Home / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Gadis Penari Sang Presdir: Chapter 101 - Chapter 110

298 Chapters

101. Kisah Istri Yang Malang

Tiga hari sebelum percakapan Anna dan Thomas di meja makan, Lucio Spencer sedang terlibat percakapan serius bersama Sergio. Satu-satunya pria yang bisa dipercayainya di rumah itu. Pria berusia nyaris lima puluh yang merawatnya sejak dia menjadi pesakitan di kursi roda. “Sir, maafkan berita buruk yang akan kusampaikan. Tapi sepertinya Anda telah salah mengenali Thomas. Selama ini dia tak mencari putri Anda untuk ditemukan. Hal yang paling jelas dilakukannya adalah mendesak pengacara keluarga Anda untuk mengeluarkan daftar pembagian harta. Aku juga mendengar kalau Thomas meminta seseorang di telepon untuk datang ke Indonesia dan menyingkirkan adiknya.” “Tunggu—tunggu. Kau membuatku bingung, Sergio. Oh, Tuhan.” Lucio mengusap wajahnya dengan panik dan wajahnya seketika pucat. “Apa kau tak salah? Thomas anak yang baik, Sergio. Dia selalu menjadi anak yang baik.” “Aku mendengarn
Read more

102. Menyongsong Kenyataan

Lucio Spencer membiarkan Anna menangis beberapa saat. Pria itu menepuk-nepuk pundak Anna dengan lembut seraya berpikir kesalahan apa yang telah dibuat Thomas sampai membuat ibu dari anak-anaknya menangis. Apa kesalahan sama seperti yang dilakukannya dulu? “Ceritakan padaku, Anna.” Lucio memandang menantunya dengan sorot tak berdaya. Dia tahu hanya bisa menenangkan kegundahan Anna dengan mendengarkan cerita wanita itu. Selebihnya dia mungkin tak bisa melakukan apa-apa. Anna menarik napas dan menghapus air matanya. “Rasanya tak mungkin aku menceritakan dugaanku padamu, Dad. Kurasa akan sangat memalukan buatku dan Thomas. Saat ini aku hanya ingin memastikan kebenarannya. Tapi kurasa … aku tak tau harus berbuat apa setelahnya. Aku memiliki dua orang anak yang begitu menyayangi ayahnya.” Anna kembali menangis. Lucio diam dan mengambil kesimpulan sendiri bahwa Thomas sudah berselingkuh dari istri
Read more

103. Pengkhianatan Thomas

“Mobilku sudah ketinggalan zaman. Kemarin aku perlu waktu lama untuk menyalakannya,” ucap Danielle seraya menyelipkan kedua tangannya di bawah lengan Thomas yang bertumpu di atas bantal. “Mobil itu masih tergolong baru. Belakangan kau sangat cerewet. Padahal aku sudah memberimu semua yang kau minta. Apa ini salah satu caramu agar aku bosan dan mencampakkanmu?” tanya Thomas tanpa menoleh. “Aku hanya meminta mobil baru. Bukan minta dinikahi, Thomas. Kau tak ingin mendengar kata-kata cinta, setidaknya dengarlah keluhanku.” “Jangan bicarakan kata cinta, Danielle. Aku sudah tidak bisa untuk itu. Kamu memuaskanku, aku memuaskanmu. Kita berbagi kepuasan dari fantasi yang memang kita sukai. Aku memberimu semuanya, kecuali pernikahan. Aku minta maaf. Aku menyayangi anak-anakku,” kata Thomas santai. “Kau memang tidak mencintaiku,” kata Danielle.
Read more

