Home / Romansa / Semu cinta Anea / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Semu cinta Anea: Chapter 61 - Chapter 70

74 Chapters

Menyewa gadis

      Berminggu-minggu di kampung, Anea hidup dengan damai meski minim fasilitas. Ibu dan kedua adiknya senantiasa bergantian mengurus Albian kecil sehingga Anea mempunyai cukup waktu untuk beristirahat.Jan pun dengan rutin mengirimkan biaya bagi bayi mereka. Anea cukup bersyukur dengan  keadaannya saat ini.Memang terkadang rindu menggebu di hati ingin berkumpul bersama suami, namun sekali lagi biaya menjadi kendala mereka.      Sementara Jan di kota, ia selalu terngiang suara bayi Albian. Rindu menyiksa batin, ingin menghubungi via Video Call namun jaringan di kampung tidak mendukung.Stress memikirkan masalah hidupnya, lagi-lagi Jan melampiaskan dengan pergi ke bar. Mungkin saja beberapa gelas minuman mampu menutupi kekosongan hati dan pikirannya.Berbeda dengan bar yang biasa ia kunjungi, kali ini Jan menapaki bar yang lebih besar. Alasannya simpel, karena tidak ingin Mitha melihatnya dan melapor kepada Anea.
Read more

Rasakan hujamanku!

"Ya"Sedikit lesu Jan mengatakannya. Antara nafsu dan kesetiaan teruji lagi seperti dulu.Dua tangan Hara menangkup wajah lesu Jan. "Kenapa kau begitu murung?" Cecarnya merasa aneh."Aku rasa kau begitu mahal.." Jan menjawab asal."Aku kira kau tidak semiskin itu, Tuan tampan.""Ya, tapi bagaimana bisa aku menyewamu setiap hari jika begitu mahal?" Kini Jan berganti merayunya. Kepalang tanggung mengatakan akan menyewa, bukankah seharusnya Jan menikmati?"Kau gila!" Ujarnya dengan manja.     Gadis sintal itu membimbing Jan ke sebuah ruang. Tepat sekali dugaan Jan, bar mewah ini punya ⁰ruang servis yang teramat nyaman.Pantas saja harga gadis-gadisnya mahal.    Kecupan di tangan kiri mengawali perang gairah mereka. Hara begitu berselera dengan pekerjaannya kali ini. Begitu pun dengan Jan, ia belum pernah mencicipi gadis semuda Hara. Sedari tadi matanya tak lepas dari pergerakan tubuh gadis i
Read more

Ditawari Perawan!

Rasa yang begitu puas membuat Jan bagai terbang ke langit. Ini di luar dugaannya. Dengan lunglai ia mencoba meraih jemari Hara yang sama-sama terkulai di sisinya.Cup.Satu kecupan mendarat di atas jemari halus itu. Hara tersenyum, ia masih saja mengagumi ketampanan Jan."Aku puas.." bisik Jan tepat di samping telinga Hara.Ternyata Hara malah tertawa. Sangking renyahnya tawa itu hingga terbahak-bahak."Apa ada yang lucu?" Tanya Jan tak mengerti."Senjatamu terlalu besar untuk pemula sepertiku. Tapi tak masalah, aku pun menikmati pertempuran tadi." Kerlingan nakal ia tambahkan di belakang."Hey.. Organmu yang terlalu sempit, kau tahu?" Balas Jan memujinya."Hahaha.. yang sempit itu perawan!"Jan melebarkan mata, "perawan?" ia mengulangi kata-kata Hara."Ada apa dengan ekspresi lucu itu? Ooh.. jangan bilang kau belum pernah merasakan perawan?" cibir Hara.Jan tak membalas lagi ucapan Hara. Hal itu semakin memb
Read more

