Home / Fiksi Remaja / Memantai [Tamat] / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Memantai [Tamat]: Chapter 41 - Chapter 50

52 Chapters

41. Perasaan Ridwan

Waktu berganti sore. Tiba saatnya Pak Pitoyo untuk kembali dengan kapal yang sudah menantinya di dermaga. Ini sudah pukul 16.30, di mana kapal terakhir akan menyeberang dari Pulau Pahawang menuju Dermaga Ketapang di Pesawaran, Lampung.Seluruh peserta KKN mengantar Pak Pitoyo hingga dermaga kecil di Pulau Pahawang ini menggunakan motor pinjaman masing-masing. Pak Pitoyo pun berpamitan dan ia pun pergi berlayar.“Akhirnya tuntas juga salah satu kegiatan kita pada hari ini,” ucap Ridwan lalu menghela napas panjang.Ridwan yang tadinya membonceng Pak Potoyo di motornya kini tidak punya tumpangan. Ia pun menawari Lili untuk naik di motor yang ia bawa.“Ayo lah, Lik. Daripada elu sama Amy? Mending Amy naik motornya sendiri, soalnya kasihan motornya,” ucap Ridwan.“Eh, anak Nenek Gayung! Maksud lo apa? Mau ngatain badan gua gitu?” protes Amy.“Udah, sabar, Mik, sabar,” ucap Lili sembari mengelus-elus
Read more

42. Perasaan Lili

“Bukan itu maksudku. Jadi sebenarnya kamu suka ga sama Wandi?” tanya Ridwan.“Apaan sih kamu Wan? Jangan aneh-aneh nanyanya!” ucap Lili.“Jadi ga suka ya? Huh.. Untunglah,” ucap Ridwan.“Untung kenapa memangnya?” tanya Lili.Belum sempat Ridwan menjawab pertanyaan Lili, mereka pun sampai di penginapan. Teman-teman mereka pun telah tiba dan mereka saling berkumpul dan hendak mengembalikan motor penduduk yang mereka pinjam.“Sebenarnya aku suka sama kamu, Li,” ucap Ridwan membatin sambil mencuri-curi pandang dengan Lili. Lili menangkap curi-curi pandang itu, lalu Ridwan berpura-pura sibuk dengan motornya dan hendak mengobrol dengan orang lain.Sore hari sudah semakin hampir gelap. Mereka pun membersihkan diri dan ada yang membenahi seisi rumah.Lili dan Riris sedang berada di ruang tengah penginapan mereka. Lili sedang mengelap meja dan perabotan, sedangkan Riris menyapu
Read more

43. Kebakaran

Hari berganti malam.  Suasana malam di desa terasa sepi, ketika orang-orang beristirahat dan para nelayan sudah ada di laut dengan lampu-lampu minyak yang tampak mengapung-ngapung dari kejauhan. “Kebakaraaan..!”sayup terdengar suara teriakan beberapa orang dari kejauhan. TOK TOK TOK...“Bang.. Bang..”panggil seorang remaja dari luar tempat tinggal Ronco, Ridwan dan Wandi. NGIIIIK...muncul Ridwan di pintu sambil menggosok-gosok matanya. “Ada apa?”tanya Ridwan. “Ada kebakaran!”jawab remaja itu panik. “Hah?”Mata Wandi yang baru saja terbuka tiba-tiba terbelalak setelah mendengar perkataan remaja di luar kamarnya. “Coh! Coh! Kebakaran Coh!”ucap Wandi sambil mengguncang-guncang tubuh Ronco. Mereka pun segera bergegas mendatangi lokasi kebakaran bersama remaja laki-laki itu, salah seorang penduduk asli. Kepulan asap pekat menjulang disorot oleh kobar api di bawahnya.  Malam men
Read more

44. Penyelidikan

Beberapa waktu kemudian di balai desa...“Wandi mana?” tanya Riris.“Entah.  Sejak gua bangun tidur dia udah kaga ada.  Pas gua ngejapri, dia bilang lagi ada urusan sama kenalannya terkait kebakaran semalam,” jelas Ridwan.**Sementara di saat yang sama, Wandi sedang bersama dengan Asisten Asmi di hotel Novotel Bandarlampung.  Wandi sedang membicarakan hal yang cukup serius dengan asistennya itu sambil memperhatikan apa yang ada di layar leptopnya.**Semalam, seusai memadamkan api, Wandi dan Ridwan serta Ronco kembali ke penginapan.  Namun, setelah Ridwan dan Ronco tertidur pulas, Wandi diam-diam pergi dijemput oleh Asisten Azmi yang datang dengan speedboat.  Wandi bermaksud untuk segera menyidik kasus kebakaran di lokasi wisata mitra perusahaannya itu.  Dengan cekatan Wandi pun dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan kemudian melaporkan hal ini kepada CEO.  Karena it
Read more

