Home / Romansa / Damai dalam Poligami / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Damai dalam Poligami: Chapter 61 - Chapter 70

84 Chapters

Bab 61

"A ha ha ha ha ha ha!"  Tiba-tiba aku sangat ingin tertawa keras dan lebih keras lagi. Aku tak bisa menghentikannya jadi terus tertawa. Bibi terlihat menangis sambil memanggil-manggil. "Bu… istighfar, Bu! Ya Allah!" Aku sudah lelah tertawa tapi masih ingin terus tertawa. Kerana lelah rasanya aku juga sedih jadi aku pun menangis. Pelukan wanita yang sedari tadi mengelus punggungku terasa hangat. Aku nyaman melanjutkan tangisku. "Pak! Kenapa diam saja?Kenapa tidak panggil dokter?Ini keadaan, Bu Sarah tidak wajar," kata Bibi. Entah apa maksudnya tidak waja
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

Bab 62

*Dokter Wan* Pagi ini jatahku libur dari rumah sakit sehingga punya kesempatan ke klinik kecil milikku di pinggiran kota lebih pagi. Biasanya aku hanya buka praktik sore sampai malam. Aku memiliki beberapa perawat dan  beberapa dokter praktik yang jaga bergantian.  Dokter Irma adalah juniorku saat kuliah. Persahabatan kami berlanjut dengan bekerja sama mengelola klinik ini. Sebagai wanita dan ibu dia sangat kompeten dan paling bisa membawa diri bersama team. Terutama bersamaku yang seorang duda. Duren begitu kata banyak wanita. Bersama Irma aku merasa nyaman karena dia tak seperti wanita kebanyakan yang meski memiliki pasangan masih saja belingsatan melihat pria tampan.  Seperti aku. Irma berbeda. Aku
last updateLast Updated : 2022-02-10
Read more

Bab 63

Kami menghempaskan tubuh pada sebuah kursi dengan kelelahan. Kondisi drop dan bocor jahitan membuat kami berjibaku selama hampir dua jam untuk menolongnya. Syukurlah semua sudah berlalu. Masa kritisnya lewat dan keadaannya stabil sekarang. Sarah. Wajah mungil bak pualam meski dalam keadaan pucat menari di pelupuk mata. "Astaghfirullah! Dia istri orang," gumamku frustasi. Tanpa sadar itu membuat Dokter Irma memusatkan atensinya penuh padaku. Aku mengangkat tangan tanda menyerah. Yah bagaimanapun wanita ini adalah sahabatnya. Begitu pun diriku yang juga sahabat yang teramat dia kenal. Pasti kesannya buruk menyadari ini. Menyukai istri orang? Aku? Sepertinya siapapun akan mudah menyukai wanita cantik seperti Sarah. Apa
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more

Bab 64

Dalam ruangan perawat sudah selesai melakukan tugas. Sarah tertidur lelap karena pengaruh suntikan obat oleh dokter. Sementara Dokter Irma masih terpekur di kursi, ketika team dokter rumah sakit yang bertugas berpamitan padanya. "Kami tinggal dulu, Dok," katanya sambil berlalu diiringi para perawat yang membantu. Dokter Irma mengangguk sambil tersenyum. Bangkit berdiri mengantar sampai ambang pintu ruang perawatan di mana Sarah masih tenang dalam tidurnya tanpa tahu segala kepanikan. Belum lagi berbalik, tatapannya bertemu dengan sesosok lelaki yang langsung membuat moodnya memburuk. Segera saja ekspresi datar ditampilkan di wajah bulat dengan pipi sedikit cubi itu. "Di mana, Sarah?" Dia bertanya basa-basi. Tanpa me
last updateLast Updated : 2022-02-14
Read more

Bab 65

Suasana jalanan siang ini cukup sepi. Di samping belum waktunya makan siang, terik yang cukup menyengat kurasa menjadi banyak orang lebih memilih diam di rumah jika tak ada keperluan mendesak yang mengharuskan seseorang menyusuri jalanan.   Aku diam-diam melirik wanita yang menyetir mobilnya dengan anggun. Postur sedikit berisi tak membuatnya Kokelihatan buruk karena pandai memilih busana dan aksesoris yang pas untuk tetap tampil modis. Ibu muda yang elegant.   “Apa aku sekarang cukup menarik?”  Aku tergagap menyadari telah tertangkap basah seperti melakukan suatu kesalahan.   “Apa sudah ada keluarganya?” Aku memilih mengalihkan topik.   Aku tahu dia paham arah pertanyaan ini tapi wajah itu tampak mengernyit be
last updateLast Updated : 2022-02-22
Read more

Bab 66

Suasana sepi serasa mencekam di ruangan tempat Sarah dirawat. Suara detak jam dinding terdengar keras menghentak jantung. Kuintip wajah pucat itu yang masih terlelap. Rasa bersalah kembali menyusup di dada. Aku tak mengerti kenapa rasa untuknya kini hambar. Kerinduan jarang sekali menyapa karena wanita yang memberikan tiga anak ini sering membuatku emosi. Harapan agar dia berdamai dengan Zubaidah semakin hari justeru semakin berjarak. “Sarah ... Kenapa kau sekarang menjadi istri pembangkang?” gumamku sambil menyibak ujung jibab yang menutupi pipi. Melihatnya ada rasa terenyuh tatapi jujur aku tak berdaya. Keuanganku buruk akhir-akhir ini. Menjaga ekonomi yang amburadul sementara ada dua rumah yang kuurus membuat fokus ini selalu mengarah ke sana. Mengendalikan keuangan. Zubaidah tak sekuat Sarah dalam berbagai hal meski sama-sama bisa menghasilkan uang, gaji sebagai guru tidaklah besar sekali. Cukuplah untuk kebutuhan pribadinya dan sedikit me
last updateLast Updated : 2022-03-22
Read more