Pesan satu

"Hara.. bawa aku kepada wanita yang  kau sebut mamy Retta itu!"Satu pekan setelah malam penuh kenikmatan itu, Jan kembali mengunjungi bar. Otaknya tak pernah bisa lepas dari ingatan -ingatan kesenangan di tempat baru itu.Jan merindukan gadis-gadis elegannya, tempat mewahnya, bahkan musik yang sebenarnya tak jauh berbeda dengan bar lain.Sebenarnya satu yang selalu mengganggu otaknya sepanjang hari, yaitu tawaran Hara malam itu."Kau benar-benar ingin membeli seorang perawan? Hahaha.." tangan ringan Hara mendarat tepat di dada bidang Jan disertai tawa yang melengking. "Sepertinya uangmu cukup banyak." Lanjutnya lagi.Banyak uang? Jan bahkan membohongi Anea dengan mengatakan mobilnya baru saja masuk bengkel dan harus direparasi. Jan bahkan harus tega tidak mengirim jatah bulanan Anea, ia berdalih membutuhkan banyak biaya untul hal tersebut."Bisa, tapi butuh waktu."Seseorang yang dipanggil mamy oleh banyak wanita malam itu berkata
Read more

Berhasil merasakan

"Aku akan bawa dia ke apartmen." Seringai buas terlihat di wajah Jan."Ok, terserah kau saja mau bawa dia kemana.. yang penting serahkan padaku besok." Mamy Retta tersenyum senang. Sementara itu, di belakangnya seorang gadis belia, ah.. Jan rasa gadis itu terlalu belia untuk menampung nafsunya. Mungkinkah ia sanggup?Ish, tentu saja harus sanggup! Jan sudah membayar 20 juta untuknya, meskipun Jan yakin tidak semua uang itu diberikan kepadanya, melainkan dipotong oleh mamy Retta.Gadis itu tersenyum canggung. Meski begitu nampak gayanya yang tidak sepolos Anea. Aduh, Anea lagi? Haruskah di saat seperti ini, Jan masih memikirkan Anea?"Adelia, ikuti lelaki ini. Kau akan mendapatkan uang setelah tugasmu selesai. Mudah bukan?" Mamy Retta menaikkan alisnya."Ok, Mam.." Dua jari, telunjuk dan jempol, ia satukan membentuk lingkaran kecil.Jan tidak suka gayanya yang centil. Parasnya pun tidak terlalu cantik, bahkan terkesan tidak kinclon
Read more

Mencari tahu

         Tiga bulan sudah semenjak Jan menikmati kegadisan Adelia. Sejak itu pula ia merasa ketagihan dan tak putus berganti wanita. Jan semakin melupakan Anea dan  Albian. Nafkah untuk mereka pun, dengan tega ia pangkas seminim mungkin. Uang yang ia punya habis untuk berfoya-foya dan bermain wanita.Tanpa Jan sadari, ia telah menelantarkan keluarga kecilnya yang berada jauh dari jangkauan."Sudah lewat tanggal gajian. Mengapa belum transfer uang, sayang?" Tanya Anea lewat pesan singkat di gawainya.Setelah membaca pesan dari istrinya, Jan malah merasa jengkel dengan itu. Susah-susah ia bekerja malah harus memberikan uangnya pada Anea. "Mengapa ia tak bekerja saja seperti dulu?" Pikir Jan saat ini yang tengah kacau.       Hari-hari Jan berlalu tanpa absen dengan para wanita bar. Gajinya habis untuk kesenangan itu. Bahkan saat ini ia mengambil hutang lagi di kantor, setelah melunasi huta
Read more

Pindah

"Aku minta kau berubah Jan! Ingatlah dengan Albian." Ungkap Anea sebelum benar-benar mninggalkan Jan lagi.Setelah dua hari di kota, Anea  harus kembali ke kampung. Sebenarnya Anea sangat takut jika Jan mengulangi kesalahannya lagi."Aku khilaf Anea. Jiwa laki-laki ku berontak setelah sekian lama tak mendapat pelampiasan." Kilah Jan saat mereka berdebat.Akhirnya Anea mengalah dan memih memaafkan Jan. Anea pun sadar jika godaan Jan yang ditinggal seorang diri memang besar. Namun Anea memperingati Jan untuk tidak mengulangi kesalahannya.        Pesawat membawa raga Anea terbang meninggalkan Jan lagi. Hatinya terus berdoa agar Jan benar-benar menepati Janji. Meski dalam hati kecil Anea, mengatakan Jan akan kembali berulah jika Anea terus meninggalkannya seorang diri. Maka dari itu, sepanjang perjalanan Anea memikirkan jika ia akan kembali tinggal bersama di kota.Kembali menjadi keluarga yang utuh. Ya... mungkin memang
Read more

