Semua Bab Anak Kembar Sang Konglomerat: Bab 81 - Bab 90

97 Bab

81. Malam Pengantin

Elina menggigit bibir bawahnya gugup. Malam ini adalah malam yang dinantikan oleh semua pengantin baru. Elina menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan memakai piyama tertutup dan berlengan panjang, Elina menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.  Beberapa menit yang lalu mereka telah melaksanakan shalat sunnah dan memanjatkan doa bersama sebelum melakukan hal itu.  Namun Elina sedikit memundurkan waktunya dengan alasan ingin ke toilet. Andre tidak mempermasalahkan nya. Dengan senyuman lembut Andre mengangguk dan sekarang menunggunya di pinggir ranjang tengah memainkan ponselnya. Elina mengambil nafas panjang setelah itu keluar dari kamar mandi dengan senyuman mengembang. Elina melangkah mendekati sang suami dengan jantung berdebar dan wajah memerah.
Baca selengkapnya

82. Devan Sang Penguasa Kecil

"Oma, Bunda sama papa Andre ndak keluar kamar, ya?" tanya Liana sembari mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya.  Pelita memperhatikan pintu kamar pasutri baru itu. Tidak ada tanda-tanda mereka akan keluar kamar.  "Oma saja yang antar, ya?" tawar Pelita penuh harap. "Ndak perlu repot-repot Oma. Dev jemput kita sebentar lagi." Pelita menghela nafas pelan. Padahal ia ingin mengantar kedua cucunya ini untuk berangkat ke sekolah. Mungkin lain waktu saja. Tiiittt. Suara klakson mobil terdengar sangat nyaring dari luar rumah. Pasti Devan yang telah datang. Liam dan Liana langsung bangkit dari
Baca selengkapnya

83. Masa Lalu Andre

"Mama, Liam dan Liana sudah berangkat sekolah?" tanya Elina canggung bertanya kepada Pelita.  "Hem, biarkan Mama yang mengurus mereka. Kalian jangan khawatir. Kalian berdua menikmati waktu bersama dulu."  Elina memperhatikan wajah Pelita tidak enak hati. Ia sudah bangun kesiangan dan sekarang merepotkan mertuanya. Pasti mertuanya sangat jengkel kepadanya. "Hari ini terakhir Ma. Besok Pelita tidak akan merepotkan Mama lagi. Elina janji." "Tidak Nak. Kamu tidak merepotkan Mama. Justru Mama bahagia dengan kehadiran mereka. Mereka sangat menggemaskan dan juga mandiri." Andre yang mengerti perasaan istrinya langsung mengelus bahu Elina menenangkan nya.
Baca selengkapnya

84. Perhatian Yang Terbagi

Elina dan Andre telah menyiapkan koper mereka masing-masing. Mereka keluar dari kamar, dengan Andre yang membawa kedua koper tersebut, tidak memberikan Elina membawanya. "Bunda mau kemana?" tanya Liana memeluk bundanya.  "Mau pergi sayang. Nana mau ikut atau di rumah sama oma?"  Liana segera memutar otaknya. Menaruh jari telunjuknya di bawah bibir sembari memperhatikan wajah kedua orang tuanya. "Ngak deh, Nana sama kak Liam kan sekolah. Bentar lagi mau lomba olimpiade. Kalau ikut, nanti pelajaran kita terbengkalai." Elina tersenyum mengusap kepala Liana, "Iya sayang. Kita pergi lagi pas kalian libur sekolah." 
Baca selengkapnya

85. Keberadaan Aldi

Berlin, Jerman. Brak! Beberapa dokumen dihempaskan oleh Aldi dengan wajah gelap dan rahang mengeras. Dua pegawainya yang berdiri di depannya saat ini menunduk bergetar tidak berani bersuara. "Sudah dua kali, laporan ini kalian serahkan kepada saya. Kalian tidak berniat bekerja?!" bentak Aldi. "Maaf Pak. Kami telah merevisinya sesuai dengan tuntunan sekretaris Bapak. Bahkan beberapa pegawai dari divisi kita bekerja lembur selama dua hari." Aldi menatap mereka dengan aura menggelap. Kedua pegawai berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu menunduk untuk kesekian kalinya. Tidak berani terlalu lama memperhatikan wajah atasannya itu yang terlihat menyeramkan.
Baca selengkapnya

