Home / Fiksi Remaja / Memantai [Tamat] / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Memantai [Tamat]: Chapter 21 - Chapter 30

52 Chapters

21. Akhirnya Wandi Tiba

Empat jam kemudian. Rianti, Riris, Lili, Emmy, Ridwan dan Ronco akhirnya sampai di Pelabuhan Ketapang. Sebuah pelabuhan kecil, tempat bersandar kapal-kapal kecil seperti perahu nelayan, ketingting atau perahu penumpang berkapasitas hanya 20-an orang, serta speedboot milih Polair yang selalu digunakan untuk berpatroli.Jam sudah menunjukkan pukul 16.09. Mereka turun dari mobil sewaan mereka dan masuk ke dalam sebuah warung makan sederhana. Ronco kali ini tidak ada di warung bersama rombongannya. Ia sedang mencari penyedia jasa perahu sebagaimana janji yang sudah dibuat sebelumnya dengan pemilik perahu itu.“Pak Ketua, boleh gua aja yang nelpon Wandi ga? Gua penasaran soalnya. Gua pingin dengar suaranya yang katanya lagi sakit itu. Beneran sakit ga do’i?”ucap Riris yang sedang duduk sembari memain-mainkan pipet sedotan di dalam gelas berisi sirupnya.“Oh, iya. Telpon gih buru. Suruh dia cepat-cepat datang,”ucap Ridwa
Read more

22. Menyebrang Pulau

Perjalanan menyeberang ke pulau akan segera dilakukan. Wandi berlagak tidak bersemangat.“Woy! Tunggu apa lagi? Ayo, kita mau berangkat nih,”ucap Ridwan.“Ke perahu?”tanya Wandi.“Iyaaa..”jawab ketus Rianti yang baru saja melewatinya menyusul yang lain.Sekelompok mahasiswa KKN itu lalu memindahkan barang bawaan mereka ke atas perahu. Para wanitanya dibantu oleh Ronco, Ridwan dan pemilik perahu dan ABK-nya. Sedangkan Wandi, ia sendiri cukup kesulitan dengan koper besar yang ia bawa.“Lili cantik! Sini aku bantu,”ucap Ridwan menjulurkan tangannya.Tangannya itu lalu disambut oleh Lili dan Ridwan pun menariknya dengan sedikit keras. Lili lalu tertarik ke atas dengan tubuh yang hampir jatuh. Tubuh Lili yang miring itu lalu ditangkap oleh Ridwan.Ridwan menatap mata Lili. Dengan cepat Lili menegakkan tubuhnya dan melepaskan tangan Ridwan.“Ciyeee... Ada y
Read more

23. Hari Pertama di Pulau

Lili, Wandi, Riris, Ridwan, Ronco, Rianti dan Emmy pun sampai di Pulau Pahawang. Mereka tiba menjelang petang. Mereka tinggal di rumah terpisah. Dua buah rumah yang disewakan penduduk setempat berdekatan memisahkan membagi menjadi dua kelompok.Lili, Riris dan Emmy tinggal di rumah Nenek Sumi. Sedangkan, Ridwan, Wandi dan Ronco tinggal di rumah Pak RT Atan. Mereka menempati masing-masing hanya satu kamar saja untuk tiga orang dan pemilik rumah masih tinggal bersama mereka.Untuk penyediaan makan sehari-hari kelompok itu menentukan seorang juru masak. Pak RT Atan beserta Ridwan dan Ronco sebelumnya sudah berdiskusi akan menunjuk Ibu Surti sebagai juru masak.Selama empat puluh hari Ibu Surti akan masak di rumahnya kemudian mengantarkan makanan ke rumah Pak Atan dan Nenek Sumi untuk para mahasiswa itu sebanyak tiga kali sehari. Sedangkan untuk menunya, pada saat melakukan pertemuan di kampus, mereka sudah sepakat bahwa akan memesan menu rumahan yang bahan-ba
Read more

