Beranda / CEO / Suamiku Pangeran Muda / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Suamiku Pangeran Muda: Bab 71 - Bab 80

109 Bab

71. Tangis Rindu Faruq

Entah kenapa malam ini aku begitu gelisah, teringat Muzammil membopong Hema ke kamarnya. Bahkan setelah itu dia tidak keluar lagi. Tidak sekejap pun mataku mampu terpejam, bayangan Muzammil mencumbu Hema sama seperti saat dia mencumbuku sangatlah menyakitkan.Dret ... dret ... dret! Ponselku di atas nakas bergetar. Bergegas aku mengambilnya. Dari layar ponsel tampak foto profil Iqbal. Dengan ragu aku mengangkatnya."Assalamualaikum Sayang," sapaku ragu."Waalaikum salam, Sayangku Fahim," ternyata Faruq yang menjawab."Tuan muda? Kenapa malam-malam meneleponku pakai nomer Iqbal lagi?" tanyaku kesal."Ternyata selama ini kalian sembunyi-sembunyi di belakangku ya? Apakah kamu hanya merindukan Iqbal, kamu tidak merindukan aku juga, Fahim? Aku sangat tersiksa rindu padamu, Fahim," gumam Faruq lirih."Tuan muda kan tahu aku sudah punya suami, tolong hentikan semua ini! Aku sudah bahagia dengan suamiku, Tuan muda," pintaku memohon."Aku tida
Baca selengkapnya

72. Cemburu Buta

Aku masih tertegun, hati terasa seperti diremas hingga sulit bernapas. Wajah Faruq bagai pinang dibelah dua dengan anak semata wayangku. Andaikan saja dia bukanlah monster yang kelainan sex mungkin aku akan mencintainya begitu besar. Mungkin aku tidak akan lari dari pernikahan saat itu. Tak sadar air mataku meleleh, aku harus datang ke Faruq untuk bisa memiki Iqbal. Sementara Muzammil sang pahlawanku pun tidak bisa kumiliki seutuhnya karena ada Hema di dalam hidupnya. Tiba-tiba aku terlelap tak ingat lagi. Seperti mimpi indah tangan kekar Muzammil membelai rambutku kemudian mencium keningku. "Yuk kita sholat Tahajjud!" bisiknya di telingaku. Sontak mataku terbuka lebar, aku terkesiap. Tepat di depan wajahku Muzammil yang tersenyum tampan. "Pangeran?" panggilku lirih. "Tumben tidak bisa bangun, kenapa?" tanya Muzammil. "Aku malam sekali baru tidur, Pangeran," jawabku. "Kenapa, tidak bisa tidur ya?" tanya Muzammil menggod
Baca selengkapnya

73. Hikmah di Balik Kejahatan Mereka

"Oh ini dia penjahat kelaminnya!" teriak permaisuri. "Aku jadi jijik melihat Zhee setelah tahu peringai kamu, Faruq! Ternyata pangeran kebanggaan kami hanya mendapatkan sisa dari penjahat kelamin kayak kamu. Begitu masih berani-beraninya berselingkuh di belakang Muzammil," olok permaisuri. "Fahim, apa yang dikatakan mereka? Siapa yang berselingkuh?" tanya Faruq keras. "Pura-pura, ya kamulah yang selingkuh! Di belakang pangeran kalian berdua masih berhubungan kan?" sahut Hema. "Apa kalian semua bodoh? Buka mata kalian, seandainya Fahim sejak awal mau denganku, dia tidak akan pernah mengenal Muzammil. Aku dan Fahim bisa kapan saja menikah dan hidup bahagia. Sayangnya sejak awal dia sudah menolakku, dia tidak mencintaiku. Sebesar apapun aku berusaha mendapatkannya selalu sia-sia. Baik dulu maupun sampai detik sekarang kita berdiri di depan kalian!" ungkap Faruq emosi. "Zammil, apakah kamu juga meragukan Fahim? Kamu tidak akan pernah bisa mencintai bahkan
Baca selengkapnya