Pertolongan July

"Apa? Bagaimana bisa kau tidak tahu?"Anea menggeleng. Rasa panik menyergapnya seketika, seluruh sendi rasanya melemah. July yang melihat Anea syok segera mengambil Albian dari gendongan ibunya."Mari kita ke rumahku!" July menyambar lengan Anea dengan setengah memaksa agar Anea menuruti."Apa kau tahu di mana Jan pindah, July?"Ingin sekali July mengatakan "iya" pada pertanyaan Anea barusan. Tetapi sayang sekali, ia harus menjawab yang sebenarnya. Gelengan kecil July menambah sempit hati Anea."Apa kau benar-benar tak mengetahuinya? Mungkin Jan pernah bilang sesuatu atau petunjuk apa pun itu. Ayolah July... bantulah aku!" Jemari Anea meraih July seraya memohon."Maafkan aku Anea. Tapi aku benar-benar tidak mengetahui apa pun."Air mata telah di ambang pintu. Jika Anea tidak malu dengan July yang telah bersikap baik padanya, mungkin sekarang Anea telah menangis meraung-raung dan berkali memaki Jan. Sayang sekali, kali ini Anea hanya m
Read more

Mengungsi ke apartment Mitha

         Mitha duduk di depan Anea yang hanya terpisah oleh sebuah meja. Saat menatap koper yang Anea bawa, ia yakin jika sahabatnya itu sedang mempunyai masalah."Apa yang terjadi, Anea?" Tanya Mitha segera."Aku tidak tahu, Mitha. Masalah menimpaku bertubi-tubi, rasanya aku sudah tidak sanggup!" Sendu ia berucap.Mitha menggelengkan kepala dan menarik tubuh condongnya, sedikit menjauh dari meja."Kau tidak pernah berbicara padaku lagi. Itu yang ku sayangkan, Anea.""Maafkan aku, Mit. Aku hanya tidak mau kau tahu jika aku selalu dalam keadaan yang tidak baik.""Sudahlah, Ne. Sekarang katakan padaku apa yang terjadi denganmu?"Anea menggigit bibir bawahnya. Lidah itu terasa kelu untuk memaparkan keadaan. Malu rasanya! Namun memang sekarang hanya Mitha yang dapat melegakan hatinya."Aku tidak tahu Jan ada di mana..."Mitha melotot setelah mendengar pengakuan Anea."Apa maksudmu, Anea? Kau tid
Read more

Pulang kampung yang terlalu cepat

Kriet!Pintu setengah reyot itu telah terbuka tanpa kunci yang menghalangi.Anea masuk melalui lubang perseginya dengan langkah lesu terseok.Hening.Mungkin ibunya belum pulang dari sawah. Kedua adiknya mungkin ikut membantu. Maklum, sejak Jan jarang memberi nafkah, kini pengeluaran di rumah kecil ini semakin membengkak. Hal itu membuat ibunya pontang-panting mengerjakan sawah sendiri karena jika harus membayar orang untuk bekerja, ia merasa sayang uangnya. Lebih baik mereka gunakan untuk kebutuhan Albian. Alhasil kedua adiknya juga ikut membantu karena kasihan dengan ibu mereka, meskipun mereka masih sekolah.Anea mencoba menghela napas. Menetralkan rasa gugupnya yang membayangi."Kuatkan mama ya, sayang.." Anea mengelus kepala Albian yang sedang berceloteh.Satu tangannya meletakan koper di pojokan, menurunkan sang anak dari gendongan, kemudian mendaratkan bobot tubuh pada kursi kayu berwarna coklat yang selalu menemani keluarga kecil ini bercengkerama.Albian merangkak kesana-kema
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status