Raka tetap nekat untuk pergi. Pevita mendengar pintu di ketuk. Lebih tepatnya di gedor. Itu pastilah ayah atau ibunya yang khawatir terhadap kondisi puterinya. “Pevita... sayang.... “ rayu suara yang lemah lembut itu, “Kamu bisa keluar sebentar? Mommy sangat khawatir,” bujuk wanita bersanggul rapi yang memasang tampang khawatir.
Read more