74. Muzammil Harus Adil

Muzammil membawaku pulang ke rumah setelah semua baik-baik saja. Saat mobil sampai di halaman Muzammil bergegas membukakan pintu. Dia membopong tubuhku yang masih lemas lunglai. Tanpa menggubris Hema dan permaisuri sedang ada di ruang tengah, Muzammil membawa aku naik ke lantai atas menuju kamarnya. "Kok dibawa naik? Jangan bilang kamu akan membawanya ke kamarmu, Pangeran?" ketus Hema berteriak. "Dia sedang sakit, lagian dia sedang hamil anakku. Aku ingin merawatnya sendiri," jawab Muzammil dingin. "Permaisuri, lihat pangeran! Begitu tidak adilnya dia kepadaku. Bagaimana kalau papaku tahu kamu memperlakukan aku seperti ini, dia akan marah besar tau!" hardiknya emosi. "Sudahlah, Putri Hema, jangan khawatir nanti mama akan bicara kepadanya," permaisuri menenangkan. "Aku juga kecewa kepada permaisuri, kelihatannya permaisuri mulai luluh," ketus Hema. Dengan kakinya Muzammil menendang pintu agar pintunya kembali menutup. Perlahan Muzammil
Baca selengkapnya

75. Berdamai Demi Ketentraman

Aku akhirnya membuang susu itu ke dalam kloset. Dan mengunci kamarku agar Muzammil tidak mendatangiku malam ini. Permaisuri sudah memutuskan kalau Muzammil harus datang ke kamar Hema. Tok ... tok ... tok! Terdengar pintu kamarku diketuk. "Zhee?" suara Muzammil memanggil. "Datanglah ke kamar Putri Hema, Pangeran! Jangan buat masalah semakin rumit, jangan sampai ada kecemburuan di hati Putri Hema!" pesanku. "Baik, Zhee tapi bukalah pintumu sebentar saja aku ingin memastikan kamu baik-baik saja," desak Muzammil. Aku tidak mau berdebat lagi, rasanya tidak tega melihat Muzammil berdiri di depan pintu kamar berlama-lama. Aku beranjak bangun dan membuka pintu kamarku. Tiba-tiba tangan kekarnya meraih tubuhku dan membopong keluar kamar menuju ke kamarnya. "Apa yang kamu lakukan, Pangeran?" tanyaku tidak enak hati karena aku melihat permaisuri dan Putri Hema sedang duduk santai di ruang tengah. "Aku akan datang ke kamar Putri Hema, tapi
Baca selengkapnya

76. Pesta Membawa Pataka

Hema berdandan cantik sekali dengan baju yang indah dan riasan yang menakjubkan. Betul-betul penampilan yang sempurna. Aku hanya menatapnya dari lantai dua karena keberadaanku akan membuat Muzammil tidak nyaman. "Kamu akan menjadi tamu tercantik malam ini, Putri Hema. Aku yakin Muzammil akan menjadi pria beruntung dan banyak pujian karena bidadari secantik kamu mendampinginya," puji permaisuri. Aku hanya tertegun melihat dan mendengar pembicaraan mereka. Tak lama kemudian Muzammil datang, sontak hatiku berdesir menahan sakit hati karena cemburu. Aku segera masuk ke kamar dan bergegas berbaring pura-pura tidur. "Assalamualaikum, Sayang," sapa Muzammil yang tiba-tiba sudah muncul di kamar. "Waalaikum salam," jawabku. Berharap pura-pura tidur dia malah berucap salam otomatis wajib bagiku menjawabnya sebagai seorang muslim. "Pangeran sudah pulang?" tanyaku pura-pura. Muzammil mendekatiku kemudian membangunkan tubuhku dan mendekapny
Baca selengkapnya

77. Kebersamaan Kita

Aku sedih melihat Iqbal dengan kemarahan dan kekecewaannya kepada Muzammil. Aku segera menutup teleponnya dan ganti menelepon Muzammil. Berkali-kali aku mencoba menghubungi Muzammil tapi tidak diangkat juga. Entah kenapa aku terus memikirkan Iqbal dan Muzammil. Tanpa berpikir panjang aku ganti gaun pesta dan meminta sopir mengantarkan aku menyusul ke pesta. Tiga puluh menit kemudian aku sudah sampai di sana. Aku melihat Iqbal sedang bicara empat mata dengan Muzammil di meja yang jauh dari keramaian. Aku juga melihat Hema dan Marwa serta Faruq sedang duduk semeja dan berbicara serius. "Umiiiiii!" teriak Iqbal yang menyadari kedatanganku. Sontak seluruh pandangan para tamu tertuju kepadaku. Muzammil beranjak berdiri dan menghampiriku seolah tak percaya. "Zhee, apa yang kamu lakukan? Bukankah kamu harusnya beristirahat?" tanya Muzammil terkejut. Iqbal memeluk tubuhku dengan erat, tiba-tiba dia menangis tersedu.  "Ada apa denganmu, Zh
Baca selengkapnya

