Home / Romansa / Kamu Akan Miskin, Mas! / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kamu Akan Miskin, Mas!: Chapter 11 - Chapter 20

105 Chapters

Dunia Kamu Akan Runtuh, Mas!

"Surat apaan itu?" Ya ampun. Aku buru-buru menoleh. Mama Mas Reno kenapa pakai acara bangun segala, sih? Menyebalkan sekali.  Aku menoleh ke Kafka yang menganggukkan kepala. Adikku itu langsung mendekati Mama Mas Reno.  "Kafka ada sesuatu, lho." "Sesuatu apaan?" tanya Mama Mas Reno sambil mengalihkan pandangan. Jangan sampai semuanya ketahuan sebelum waktunya. Aku mengembuskan napas pelan, Mas Reno menahan tangannya, juga menahan kantuknya.  "Ikut Kafka, deh." Mereka menghilang dari pandangan. Aku memejamkan mata sejenak, kemudian kembali menatap Mas Reno.  "Ayo, Mas. Tanda tangan sekarang." "Harus sekarang, ya?" Mas Reno menguap. "Gak bisa besok aja?" Eh? Aku langsung memegangi Mas Reno yang hampir saja tidur bersandar.  Dia seperti orang yang sudah k
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Siapa Dia?

"Hah? Masalah apaan?" tanyaku sedikit khawatir.  "Butik cabang kedua berantakan, Bu. Ada yang habis membuat rusuh katanya." "Siapa?" Orang kepercayaanku itu menyebutkan satu nama. Aku mengusap kening.  "Saya langsung kesana sekarang." Memang benar-benar. Aku langsung tancap gas ke butik, memundurkan janji dengan pengacara. Ponselku berdering beberapa kali. Ah, itu bisa diurus nanti-nanti saja. Aku menginjak rem, langsung keluar dari mobil. Memang sedikit kacau.  Mataku menyipit. Siapa yang membuat rusuh di sini? Astaga, benar-benar meresahkan.  "Siapa yang melakukannya?"  "Maaf, Bu. Kami juga tidak tahu. Dia memakai pakaian hitam-hitam, juga bertopeng." Aku langsung masuk ke ruang keamanan, melihat rekaman CCTV. Seorang pria kalau dari ukuran tubuhnya.
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Jangan Bermain-Main Denganku!

"Buset. Pasti pedas banget itu."  Kami mengintip dari balik dinding. Beberapa detik, aku mengangkat bahu. Memilih untuk melakukan hal lain. "Mau kemana, Mbak?"  "Kamar. Kenapa?" Kafka menganggukkan kepala. "Gak papa." "Piringnya jangan lupa suruh mereka cuci." Adikku itu mengacungkan jempol. Dia masih saja mengintip hal tidak penting itu.  Sampai di kamar, aku berhenti sejenak ketika mendengar suara ponsel Mas Reno berdenting pelan. Ponselnya ternyata ditinggal di kamar.  Ah, kesempatan bagus. Ada yang meneleponnya tadi, tapi tidak terangkat.  Aku mencoba membuka sandinya, tapi ternyata sudah diganti. Entah apa. Aku mengusap dahi, meletakkan ponsel itu kembali.  Denting pelan kembali terdengar. Buru-buru aku mengambilnya.  
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Pencitraan

"Hah?! Bercerai?" Mama dan Papa bahkan berteriak. Aku menghela napas pelan, sudah tahu apa reaksi mereka.  "Iya. Bercerai." "Tapi kenapa, Nina? Bukannya kamu baru saja melahirkan? Bukannya—" "Ada sesuatu hal, Ma. Bukan hanya soal anak, tapi ini soal semuanya." "Apa? Cerita ke Mama sama Papa. Siapa tahu kamu bisa bantu." Meskipun Mama dan Papa terlihat tidak setuju, tapi mereka menyimak dengan baik ceritaku.  Sesekali, aku mengembuskan napas pelan. Tentang semuanya, tentang apa yang belum diketahui oleh Mama dan Papa.  "Astaga. Si Reno benar-benar! Biar Papa datangin dia. Cuma bisa jadi benalu aja. Papa kira, dia benar-benar menafkahi kamu."  Aku melebarkan mata, buru-buru menahan Papa yang sudah beranjak dengan kemarahan di wajahnya.  "Apa lagi?
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Tipu Daya

"Hah?! Sakit apa?" tanya Mama terkejut.  "Iya. Tadi biasa aja. Sehat, gak sakit apa pun." Kafka ikut menyahut. Dia keluar dari ruang keluarga.  Mataku menyipit, berusaha mencari kebenaran dari perkataan Mas Reno tadi. Entah kenapa, aku tidak percaya dengannya. Apalagi dia sering membohongiku.  "Gak tau juga. Kata Rini tiba-tiba kejang." "Kejang?" Mama menoleh ke aku.  Mana aku tahu. Tadi memang baik-baik saja. Sekarang tidak tahu, padahal baru juga ditinggal beberapa jam.  "Yaudah, sana. Kamu temani Reno." Meskipun masih terlihat marah, Papa menyuruhku menemani Mas Reno ke rumah sakit. Aku menganggukkan kepala, mengambil jaket di atas kursi.  "Kafka ikut." Adikku itu langsung memberikan Raja ke Mama.  "Tapi Raja—" "Sama Mama aja. Kafka
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Kalian Tidak Akan Bisa Melawanku!