104. Keputusan Anna

“Lepaskan aku, Thomas! Kau baru bercinta dengan perempuan itu. Jangan sentuh aku!” jerit Anna.   Thomas mencampakkan Anna ke ranjang. Merampas tas wanita itu dan menyingkirkannya.   “Kau mau tau ada apa dengan diriku? Tapi setiap aku meminta hal yang ku rasa sedikit aneh, kau menolaknya mentah-mentah. Kau mengernyit jijik padaku. Sekarang kau menangis karena aku selingkuh?” pekik Thomas, mencengkeram rahang Anna yang ditindihnya.   Anna menangis dan mendorong tubuh Thomas menjauh. “Jangan sentuh aku! Jangan sentuh aku!” raung Anna, menendangkan kakinya agar Thomas menjauh. Namun, usahanya sia-sia. Tubuh Thomas terlalu tegap untuk disingkirkan.   Satu tangan Thomas mencengkeram rahang istrinya, dan satu tangan lainnya menyingkap rok yang dikenakan wanita itu sampai ke pinggang.   “Aku tidak mau, Thomas. Lepaskan aku. Jangan sentuh aku lagi. Aku tidak mau lagi, Thomas. Aku tidak ma
Read more

105. Kenyataan Yang Tersimpan

Kemarin, saat Jorge Saverin menghubunginya, Ramos sempat bingung. Selama ini dia menjadi narahubung untuk segala hal yang terjadi Sao Paulo dan meneruskannya pada Roy. Semua hal itu menyangkut soal proyek dan segala sesuatu soal Thomas. Biasanya dia dan Roy bertelepon cukup sering, namun sepertinya akhir-akhir ini Presdir The Smith’s Project itu cukup sibuk. Roy mulai jarang meneleponnya.   Saat menyanggupi permintaan menjaga Lucio Spencer, Ramos tak sempat mengatakan apa pun pada Roy untuk meminta persetujuan. Yang dipikirkannya hanyalah, dia perlu berdekatan dengan keluarga Spencer untuk mengeruk berita sebanyak-banyaknya soal Thomas. Karena Jorge Saverin pasti sudah mempertimbangkan dengan masak, saat memintanya masuk ke rumah besar keluarga Spencer. Roy sudah membayarnya cukup banyak, dan Ramos merasa harus bekerja dengan baik.   “Baiklah, aku akan mendengar keluh-kesah pria tua itu dan menjaganya. Itu saja,” ucap Ramos sesaat sebelum ti
Read more

106. Kesibukanku Sekarang

“Sebenarnya bisa tunggu di luar,” ucap Sahara dengan suara pelan. “Aku mau melihat dan memastikannya sendiri,” kata Roy. “Memastikan kalau kamu memakainya dengan benar," tambah Roy lagi. “Tapi enggak perlu ngeliatin aku pipis.” Sahara berdecak dan cemberut. Meski begitu dia berbalik menuju closet. Roy menuntun tangan gadis itu duduk ke closet dan berjongkok di depannya sambil setengah berjinjit karena hambatan celana bahan yang dia kenakan. “Mana wadahnya?” tanya Sahara seraya mencebikkan bibirnya. “Biar aku yang pegang. Kamu ….” “Ck, kurasa cuma aku perempuan yang udah dua kali ditonton buang air kecil sama suaminya,” kata Sahara. “Kita nggak pernah tau soal percakapan rumah tangga lain. Bisa jadi orang lain lebih sering," balas Roy. 
Read more

107. Gadis Kesayangan Kami

Sahara nyaris mengangkat piring untuk menutupi wajah saat ibu mertuanya menyindir Roy. Selesai Roy menciumnya, pria itu memang langsung mendorong kursi roda masuk ke halaman. Jadi dia tak melihat bagaimana lipstiknya tertinggal di bibir Roy. Roy sedikit canggung saat menarik selembar tisu dan menyeka bibir. Dari ekor matanya, Sahara melihat ibu mertuanya menunjuk sudut bibir seraya menatap sang anak. Wajahnya biasa saja saat mengatakan hal itu. Malah wanita itu terlihat berseri-seri. Dan benar saja, setelah Roy meremat tisunya, sang ibu berkata, “It’s okay. I’m happy. Ayo, kita makan. Aku tak pernah merasa sangat bersemangat seperti ini. Rara juga harus makan yang banyak. Agar kamu bisa—” “Mom …,” tegur Roy. “Oke—oke, kita makan. Memang benar kata orang. Semakin usia bertambah, kita akan semakin rewel,” ucap Gustika santai. Sahara ter
Read more