Bab 67

Zubaidah menyambutku dengan senyum diambang pintu. Meraih tangan kanan untuk dicium setelah mengambil bawaan. Aku sengaja membelikan martabak manis kesukaannya. Sama seperti Sarah saat hamil. Wanita hamil mudah lapar dan suka ngemil. Mengingat Sarah membuat perasaanku kembali buruk.“Ada apa, Bang?”“Sarah masuk rumah sakit.”“Masuk rumah sakit lagi!” pekik Zubaidah dengan mata membulat.“Kenapa lagi dia?”“Katanya depresi paska melahirkan dan jahitan bekas operasi bocor,” kataku lesu.Terdengar desah kejengkelan Zubaidah. Tak ada nada sedih atau simpati atas apa yang terjadi pada kakak madunya.“Abang pasti akan sibuk mengurusnya seperti biasa. Istri manjamu itu selalu saja penuh drama dalam hidupnya.”Aku melirik istri keduaku itu dengan perasaan yang rumit. Dirinya bukanlah wanita mandiri setelah kupinang. Bahkan kemanjaannya melebihi Sarah.Wanit
last updateLast Updated : 2022-03-22
Read more

Bab 68

Pulang dari kantor aku memutuskan datang ke rumah sakit tempat Sarah dirawat. Sudah tiga hari berdiam di rumah Zubaidah membuat perasaanku tidak enak. Aku bisa saja beralasan bahwa itu memang jatah hari istri ke duaku saat nanti mertua bertanya. Toh memang begitu kenyataannya. Aku sebagai suami yang berpoligami harus adil membagi waktu. Langkah kupercepat ketika pintu ruangan telah terlihat. Sepi. “Eh, Mas, Mas! Ini Bu Sarah yang dirawat di ruangan ini dipindah ke mana, ya?” tanyaku pada petugas kebersihan yang kebetulan melintas. “Oh, sudah dibawa pulang keluarganya, Pak,” jawabnya ramah. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Segera kuputar langkah kembali ke parkiran dan membawa kendaraan menuju rumah Sarah. Sampai di rumah lagi-lagi aku tercengang. Rumah telah kosong dan sebagian pakaian Sarah tidak ada. Aku bergegas memasuki kamar anak-anak. Kubuka lemari dan keadaannya sama dengan lemari bundanya. Langkahku terayun cepat ke belakang. “Bik! Bibik!” Sia-sia. Tak ad
last updateLast Updated : 2022-03-23
Read more

Bab 69

“Bu makan sedikit ya ... ayo dibuka mulutnya,” bujuk seorang wanita dengan wajah sedih.“Masih belum mau makan, Bik?” Seorang ibu berbusana kebaya dipadu dengan jarik batik bertanya prihatin.“Njih Ndoro Sepuh,” jawabnya sambil mengangguk hormat.“Sampai kapan kau akan begini, Nduk?Kasihan anak-anak kalau ibunya tidak berusaha kuat.Ayolah, Sayang ... sadarlah!” Diguncangnya pemilik bahu yang hanya diam dengan pandangan kosong ke depan.“Kata dokter tidak boleh dipaksa, Ndoro.Biar pelan-pelan saja. Akan saya pastikan Bu Sarah bisa makan biarpun sedikit.”“Terima kasih ya, Bik.Tolong yang sabar menghadapinya.”“Njih, Ndoro.”Dengan mata penuh kaca-kaca Ibunda Sarah keluar dari kamar putrinya.“Bagaimana Sarah, Bu?” tanya Sang Suami mencegatnya di depan pintu.Pasangan yang tak lagi muda itu hanya
last updateLast Updated : 2022-04-03
Read more

Bab 70

*Royyan*“Pesantren?Kalian yakin? Hidup di pondok pesantren itu tidak enak harus jauh dari keluarga. Katanya makanan di sana juga tidak enak, lho,” kata kakek menakut-nakuti.Aku sudah biasa ikut penstren kilat. Setidaknya setahun sekali bunda mendaftar aku ikut di acara semacam itu. Banyak penyelenggara di kota kami tinggal jadi kalau sekarang aku harus masuk pondok lebih awal rasanya sudah siap. Syamil juga beberapa kali ikut pondok pesantren kilat. Meski tidak sesering aku mengikuti acara itu setidahnya dia sudah tahu mondok itu bagaimana.Kami akan bangun tidur lebih awal, sholat berjamaah awal waktu, makan di jam yang sudah ditentukan, harus mengantri dalam setiap kegiatan dan lain-lain. Semua tidak ada yang buruk tapi agar kami terbiasa disiplin.Di pondok pesantren bukan melulu belajar dan mengaji, kami pasti ada juga waktu bermain bersama teman di sela kesibukan. Ada jam olahraga dan juga jalan-jalan di waktu tertentu.B
last updateLast Updated : 2022-04-03
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status