Beranda / Urban / Tajamnya Lidah Istri / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Tajamnya Lidah Istri: Bab 11 - Bab 20

55 Bab

Part 11. Bagai Makan Buah Simalakama

  Selamat membaca   Masih pov Heru   Apakah sejak aku tidak berpenghasilan, sehingga sikapnya pun mulai berubah. Atau karena aku jarang meringankan beban yang berada di pundaknya. Bukan kemauanku untuk tidak memiliki penghasilan, aku adalah pekerja keras. Setelah di PHK saja, aku tidak memiliki penghasilan. Lalu tepatkah alasan pengangguran, aku diperlakukan sebagai laki-laki yang kurang bertanggung jawab. Heru sungguh menyesalkan sikap Sari padanya.   Ku akui, aku memang tidak suka mengerjakan pekerjaan wanita, pekerjaan itu seakan-akan merendahkan martabat dan harga diriku. Yang terpenting aku mencukupi segala kebutuhannya. Jadi kerjaan rumah adalah bagian dari kewajibannya. Bukannya suami dan istri memiliki tugas dan kewajiban masing-masing. Aku sebagai suami bertugas mencari nafkah, sementara ia sebagai istri bertugas mengurus rumah tangga. Jadi jelask
Baca selengkapnya

Part 12. Sri di Bully

    Heru segera melangkah ke kamar, melihat kondisi Sari. Sesampainya di kamar terlihat Sari dalam keadaan baik. Tidak menangis seperti sebelumnya. Alhamdulillah dia mulai kuat dan tegar. Heru cukup tenang melihat Sari dalam keadaan tenang.   “Maafkan atas sikap Mama, Bun!” ucap Heru mendekati  Sari yang sedang rebahan di tempat tidur. “Mama salah telah memaksamu. Tak seharusnya mama memaksakan keinginannya,” ucap Heru sedih. Heru memandang Sari, sekilas tak sengaja ia melihat jejak air mata di wajah Sari.    “Bunda habis nangis, ya,” tanya Heru gusar.   Sari menggeleng, “Ini tadi mata bunda kelilipan.” Jawab Sari berbohong.   Heru memandang iba pada Sari, ia tahu Sari telah membohonginya. Terlalu berat beban yang ditanggungnya.  Ia tidak boleh diam terus, yang ada m
Baca selengkapnya

Part 13. Balas Dendam

Terima kasih telah berkenan mampir, jika tidak keberatan mohon kasih vote dan favorit ya, biar makin semangat melanjutkan cerita ini.   “Dela! boleh mama masuk!” tanya Sri di depan pintu kamar anak gadis yang sangat disayanginya.   “Masuk aja, Ma. Pintu tidak dikunci! Kok.” Sahut Dela dari dalam.   “Kamu lagi apa!"   “Ini! Ma, lagi ngerjain tugas.   “Mama ganggu ga.”   “Udah mau selesai ini. Gak ganggu kok, Emang ada apa, Ma” Dela menatap bingung sang mama sambil menunggu penjelasan darinya.   “Mama sakit hati pada mbakmu itu, gara-gara dia mama dapat  bullyan dari tetangga, sampai sekarang masih membekas dalam hati. Setiap kali mama ketemu  mereka, selalu sindiran yang mama dengar. Sungguh keterlalu
Baca selengkapnya

Part 14. Tragedi

Subscribe dan bintang 5nya dong.   Malam sudah semakin larut, Dela tidur dengan gelisah. Sebentar miring ke kanan, sebentar miring ke kiri, terkadang telentang. Kembali air matanya terjun bebas dari pipinya yang mulus. Besok adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Sebelum papa meninggal 4 bulan yang lalu, setiap ulang tahunnya pasti di rayakan. Tahun ini hanya tinggal impian. Hidupnya telah berakhir, hanya tinggal penderitaan dan kesengsaraan.   “Andai papa masih hidup, tentu hidupnya tidak serumit ini. Mama bisa ikut arisan, aku bisa beli apa yang aku inginkan. Aku bisa nikmatin hidupku dengan nyaman. Aku tidak perlu cuci baju sendiri, bebas menikmati makan yang aku suka, sekarang seringkali kelaparan. Semua berubah setelah kepergian papa”    Dela melamun menatap langit-langit kamar. Matanya enggan terpejam. Tiba-tiba ia ingat rencana kemaren, kali ia ini tidak mau gagal
Baca selengkapnya

Bagian 15. Cemburu Buta

Subscribe dan bintang 5 dong sebelum baca ya..ya..   Setengah jam perjalanan, akhirnya Heru dan Sari sampai di rumah. Heru membawa Sari ke kamar untuk istirahat. Jam menunjukkan pukul 11.30    “Ayo, Bun. Istirahat di kamar saja. Ayah siapkan makan siang dulu ya, sekalian biar nanti bisa minum obat.”    Sari mengangguk lemah, ngilu dan perih di tangannya masih terasa. Sari segera membaringkan badannya di ranjang. Sari menatap luka di tangannya. Kejadian pagi tadi masih terekam kuat dalam memorinya. Hampir 4 tahun ia tinggal di rumah ini belum pernah sekalipun ia jatuh tergelincir.    Tapi naasnya pagi tadi diluar nalarnya. Kenapa kejadian itu menimpanya. Padahal ia bukanlah orang yang ceroboh, setiap pekerjaan selalu dilakukan dengan tuntas. Saat membersihkan lantai dapur pun, ia selalu pel berulang kali agar minyak yang berteb
Baca selengkapnya