24. Konsep Program

Pukul 8.30 pagi. Para mahasiswa KKN berkumpul di balai desa. Mereka duduk di atas tikar pada hall terbuka balai desa tersebut. Mereka sedang menyusun rencana kerja dan mengumpulkan data yang dibutuhkan.“Gampang sih menurut gua, data BPS kan ada?”ucap Rianty kepada teman-temannya.“Bukannya ga percaya dengan data BPS ya, tapi kadang data itu kan ga up to date. Di data memang tertulis jumlah nelayan di sini adalah sekian-sekian. Tapi, kalau ternyata mereka udah beralih profesi dan ga pernah melaut lagi gimana? Jadi beda dong data eksistingnya?”sanggah Lili.“Lili benar! Jaman sekarang apa yang tertulis di KTP penduduk belum tentu itu adalah data yang sebenarnya. Banyak alamat KTP yang udah ga sesuai lagi, profesi yang udah ganti dan sebagainya. Proses pembaruan data KTP ga murah loh? Akses mereka ke Kantor Kecamatan pun harus menyeberang pakai angkutan laut dulu kan?”tambah Wandi.“Hemh.. Kalau ki
Read more

25. Rencana Wandi

Satu bulan yang lalu, bertempat di komplek perkantoran elit di Pantai Utara Jakarta, Pantai Indah Kapuk.“Saya hanya tidak habis pikir. Mengapa pulau itu rela diajukan Hak Guna Usaha kembali dan mereka dengan rela membayar upeti begitu tinggi?”tanya Wandi heran.“Sebelumnya mereka mengalihkan HGU itu ke pengusaha baru dengan mudahnya, dengan berani menanggung ganti rugi yang besar. Sekarang mereka akan mengambilnya kembali meskipun menghabiskan biaya beberapa kali lipat,”ucap Wandi berbicara kepada Asisten Azmi dalam pertemuannya sebelum KKN dilaksanakan, satu bulan yang lalu.“Iya, benar Bos. Oh iya Bos, saya mendapati ada pertemuan yang dilakukan oleh Tuan Dirgaseno dengan Mr. Nakayama di Hotel Greekland pada jumat lalu, Bos,”ucap Asisten Azmi sambil menunjukkan foto-foto dua orang direktur perusahaan yang berbeda itu kepada Wandi.“Bagus sekali!”ucap Wandi kesal lalu melayangkan se
Read more

26. Sepak Terjang Wandi

Wandi menyimak perkataan salah seorang direktur di hadapannya.“Tidak cukup! Duuummmm...”ucap Wandi seraya menghentakkan kuat-kuat kaki kanannya ke lantai. Lagi-lagi ia membuat suara degum lantai yang suaranya memenuhi seluruh isi ruangan.Semua orang di situ begitu terkejut dengan apa yang mereka lihat itu. Tuan Aditama justru sebaliknya. Ia tersenyum puas dan merasa mulai penasaran.“Kekuatan kaki lebih kuat daripada kertas kertas itu!”ucap Wandi begitu percaya diri. Semua orang hanya terdiam menunggu pertunjukkan selanjutnya.Wandi lalu mengungkapkan temuannya di lapangan bahwa terdapat beberapa direktur yang sengaja berkomplot untuk melakukan korupsi di perusahaan. Data yang dilaporkan berbeda dengan yang dihimpun sendiri oleh Wandi.Wandi lalu meminta asistennya menunjukkan kalkulasi-kalkulasi data ril lapangan kepada seluruh peserta rapat. Anak muda berusia 21 tahun itu mampu membungkam dan menjatuhka
Read more

27. Ciuman Pertama

Wandi dan Lili sedang asik berperang petasan. Mereka ada dalam tim yang sama, satu tempat di balik papan penghalang tempat mereka berlindung dari tembakan petasan.“Ngomong-ngomong, makasih ya,”ucap Wandi kepada Lili sambil melangsungkan perang itu. Ucapan Wandi itu sekilas ditutupi oleh suara-suara berisik petasan dan deburan ombak.“Apa?”ucap Lili yang sedikit meninggikan suaranya.“Makasih,”ucap Wandi mengulangi perkataannya dengan juga mendirikan suaranya.“Makasih apa?”tanya Lili.“Kejadian di perahu ketinting waktu itu,”jelas Wandi.Lili lalu berdiam sejenak. Perasaannya tiba-tiba merasa lain.“Hei, jangan diam saja. Tembak mereka!”ucap Wandi.“Oh! Iya iya!”ucap Lili tersentak, kemudian kembali memasang petasan ke arah kelompok musuh.“Aku minta sekali lagi, jangan beri tahu orang lain
Read more

