Semua Bab Pelabuhan terakhirku: Bab 41 - Bab 50

77 Bab

Bab 40

Dihari yang sangat terik ini Aras sengaja memacu mobil milik Venya dengan ngebut, agar cepat sampai di rumah. Ia juga menyetel musik slow kegemarannya.“Namanya Binar, kamu kenal dia?” tanya Venya Karyasa.“Binar.” Tapi tidak mungkin Alien itu yang disebut anggun sama Mama, pikir Aras.“Mama lupa siapa nama lengkapnya, fotonya juga tidak ada pada mama.” Keluh Venya menyesal, karena belum pernah berfoto bersama Binar.“Kamu kenal?” tanya Venya lagi.“Tidak Mah, gak tahu,” balas Aras setelah yakin Binar yang dimaksud ibunya bukanlah Binar yang ia kenal. Didunia yang luas ini, yang namanya Binar pasti bukan Cuma satu, pikirnya.“Yah sudah, besok-besok mama kenalin kamu sama dia,” balas Venya yakin.Aras sengaja membawa Venya ke sebuah danau kecil di jalan yang mereka lewati. Hal ini mengingatkan mereka akan masa kecil Aras yang selalu mengunjungi danau ini seti
Baca selengkapnya

Bab 41

 Binar pulang tanpa memikirkan reaksi Aras atas tindakannya tadi. Sikap cuek dan masa bodonya kembali mengisi hatinya. Apalagi untuk orang yang menyebalkan seperti Aras.Binar langsung makan malam bersama Bi Imba tanpa banyak basa basi. Bahkan ia malas membahas tentang perjalanannya esok pagi, tentu saja Aras yang telah merusak moodnya. Bayangan tentang omelan Aras tadi terus terngiang-ngiang ditelinganya. Ia dituduh tukang stalking itu yang paling tidak Binar terima. Bagaimana tidak, Binar sendiri sangat jauh dari kata itu. Sebenarnya ia tidak terlalu peduli dengan ucapan orang tentang dirinya, namun ucapan Aras tadi, orang yang sudah dianggap teman olehnya. Berkali-kali ia telah berkorban banyak untuk Aras, bahkan ia sampai dikejar musuh bebuyutannya Aras.  Pagi-pagi sekali bahkan saat tidak ada sedikitpun jejak mentari pagi akan muncul, Binar sudah dalam perjalanan menuju kampung halamannya. Untuk memastikan akankah ucapan ayahnya itu b
Baca selengkapnya

Bab 42

Bunyi bel panggilan dari gerbang rumah membuyarkan heningnya suasana sarapan mereka. Bi Imba berinisiatif untuk membukakan pintu gerbang. Berhubung ia sudah tahu cara membukanya, ia yang paling berinisiatif, ditambah statusnya Cuma sebagai pembantu di rumah itu. Namun Binar maupun Irishena sangat berhati mulia. Mereka tak pernah meminta Bi Imba untuk melakukan sesuatu jika sedang makan.“Biar aku saja,” ujar Binar dan Irishena bersamaan.“Binar saja,” ujar Binar lagi.Binar membersihkan sisa makanan yang mungkin saja menempel di area mulutnya, setelah itu berlari kecil untuk membuka pintu.Amaz turun dari motornya dengan wajah sumringah. “I have good news,” ujarnya bersemangat. “What?” ujar Binar tidak ingin basa basi.“Tulisan kita. Kita juara satu untuk kategori Esai Budaya se-Indonesia,” sorak Amaz.“Serius?” tanya Binar tidak men
Baca selengkapnya