78. Cinta Tak Berkurang

Kenapa kepergian Iqbal dari pangkuanku sangat menyakiti hatiku. Rasanya hati ini masih merindukannya meskipun dia baru terlepas dari dekapanku. Tak terasa air mataku meleleh di pipi. "Tidurlah diatas, Zhee! Temani aku malam ini!" pinta Muzammil. "Tidak, Pangeran, biarkan malam ini ganti aku yang tidur di kamarmu!" sahut Hema meminta. "Maaf, Putri Hema, hari ini Zhee sudah merelakan kamu mendampingiku di pesta. Biarkan malam ini aku bersamanya!" pinta Muzmil. Tiba-tiba tanpa mendengar pendapat dari Hema yang masih protes, Muzammil membopong tubuh mungilku naik ke kamarnya. Aku hanya diam tanpa sepatah katapun. Tanganku melingkar manja di leher Muzammil. Pandanganku tajam menatap wajah tampan suamiku. Kusandarkan kepalaku di dadanya yang hangat dan bidang. Sambil melangkah naik meniti tangga Muzammil mencium rambutku dengan lembut. "Hatiku cemburu, saat di pesta tadi, Faruq dengan tajam menatapku tanpa berkedip. Bahkan dia berani masuk kamarmu t
Baca selengkapnya

79. Aku Diampuni Karena Hamil

Dokter mulai memainkan alat USG di atas perutku. "Usia kandungan baru delapan minggu, Nyonya? Bukankah ...?" tanya dokter terputus. "Sebenarnya bayi saya yang saat itu meninggal, Dokter. Terjadi kecelakaan yang membuat saya harus kehilangan bayi saya," ujarku lirih. "Untuk kali ini Nyonya harus lebih banyak istirahat, kandungan nyonya masih terlalu lemah," pesan dokter. "Tapi kehamilannya tidak membahayakan istri saya kan, Dok?" sahut Muzammil khawatir. "Bedrest saja, Nyonya! Ini saya beri obat penguat kandungan, mohon diminum sampai habis, Nyonya!" pesannya lagi. "Tapi sekarang keadaan anak dan istriku baik-baik saja kan, Dok? Tidak ada yang mengkhawatirkan kan, Dok?" tanya Muzammi masih gelisah. "Bayinya sehat, ini detak jantungnya bagus sekali!" kata dokter. Selain penguat kandungan ini saya kasih vitamin. Oh ya untuk trimester pertama makan saja yang manis-manis, agar bayinya cepat besar!" usul dokter.  "Baik,
Baca selengkapnya

80. Cinta Mati Faruq

"Ada apa ribut-ribut, Pangeran?" tanya permaisuri yang tiba-tiba muncul bersama Sultan Mahmud. "Sultan, bagaimana saya bisa hamil pangeran tidak pernah adil kepada saya. Dia jarang menghabiskan malam bersama saya," ketus Hema. "Apa itu benar, Zammil?" tanya sultan. "Aku kan sudah berjanji akan berbuat adil kepadamu asal kamu bisa berbuat baik kepada Zhee," hardik Muzammil. "Tapi ternyata dia banyak menyembunyikan sesuatu di belakangku," lanjutnya. "Pangeran!" pekikku sambil mengernyitkan dahiku memberi isyarat melarang pangeran berbicara. Akhirnya Muzammil diam, tapi tatapannya memendam kesal dan geram. "Ada apa, Zammil?" tanya sultan. "Tidak apa-apa, aku akan berusaha tapi karena Zhee sedang hamil aku memberi perhatian khusus dan kamu jangan sakit hati dan berulah!" kata Muzammil. "Apa maksudnya, Zammil?" tanya sultan. "Aku akan berbuat adil, Pa tapi aku minta waktu!" kata Muzammil pergi meninggalkan mereka sem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status