108. Jangan Ganggu Aku

Sahara masih memandangi punggung lebar Roy menghilang di balik pintu pembatas. Detik itu dia bertanya-tanya apa pintu itu selalu terbuka atau sesekali dikunci.   Sebuah penyemprot tanaman masih berada di tangannya. “Baru beberapa detik tapi rasanya udah lama,” gumam Sahara. Dia sedang menyuarakan isi hati soal Roy. Pria itu baru beberapa detik menghilang ke balik tembok dan dia sudah merindukannya.   Walau mengesalkan dengan banyaknya aturan yang diterapkan Roy, tapi dia merasa dirinya disayangi dan dibutuhkan. Dalam hidupnya, baru kali itu Sahara merasa dicintai.   Para pria yang mendekatinya dulu, banyak yang mengiranya pelacur dan mengajak bermalam. Bahkan beberapa menawarkannya menjadi wanita simpanan yang dibelanjai dan dikunjungi secara rutin. Saat Roy menawarkan pernikahan padanya, dia sangat tak menyangka. Dia malah mengatakan pada pria itu untuk membayarnya satu malam saja. Andai saat itu Roy mau, pasti dia akan
Read more

109. Mengusik Egoku

“Novan? Maaf mengganggu acara bulan madu singkatmu. Sepertinya pengganggu kembali beraksi. Apa kau mendengar pergerakan baru dari orang-orang Thomas di sini? Jangan sembunyikan sesuatu,” kata Roy di telepon. “Tak ada, Pak. Ketiga orang Thomas yang sekarang berkantor di rumah sakit itu lagi sibuk membongkar manajemen. Irfan mengatakan kalau Thomas benar-benar sedang dalam amarah besar. Sepertinya ... ada pemicu baru. Tapi sejauh ini aman-aman aja. Dia hanya fokus memperbaiki manajemen rumah sakit dan mengurus kasus malpraktik yang bergulir di pengadilan,” tambah Novan cepat-cepat dari seberang telepon. Dia tak ingin mengusik Roy dengan berita yang sebenarnya sudah biasa mereka hadapi sejak dulu. Keributan pesaing bisnis. “Sedang dalam amarah besar? Emosi Thomas yang sulit dikontrol sering membawa bencana, Novan. Ingat soal yang kuceritakan padamu ketika aku baru kembali ke Indonesia mencari ayahnya belasan tahun
Read more

110. Tugasku Saat Ini

“Aku belum mandi,” ucap Sahara, menatap Roy di depannya yang sedang melepaskan jas dan mencampakkannya ke sofa. “Nanti kita mandi bersama,” sahut Roy, membuka dasi dan kancing kemejanya dengan sangat cepat. Sahara menelan ludahnya. Gerakan Roy yang sangat maskulin membuatnya gelisah. Saat pria itu berhasil melepaskan kemeja, mata Sahara terpaku pada perut rata Roy di depannya. “Sekarang, ya?” Roy melepas pengait celananya dan menurunkan resleting. Dia melihat Sahara tak berkedip memandangnya. Sambil melipat pakaian yang baru ditanggalkan dan meletakkannya ke sofa, Roy menuju tepi ranjang. Dia berlutut di depan Sahara dan merengkuh tubuh istrinya. Beberapa saat lamanya, Roy memeluk Sahara. Menarik tubuh Sahara dan meletakkan dagu di bahunya. “Setiap hari aku mendoakan kesehatanmu. Agar kakimu cepat sembuh dan kita bisa memiliki keluarga ke
Read more
PREV
1
...
910111213
...
30
DMCA.com Protection Status