Bab 43

Bi Imba segera memberi mereka masing-masing segelas teh hangat, “Ini cocok buat angetin yang dingin-dingin begini,” katanya.“Makasi Bi, maaf sudah merepotkan,” balas Binar dan Aras kompak.Irishena menyipitkan matanya kepada Binar, dengan maksud menanyakan pada Binar siapa lagi yang ia bawa kesini. Binar seakan paham dengan isyarat ibunya.“Mah, kenalin, ini temen kampus ku. Aras namanya,” ucap Binar.Irishena menatapnya ramah begitu pula Aras yang memberikan senyum terbaikknya.Mereka pun langsung makan siang. Keluarga Binar sangat suka makan, tapi tidak satupun ada yang gendut. Entah kemana makanan bergizi itu.Ponsel Aras berderit, memecah syaduhnya ruangan itu.“Bro, jadi maksud loh kemarin, kita gak usah lagi jaga di rumah itu, untuk selamanya?!” tanya seorang dengan tegas.“Iya, kalian tidak usah lagi ke rumah ini,” Aras langsung terhenti, ia keceplosan.Seme
Baca selengkapnya

Bab 44

Aras menyadari mungkin seperti ini rasanya mencintai tanpa tahu jika dia sedang dicinta. Mungkin begitulah perasaan  para cewek yang pernah ditolaknya. Bedanya mereka sudah punya keberanian untuk menyatakan cintanya, tetapi Aras belum siap ke langkah itu. Masih menyimpan rasa saja ia sudah ditampar oleh kenyataan yang membuat hatinya luluh lantak.Aras pun sama, memilih untuk tidak mengikuti ibunya. Ia mengenang nasib cintanya bersama rintikan air hujan yang dinginnya menusuk tulang.  Setelah cukup basah kuyub ia baru sadar kalau ponselnya bukan anti air. “Ah bodoh!” geramnya. Ia pun terlebih dahulu menyelamatkan ponselnya, yang mati total. Perasaan tadi ia meninggalkan ponselnya dengan arus yang masih banyak. Tiar datang disaat yang tepat, saat Aras butuh kendaraan yang mengantarnya pulang ke rumah. Seberat apapun masalah yang kita hadapi rumah akan selalu menjadi tempat pulang semua orang, kecuali jika penghuninya yang bermasalah, kebanyakan d
Baca selengkapnya

Bab 45

Sebuah pesan bergambar masuk ke ponsel Amaz.  “Maaf bro, tadi kita gagal. Lagi-lagi cewek ini yang tolongi dia,” itulah kalimat keterangan pada gambar itu. Amaz menatap geram ketika membaca pesan itu, sebelum ia melihat isi gambar itu. Mata Amaz terbelalak saat netranya menatap gambar gadis cantik difoto itu. Seseorang yang sangat tidak asing baginya. Gadis yang akhir-akhir ini  mengisi hatinya. Menempati ruang hampa disela kekosongan hidup yang ia rasa. Wajah dengan penuh ketegasan itu tampak sangat serius tanpa sedikitpun mengumbarkan senyumnya. Tidak sedikit berbeda dengan tampilan asli sejauh yang Amaz kenal. Dalam benak Amaz timbul sejuta pertanyaan yang satu pun belum ada yang terjawab. Hari ini ditambah sosok yang ia cintai menambah sebuah masalah dihidupnya. Amaz pun mengikuti Binar dengan diam-diam. “Hei,” ujar Binar akhirnya setelah hampir satu menit mereka saling tak mengenal.Aras tak sedikitpu
Baca selengkapnya

Bab 46

Saking sibuknya mereka  hampir lupa untuk mengisi kembali tenaga, apalagi kalau bukan makan.  Waktu sudah menunjukkan pukul 14:00 sudah lewat dari jadwal makan siang. Binar, Amaz dan juga Aras sepakat patungan untuk membayar mereka semua makan siang.  Mereka semua jumlah hampir seratus orang tertambah orang-orang yang ikut mengambil bagian dalam membawakan acara untuk dipentaskan. Amaz membagikan makanan yang telah mereka pesan. Mereka menikmati makan siang bersama-sama dengan penuh canda tawa, meskipun makanan mereka cuma sekedar nasi ikan tapi itu terasa sangat nikmat karena dinikmati bersama-sama. Setelah makan mereka lanjut dengan mendekorasi ruangan. Mereka mendekorasi cuma dengan bahan yang seadanya. Selebihnya untuk baground,  tampilan layar slide dari komputerlah yang mereka gunakan. Semuanya benar-benar beres, tinggal melakukan geladi resik bagi  pembawa acara. Binar dan Amaz mereka percayakan untuk menjad
Baca selengkapnya