45. Daerah Keramat?

Beberapa waktu kemudian di Pulau Pahawang.“Elu, Wandi.  Kemana aja sih lu?  Tuh, lihat tempat kita udah rame tuh.  Para konglomerat itu ujug-ujug dateng aja mereka,” ucap Ronco.Masyarakat setempat dan para peserta KKN berdiri-berdiri di pantai yang dijaga para petugas keamanan sehingga menghalangi mereka berlalu lalang.  Aktivitas para direktur itu menjadi semacam tontonan bagi masyarakat setempat.  Terlebih ketika helikopter mendarat di sebuah lapangan di sana.  Suara riuh anak-anak girang menyambutnya, walaupun masih kalah dengan suara baling-baling helikopter.“Iya, saya ada urusan aja tadi.  Tadi saya...”belum usai Wandi berbicara, Ridwan pun memotong.“Jangan bilang semua ini ada hubungannya dengan kepergian lu semalem? Kenalan lu yang elu maksud itu mereka kan?” tebak Ridwan.“Nanti saya jelasin ya, yang penting semuanya harus dengerin saya, percayain semuany
Read more

46. Sebuah Petunjuk

“Duduk dulu aja sini.  Ngomong-ngomong kamu haus ga? Panas banget ya,” ucap Wandi.Lili lalu duduk di akar banir yang memanjang terhubung dengan akar banir yang Wandi duduki.Setelah Lili duduk, Wandi justru berdiri.“Tunggu di sini sebentar,” ucap Wandi.Wandi pun pergi kemudian kembali dengan membawa dua buah botol minuman teh kemasan.  Ia memberikan sebotol kepada Lili lalu membuka botol miliknya dan meminum bagiannya.“Biasanya untuk menenangkan orang yang diintrogasi, orang itu diberikan teh untuk menenangkan pikirannya.  Semoga cara ini berhasil.  Semoga Lili bisa memberiku informasi lebih rinci,” batin Wandi.Wandi menatap dalam-dalam mata Lili.Lili lalu menyengir lemas kepada Wandi.“Kamu nungguin aku bicara? Astaga, aku ga inget apapun lagi Wandi.  Mungkin bukan ga ingat tapi memang ga tahu, sebatas itu doang yang aku lihat,” ucap Lili.&ldq
Read more

47. Orang-orang Mencurigakan

Flash back, kembali pada saat para peserta KKN mengantar dosen koordinator yang mengunjungi mereka hingga ke dermaga pulau.   Lili kembali ke penginapan usai pengantaran dosen ke dermaga, ia berboncengan motor dengan Ridwan. Lili mengangkap sekelibatan sosok dua orang yang tampak mencurigakan. Kedua orang yang tak dikenal itu tampak mengendap-endap dan sesekali meihat ke sekeliling.   Mereka tampak berjalan di atas akar-akar banir mangove Rhizophora yang panjang-panjang. Akar-akar itu seperti cakar-cakar burung besar yang bercokol mantap di atas daratan belumpur di tepian pulau. Hutan mangrove memang cukup tebal di tepian pulau ini. Untuk itu perlu bekerja keras untuk berjalan di atasnya.   “Apa yang dilakukan mereka di sana?” batin Lili melihat mereka saat lewat dengan motor. “Apakah mencari kepiting? Mencari kepiting tapi kok celingukan begitu? Jangan-jangan mereka mau mencuri kayu mangrove?” batin Lili kembali.
Read more

48. Jadian

Hari ini benar-benar di luar dugaan.  Wandi telah berhasil mengungkapkan perasaannya dan Lili mampu mengorek sedikit informasi yang dibutuhkan Wandi untuk penyelidikan kasus perusakan lingkungan di lokasi KKN.  Informasi yang cukup penting. Wandi dan Lili masih duduk bersama di atas akar banir kering itu, tiba-tiba. KRAAK.. SRUUK SRUUK...Terdengar ranting patah dan belukar di sekitar sumber suara itu bergerak. “Hei! Siapaaa ituu...?” teriak Wandi. “Sepertinya ada orang di sana!” ucap Wandi pelan kepada Lili.  Lili ikut memperhatikan dengan seksama, namun mereka tidak menemukan siapapun di balik belukar itu. Itu sebenarnya adalah Arif yang diam-diam memperhatikan mereka.  Bersamaan dengan suara-suara tadi Arif telah dengan cepat meninggalkan tempat itu.  Arif meninggalkan mereka
Read more

49. Tersangka

Beberapa waktu kemudian di balai desa.  Para peserta KKN berkumpul untuk membicarakan program KKN mereka. “Jadi ide apa Wan yang katanya tadi mau lu sampein ke kita-kita di sini?” ta
Read more

50. Mulai Terkuak

Wandi lalu bergantian memandangi tiga orang yang berpenampilan sebagai nelayang yang baru saja menolongnya itu.  Ia sedikit banyaknya mampu mengenali masyarakat nelayan asli pulau ini, dan ia tidak mengenali mereka.  
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status