Sri dan Dela Terusir dari Rumah

Terima kasih telah berkenan mampir, jangan lupa kasih vote dan favorite ya, biar makin semangat melanjutkan ceritanya.   Dela dan bu Sri tengah asyik membungkus snack untuk dijual. Walaupun terpaksa,  mereka  lakukan demi perut. Kalau tidak begitu, mereka bisa puasa sehari penuh. Mana bisa mereka menahan lapar. Saat bulan ramadhan pun mereka lebih memilih tidak puasa.    Sementara Heru keluarga satu-satunya yang bertanggung jawab penuh pada mereka belum juga mendapat pekerjaan. Apa yang bisa mereka lakukan, kecuali pasrah dan terpaksa menerima keadaan. Meskipun harus melakukan pekerjaan yang sangat mereka hindari.   “Sebeeel...! Sebeeel...!” Teriak Dela memberengut. Hampir saja kakinya menendang kantong besar snack itu. Untung Dela masih menjaga kewarasan, jika tidak snack itu sudah hancur lebur kena tendangan mautnya.   “Cape
Baca selengkapnya

Bagian 17. Dendam Itu Kesumat

Subscribe dan bintang 5 dong sebelum baca, biar aku makin semangat nulisnya.   Usai sholat isya berjamah, Sari dan Heru tengah bersantai di ruang keluarga. Sakit pada telapak tangan Sari sudah mulai berkurang. Meskipun begitu, Sari belum bisa membungkus snack. Untungnya ada Heru yang siap membantu. Sekarang hubungannya dengan Heru semakin membaik. Walaupun Heru tidak bekerja, ia sudah mulai bertanggung jawab kembali. Paling tidak beban yang ada di pundak Sari sudah mulai berkurang. Urusan beberes pekerjaan rumah tangga pun Heru sudah mulai turun tangan. Tidak lagi membiarkan Sari mengerjakan sendiri.   “Yah, bunda rasa kita sudah terlalu kejam pada mama dan Dela. Tak seharusnya ayah mengusir mereka dari rumah,” ucap Sari terbata-bata. Sari tidak bisa bayangkan, bagaimana perempuan yang lanjut usia tinggal berkeliaran di luar rumah. Tinggal di kontrakan pun rasanya tak mungkin, karena mama mertua tidak memiliki
Baca selengkapnya

Part 18. Rahasia Sri Terungkap

Jangan lupa subscribe dan bintang 5 nya dong...hehe    Suara semilir angin ibarat musik bersuara merdu mendayu-dayu sampai terasa ke gendang telinga Sari. Angin sepoi-sepoi membelai lembut wajah Sari yang tengah mengendarai motornya. Seminggu lebih tangannya kaku dan kebas, tidak bisa digerakkan. Hari ini Sari mulai kembali dengan rutinitasnya mengantar dagangan ke warung-warung. Senyum sumringah teroembang di bibirnya.   Maya telah kembali ke Tasik 3 hari yang lalu. Nasehat singkat membuat hatinya lebih lapang  dan tenang sekarang, kedatangan Maya membawa perubahan besar dalam hidupnya.  Belajar ikhlas dan sabar menghadapi setiap cobaan. Belajar menerima ketidak sempurnakan adalah kunci kebahagiaan. Menghancurkan dendam kesumat yang bercokol di hati, dan menggantinya dengan keikhlasan dan kesabaran, berbuah kenikmatan tiada Tara. Sari sangat berterima kasih pada Maya adiknya, karena sudah mengi
Baca selengkapnya

Part 19. Hancur dan Terpuruk

    Rumah Sakit   Dokter Wisnu tengah duduk santai di ruangannya. Ia baru saja selesai melakukan tugas yang lumayan menyita perhatian.  Segelas teh manis dan sepiring cake menemani saat santainya. Matanya menyapu seluruh ruangan, setiap sudut dan celah tak luput dari pandangan. Lalu  senyuman terbit di bibirnya, ia merasa  puas dengan pencapaian dan keberhasilannya. Menjadi dokter yang dielu-elu dan kebanggan semua orang.   Namun, di saat yang sama hatinya terluka dan tercabik-cabik manakala  keberhasilan yang ia raih,  harus ia  tukar dengan cinta.  Senyumnya terhenti, kala  ingat kegagalan cintanya. Cinta yang ia jaga segenap jiwa, harus ia lepas demi memenuhi keinginan dan tuntutan orang tua.   Berbulan-bulan lamanya ia baru bisa bangkit dari keterpurukan, dan bertekad akan mempersembahkan kesu
Baca selengkapnya

Part 20. Pengakuan Wisnu

  10 tahun silam... “Mas Wisnu! dipanggil papa!” ucap Mita dibalik pintu kamar Wisnu. “Sekarang ya Mas,” lanjut Mita melongok kamar Wisnu, setelah sebelumnya mendorong pintu kamar untuk mengetahui kegiatan kakaknya.  “Iya,” sahut Wisnu pendek. “Jangan ngintip-ngintip masuk aja,” tambah Wisnu mengingatkan. “Ogah ah! males,” ucap Mita bergurau. Lalu Mita segera balik badan, lalu ngeloyor pergi. Wisnu memandang punggung Mita yang menghilang dibalik pintu sambil tersenyum kecil. Wisnu yang sedang mengerjakan tugas, segera bangkit lalu melangkah ke luar. Wisnu turun ke lantai bawah, di tangga ia berpapasan dengan Mita yang sedang bicara lewat telpon. “Papa ada di ruang kerja, Mas!  “Ok, terima k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status