Bab 47

“Dexlicas, ini pertanyaan terakhir. Kenapa loh cari gue?” tanya Aras berusaha untuk tetap santai.Dexlicas terdiam, ia tidak merespon pertanyaan Aras, melainkan terus memberontak untuk membebaskan diri.  Aras tidak  tinggal diam, ia terus mengunci Dexlicas dengan jurusnya.“Rupanya, loh lebih milih dibakar dari pada jujur,” tawa Aras dengan sinis. Rindi melemparkan sebuah borgol yang biasa ia bawa. Ia mencurinya dari seorang polisi yang gagal menangkapnya.Dengan sigap Aras menekukkan lutut Dexlicas hingga jatuh tersungkur, dan memborgol tangan Dexlicas dibelakang punggungnya,lantas menendangnya ke tengah aspal bersatu bersama anak buahnya. “Rindi, pecahkan salah satu motor mereka. Ambilkan bensin dari sana!” perintah Aras. Rupanya ia serius dengan ucapannya. “Baik,” balas Rindi sembari berjalan  menuju kumpulan motor  Honda CB 100 gelatik milik
Baca selengkapnya

Bab 48

“Kamu kenal siapa orang itu?” tanya Irishena yang tampak sama dengan Binar juga. Binar hanya menggeleng, tidak tahu.  Mereka pun tampak acuh dengan hal tersebut. “Dunia ini ada-ada saja,” celetuk Irishena.“Iya Mah. Andai saja Binar Youtuber, pasti video tadi udah  viral,” tambah  Binar dengan jalan sempoyongan, sudah kehabisan tenaga karena lapar. Mereka pun tiba di rumah dan segera membersihkan diri sebelum akhirnya mulai sarapan.  “Oh ya Mah, Binar dapat uang  lima ratus juta dari hadiah lomba itu,” ujar Binar, ia lupa menceritakan hal itu kepada ibunya. Sebenarnya Binar akan menyimpannya sendiri, namun ia melihat difilm-film yang ditontonnya bahwa orang tua akan senang jika anaknya membagikan berita yang baik.“Serius? Wah selamat ya Nak. Mama yakin kok kamu berhak mendapatkannya,” Irishena mengucapkan selamat atas prestasi a
Baca selengkapnya

Bab 49

 Amaz mematikan micnya. Binar yang tahu itu adalah wartawan, pun memilih untuk mundur dan bergabung bersama anggota seksi sound. Ruangan itu seketika menjadi tambah riuh. Untuk saja panggung itu tidak berantakan cuman karena mereka ingin tayang  di depan kamera.“Selamat siang, kami dari Peduli Media, bisa kami mewawancara anda sekarang?” ujarnya.“Maaf kita sedang sibuk,” tolak Amaz ramah.“Kami hanya butuh tiga menit waktu anda, di luar sudah banyak wartawan dari berbagai media yang ingin melaporkan tentang keadaan di sini saat ini.” Ujarnya memohon-mohon.Amaz pun menyerah, ia berpikir alangkah lebih baik ia melayani  mereka dari pada harus menghadapi seribu orang diluar.“Ok. Silakan. Oh ya itu penanggung jawab utama kegiatatan ini,” ujar Amaz yang menunjuk kepada Aras.Aras tampak sama dengan reaksi Binar. Keduanya sama-sama alergi kamera dan sosial media. Apalagi jika muka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status