86. Hati Yang Menolak Untuk Terbuka

Hembusan angin menerpa tubuh gadis yang tengah menunggu mobil yang telah ia pesan. Namun beberapa menit telah berlalu. Mobil tersebut tidak datang dan sekarang menyisakan dirinya yang berdiri di depan kantor yang telah sepi dengan cuaca yang sudah mulai gerimis dan sahutan petir saling bertabrakan dengan atmosfer bumi.   "Mana udah mau jam sepuluh lagi. Gue pulangnya gimana?" gerutu Delia bolak balik melihat arloji yang ada di pergelangan tangan mungilnya.   Tidak ingin menyerah. Delia mencoba untuk menerobos gerimis, namun ia kembali ke tempat semula setelah lima langkah, karena suara petir kembali terdengar sangat menakutkan.    Delia memperhatikan ke sekelilingnya. Tidak ada karyawan yang tersisa. Hanya dirinya dan satpam yang berjarak 50 meter dari dirinya berpijak
Baca selengkapnya

87. Ketua Olimpiade

"Pokoknya Dev ndak boleh bantu Nana!"  "Hem."  Liana tidak ingin Devan ikut campur dan menolongnya lewat jalur dalam untuk menjadi salah satu peserta olimpiade tahun ini mewakili sekolah. "Kalau Nana kalah, Nana janji ndak akan sedih." "Iya," jawab Devan kembali. Liana sangat keras kepala. Banyak anak-anak yang ingin bersahabat dengannya dan memanfaatkannya kedudukannya. Namun Liana sebaliknya. Gadis kecil suka mengemut lollipop itu menolak keras apabila ia membantunya. Karena gadis kecil itu yakin dirinya bisa dengan belajar yang rajin mengalahkan 50 peserta. "Nana! Ingat kata Kakak. Tidak boleh meremehkan lawan dan juga tergesa-gesa dalam menjaw
Baca selengkapnya

88. Bulan Madu Elina dan Dokter Andre

Elina tersenyum dan memejamkan matanya menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya dari atas balkon. Rambut indah itu terurai dan berterbangan karena angin, menambah kesan kecantikan Elina. Elina terlihat sangat awet muda walaupun sudah memiliki dua orang anak.  Tidak ada yang menyangka Elina telah menikah untuk kedua kalinya. Para pegawai hotel menyambutnya dengan sangat ramah dan istimewa. Mereka tidak menyangka akan bertemu secara langsung dengan Elina, di hotel tempat mereka bekerja. Elina bahkan jauh lebih cantik, ketika berhadapan secara langsung. Dari pada hanya melihatnya di sosial media. “Mas, aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu.” Elina menatap sang suami yang ada di sampingnya. Andre sedari tadi memperhatikannya, membuat Elina merona.
Baca selengkapnya

89. Masa Lalu Itu

Elina memandang bangunan di depannya dengan wajah tegar dan tatapan sendu. Ia mengeratkan pegangannya di koper yang tengah ia bawa. Keputusannya sudah bulat. Walaupun hatinya bagai tertusuk ribuan duri, entah kalau bisa dijabarkan, mungkin sekarang hatinya tengah berdarah dan sakit. “Elina,” panggil Surya kepada Elina, yang sudah berada di dalam mobil menunggu Elina. Elina menoleh dan terisak. Dadanya sesak. Air mata menetes dari pelupuk matanya tiada henti. Surya mengerti akan posisi menantunya sekarang. Tangannya terkepal. Ia berjanji tidak akan merestui kembali hubungan Elina dengan Aldi esok apabila Aldi telah menyesali perbuatannya dan ingin rujuk kembali. Elina mencoba menguatkan diri dan menghapus air matanya sampai bersih. Ia kembali berbalik melihat kedi
Baca selengkapnya

90. Masa Lalu Itu (2)

Tok! Tok!   Shanika dengan malas mengetuk pintu kamar Elina beberapa kali. Kalau tidak disuruh oleh suaminya. Shanika tidak akan sudi melakukannya.   "Elina! Kau belum juga bangun?! Istri macam apa, belum bangun sampai jam segini," cibir Shanika di depan pintu kamar Elina.   "Kenapa Sayang?" tanya Aldi menghampiri Shanika yang terlihat kesal dan cemberut.     Shanika menoleh, "Ini loh, Mas. Elina belum juga mau bangun."    Aldi kembali mengetuk pintu kamar Elina. Jauh lebih keras. Bahkan banyak pasang mata yang melihatnya, karena mendengar gedoran terdengar nyaring.   "Kasihan ya, No
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status