"Ngapain di depan kamar?"  Astaga. Aku terhenyak mendengar perkataan Rini yang mengagetkan. Wajahnya tampak aneh ketika melihatku yang terkejut.  "Siapa?" Obrolan di dalam juga terhenti. Aku mengusap wajah, kemudian mengikuti Rini masuk ke dalam kamar, agar mereka tidak curiga.  "Nina, ngapain?" tanya Mas Reno pelan. Dia penasaran denganku.  "Gak tau, tadi berdiri di depan kamar. Nguping kali." Mendadak, suasana menegang. Aku menghela napas pelan. Tenang saja, aku ada alasan yang bagus sekali.  "Jangan pernah nguping pembicaraan kami, Nina." Mama Mas Reno memberikan peringatan padaku.  "Siapa yang mau nguping? Percaya diri, deh. Rini juga fitnah." Mereka langsung terdiam. Aku tampak biasa saja, karena ada alasan di balik semuanya. Diam-diam, aku tersenyum. Kalian tida
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Kejutan Dariku, Mas!

"Matiin, Mbak. Matiin." Aku langsung mematikan telepon. Menghapus riwayatnya. Kemudian meletakkan ponsel itu ke atas meja, bertepatan dengan Mas Reno yang kembali dari kamar.  "Ayo, berangkat sekarang." Mas Reno menoleh padaku. Aku menoleh ke jam dinding, kemudian menganggukkan kepala.  "Ini kunci mobilnya." Aku memberikan kunci mobil ke Mas Reno.  "Aku ke mobil duluan, manasin mesin," katanya sambil melangkah keluar rumah.  Setelah Mas Reno tidak kelihatan lagi, aku menoleh ke Kafka yang terdiam. Dia seperti sedang berpikir.  "Mikirin apa?" tanyaku sambil menyenggol lengannya.  Adikku itu duduk di sofa. Dia menoleh padaku. Kemudian mengangguk-anggukkan kepala.  "Kayaknya Mbak harus cari tahu siapa wanita itu. Nanti malam kalau bisa Mbak salin nomornya." Tadi, ja
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Aku Ingin Membalaskan Semuanya!

"Eh?" Wajah Mas Reno kelihatan sekali gugupnya. "Kamu ngapain di sini, Nin? Bukannya tadi—" "Pengen aja." Tatapanku beralih ke wanita yang tadi mengobrol dengan Mas Reno. Dia mirip sekali dengan foto yang tadi dikirimkan oleh Gita.  Dia adalah Delia. Wanita yang katanya akan menikah dengan Mas Reno.  Ah, ini menarik sekali.  "Kayaknya di sekolah dulu kita gak pernah kenalan." Dia mengulurkan tangan. "Kenalin, aku Delia." Aku melirik Mas Reno sebelum balas menjabat tangannya.  "Nina. Panggil gitu aja." "Ah, siapanya Reno? Kayaknya kamu datang, Reno langsung diam." Delia penasaran sekali denganku.  "Istrinya. Kamu gak kenalin aku sama Delia, Mas? Wah, pantas kita belum kenal." Ada keterkejutan di wajah Delia. Juga kepanikan di wajah Mas Reno. Aku t
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Pekerjaan Mencurigakan Rini

"Emang suami kamu ngapain?" tanya Gita penasaran.  Belum waktunya orang lain tahu. Aku tidak mempercayai siapapun kecuali Kafka, Mama, dan Papa untuk saat ini. Aku menggelengkan kepala ke Gita.  "Aku gak bisa kasih tau sekarang. Tentang semua rencana aku. Tentang semua perlakuan Mas Reno sama aku."  "Aku ngerti." Gita mengangguk-anggukkan kepala.  "Yaudah. Apa pun itu, kita cerita lagi kapan-kapan. Kamu hubungin aku aja." Gita mengangguk. Aku tersenyum padanya, kemudian berbalik.  Wow. Lihatlah, Mas Reno sedang berpelukan dengan Delia. Mereka seperti manusia tidak tahu malu. Aku mengangguk-anggukkan kepala. Mereka memang tidak punya malu sepertinya.  Dengan cepat, aku mengeluarkan ponsel, kemudian memfoto aksi mereka itu. Benar-benar di luar dugaan sebenarnya, tapi biarlah. Itu bukti kalau Mas Reno sudah berm
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Rahasia Rini

"Mbak gak percaya, kan? Sama, Kafka juga." "Terus gimana?" tanyaku pelan.  Meskipun aku masih kesal dengan keluarga Mas Reno, tapi aku juga tidak bisa membiarkan Rini dalam jurang yang salah. Anak itu tidak bisa dibiarkan.  Kafka mengangkat bahu, membuatku ingin melemparkan sesuatu padanya. Aku kesal sekali dengan Kafka.  "Gak gimana-gimana. Biarin ajalah. Dia yang mau kerja kayak gitu, kenapa kita yang repot?" Astaga, Rini bekerja itu untuk apa? Disuruh Mama Mas Reno? Atau bagaimana? Aku justru merasa bersalah sekarang. Ah, ini benar-benar tidak lucu. Aku menggigit bibir. Kenapa juga tadi aku mengantarkan si Rini ke gedung itu? Harusnya aku tidak menebenginya tadi.  "Kenapa, sih, Mbak? Kayak cacing kepanasan. Gerah lihatnya." Mataku melirik jam dinding. Sudah hampir pukul dua belas malam. Namun, M
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status