28. Harga Diri

Lili berjalan cepat dengan perasaan kesalnya memasuki penginapan. Ia langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan diri di kasurnya. Wajah kesalnya ia tengadahkan ke atap.Dengan gelisah ia mencoba memejamkan matanya dan memiringkan tubuhnya ke kanan lalu ke kiri lalu kembali ke kanan. Riris terbangun. Ia melihat Lili dengan gelisahnya di kasur di depannya.Riris lalu menggosok-gosok matanya dan memokuskan pandangannya ke Lili. Tiba-tiba ia melihat Lili menumpahkan air mata, kemudian dengan cepat Lili membenamkan wajahnya dengan bantal. Sayup terdengar suara isakan Lili yang teredam bantal.Riris lalu bangun, ia pun duduk.“Lik, lu kenapa Lik?”tanya Riris dengan suara pelan.Lili yang mendengar suara Riris itu kemudian membuka bantal dari atas wajahnya. Ia menoleh ke arah Riris dengan wajah yang menekuk ke bawah. Kulit-kulit pipinya seakan meleleh jatuh. Bibirnya melengkung dan bergetar.Riris langsung bangkit dan duduk di
Read more

29. Menjaga Jarak

Ya udah, Lik. Kita tidur aja yuk, udah malam,”ucap Riris yang sebenarnya ingin mengakhiri obrolan ini dengan Lili.Lili lalu memandang ke arah kasur Rianti yang masih kosong.“Sudah lah. Nanti juga dia balik. Kita tidur duluan aja. Kan ada cowok-cowok yang bakal ngejagain dia,”ucap Riris.Lili pun mengangguk. Riris kemudian kembali ke tempat tidurnya. Lili kembali membaringkan tubuhnya dan mencoba memejamkan matanya. Riris pun demikian. Ia menghela napas panjang, kemudian memejamkan matanya.Pagi hari tiba. Selepas sarapan di penginapannya masing-masing, mereka pun kembali berkumpul di balai desa. Mereka kembali duduk di atas tikar secara melingkar untuk berdiskusi dan mengerjakan perencanaan.Lili sedang sibuk memeriksa beberapa kertas di depannya. Ia menyadari kehadiran Wandi, namun ia pura-pura tidak melihatnya.Tempat di samping Lili kosong. Wandi yang baru datang itu hendak duduk di situ.“Stop
Read more

30. Arif Pemuda Desa

Lili menghela napas. Ia pun mencoba mengikuti alur percakapan Arif. Lili merasa ia harus bersabar saat ini. Hal itu dilakukannya agar maksud dan agendanya dapat tersampaikan dengan lancar.“Oh iya. Sepertinya kita perlu saling menyimpan kontak telepon. Sewaktu-waktu bila ada keperluan kan jadi bisa berkoordinasi dengan mudah?”bujuk Arif.Lili mengerenyitkan dahinya sejenak. Ia lalu mencoba melayangkan senyuman palsunya kepada Arif. Tak lama, ia pun memberikan nomor ponselnya kepada Arif. Seketika Arif langsung mencoba mengirimkan pesan pertamanya ke WA Lili.“Tiiing..”terdengar suara notifikasi di ponsel Lili.“Nah, itu chat dariku udah masuk kan?”ucap Arif sambil melongoh ke layar ponsel Lili.Lili lalu tersenyum dan menunjukkan layar ponselnya kepada Arif.“Udah masuk,”ucap Lili.Wajah Arif begitu sumringah. Ia begitu lega sudah dapat berkomunikasi dengan Lili m
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status