Hembusan angin menerpa tubuh gadis yang tengah menunggu mobil yang telah ia pesan. Namun beberapa menit telah berlalu. Mobil tersebut tidak datang dan sekarang menyisakan dirinya yang berdiri di depan kantor yang telah sepi dengan cuaca yang sudah mulai gerimis dan sahutan petir saling bertabrakan dengan atmosfer bumi.
"Mana udah mau jam sepuluh lagi. Gue pulangnya gimana?" gerutu Delia bolak balik melihat arloji yang ada di pergelangan tangan mungilnya.
Tidak ingin menyerah. Delia mencoba untuk menerobos gerimis, namun ia kembali ke tempat semula setelah lima langkah, karena suara petir kembali terdengar sangat menakutkan.
Delia memperhatikan ke sekelilingnya. Tidak ada karyawan yang tersisa. Hanya dirinya dan satpam yang berjarak 50 meter dari dirinya berpijak
"Pokoknya Dev ndak boleh bantu Nana!""Hem."Liana tidak ingin Devan ikut campur dan menolongnya lewat jalur dalam untuk menjadi salah satu peserta olimpiade tahun ini mewakili sekolah."Kalau Nana kalah, Nana janji ndak akan sedih.""Iya," jawab Devan kembali. Liana sangat keras kepala. Banyak anak-anak yang ingin bersahabat dengannya dan memanfaatkannya kedudukannya. Namun Liana sebaliknya. Gadis kecil suka mengemut lollipop itu menolak keras apabila ia membantunya. Karena gadis kecil itu yakin dirinya bisa dengan belajar yang rajin mengalahkan 50 peserta."Nana! Ingat kata Kakak. Tidak boleh meremehkan lawan dan juga tergesa-gesa dalam menjaw
Elina tersenyum dan memejamkan matanya menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya dari atas balkon. Rambut indah itu terurai dan berterbangan karena angin, menambah kesan kecantikan Elina. Elina terlihat sangat awet muda walaupun sudah memiliki dua orang anak.Tidak ada yang menyangka Elina telah menikah untuk kedua kalinya. Para pegawai hotel menyambutnya dengan sangat ramah dan istimewa. Mereka tidak menyangka akan bertemu secara langsung dengan Elina, di hotel tempat mereka bekerja.Elina bahkan jauh lebih cantik, ketika berhadapan secara langsung. Dari pada hanya melihatnya di sosial media.“Mas, aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu.” Elina menatap sang suami yang ada di sampingnya. Andre sedari tadi memperhatikannya, membuat Elina merona.
Elina memandang bangunan di depannya dengan wajah tegar dan tatapan sendu. Ia mengeratkan pegangannya di koper yang tengah ia bawa. Keputusannya sudah bulat. Walaupun hatinya bagai tertusuk ribuan duri, entah kalau bisa dijabarkan, mungkin sekarang hatinya tengah berdarah dan sakit.“Elina,” panggil Surya kepada Elina, yang sudah berada di dalam mobil menunggu Elina.Elina menoleh dan terisak. Dadanya sesak. Air mata menetes dari pelupuk matanya tiada henti. Surya mengerti akan posisi menantunya sekarang. Tangannya terkepal. Ia berjanji tidak akan merestui kembali hubungan Elina dengan Aldi esok apabila Aldi telah menyesali perbuatannya dan ingin rujuk kembali.Elina mencoba menguatkan diri dan menghapus air matanya sampai bersih. Ia kembali berbalik melihat kedi
Tok! Tok! Shanika dengan malas mengetuk pintu kamar Elina beberapa kali. Kalau tidak disuruh oleh suaminya. Shanika tidak akan sudi melakukannya. "Elina! Kau belum juga bangun?! Istri macam apa, belum bangun sampai jam segini," cibir Shanika di depan pintu kamar Elina. "Kenapa Sayang?" tanya Aldi menghampiri Shanika yang terlihat kesal dan cemberut. Shanika menoleh, "Ini loh, Mas. Elina belum juga mau bangun." Aldi kembali mengetuk pintu kamar Elina. Jauh lebih keras. Bahkan banyak pasang mata yang melihatnya, karena mendengar gedoran terdengar nyaring. "Kasihan ya, No
Berlin, Jerman, 2013Setelah dokter memberikan kabar baik kepada Elina, wanita hamil itu tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan bahagianya sekarang. Ia bersandar di sofa sambil menonton acara televisi dengan menikmati secangkir kopi.“Huek!” elina segera berlari ke kamar mandi yang berada di lantai bawah. Dengan wajah pucat dan perut yang bergejolak, Elina memuntahkan cairan kental dan bening. Kepalanya kembali pusing seperti pertama kali dirinya muntah karena kehamilannya.Elina membasuh wajahnya dengan air dan menatap dirinya di cermin. Entah angin apa, Elina terisak merasakan sakit di dadanya. Elina menghapus air matanya sembari mengingat kembali kebersamaanya dengan mantan suami.Elina harus m
Liana mengelilingi halaman rumahnya sendiri, dengan mengayuh sepeda. Ia tersenyum sembari menaruh boneka sapi berukuran sedang di ranjang sepeda sebagai temannya bermain.Kakaknya sedang belajar di dalam kamarnya, untuk persiapan olimpiade antar sekolah. Kedua anak laki-laki seperti Liam dan Devan mengambil mata pelajaran matematika dalam satu kelompok, yang sudah disaring dan dipilih.“Nana main sama Vivi, saja.” Nama boneka sapi berwarna pink dan putih itu adalah Vivi.Liana mengayuh sepedanya dekat dengan gerbang. Liana menatap aneh ke arah seorang wanita yang membelakanginya berada di luar gerbang. Penjagaan di rumah Andre, tidak seketat seperti dimension Syahreza. Bahkan satpamnya, entah pergi kemana.“Bunda!” Liana memanggil wanita itu
Liana menggelengkan kepalanya, ketika dua preman dengan tubuh kekar dan brewok yang terlihat sangat menyeramkan, menyuapinya roti untuknya. Liana yang diikat di kursi dengan tubuh mungilnya bergetar sedari tadi ketakutan.“Nana mau ketemu bunda. Nana mau pulang, Paman.”“Kamu tidak akan pernah pulang selamanya,” jawab mereka. Liana kembali menggelengkan kepalanya karena tidak ingin mendengar perkataan kedua pria menyeramkan itu.Liana, beberapa jam yang lalu , bangun dari pingsannya ternyata telah terikat di sebuah kursi. Liana ingin menangis, namun bundanya selalu berkata, jangan pernah takut. Hal itu akan membuat mereka semakin menindas kita. Liana masih mengingat pesan bundanya itu.
"Masukkan ke dalam mobil!” perintah Shanika memperhatikan ke sekelilingnya, Shanika tahu mereka akan segera tertangkap karena melawan orang-orang yang berkuasa.Liana dimasukkan ke dalam mobil, namun dalam keadaan mulut disumpal dengan lakban dan tidak diikat seperti beberapa jam yang lalu.“Nana ngak mau ke luar negeri. Jangan paksa Nana. Bunda! Tolongin Nana!"Liana tidak ingin pergi jauh dari bundanya. Liana tidak bisa membayangkan nasibnya, apabila Shanika membawanya pergi sangat jauh dari negaranya.Liana telah masuk ke dalam mobil. Dijaga oleh dua anak buah Shanika. Mereka berbicara sebuah rencana selanjutnya. Apabila mereka gagal, maka mereka akan menga