Home / Fantasi / ANILA - Kutukan Angin / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of ANILA - Kutukan Angin: Chapter 41 - Chapter 50

72 Chapters

-`, Danau dan Pulau terakhir || 42࿐

"Menghilang, Na! Ke atas pohon itu!" ujar Aldrich mengacaukan bayangan rencananya. Anila langsung saja menurut. Awan itu berbalik arah, seperti terbang melamban mendekati Anila yang tampak jelas di awangan ujung pohon laksana terbang. Dapat diucap berkat ide Aldrich, ia sekarang tahu apa yang harus dilakukan. "Semoga saja, rencana kali ini berhasil," gumamnya penuh keyakinan. Ia berpikir akan mengunci awan-awan itu di dalam pohon oak terbesar yang rimbun. Anila sebenarnya ragu ini akan berhasil, tetapi, tidak ada salahnya mencoba juga, kan? Ia mulai membuka jalan bermacam jalan tikus atau tupai untuk memasukkan awan-awan itu. "Al! Alihkan perhatian!" pekiknya. "Ya!" tanpa banyak celoteh lagi, Aldrich langsung berteriak. "Hey! Bodoh! Di sini!" teriaknya sekencang mungkin. Awan itu seperti cepat men
Read more

-`, Dihakimi Warga || 43࿐

Mereka seperti menjumpai sebuah pasar. Banyak yang sedang bernegosiasi di sana. Pakaian mereka bagus, tampak sangat gemulai dan pantas dikenakan dengan tubuh mereka yang body goal. Sayangnya, entah kaget atau bagaimana, mereka lantas sangat siaga, melotot, terkejut bahkan berlarian menangkap kedatangan Aldrich dan Anila. "Manusia!" seru salah satu dari mereka. "Apakah ada keluarga kerajaan turun kemari?" "Tidak! Mereka bukan dari bangsa kita atau dari kerajaan Lunar. Mereka pasti penyusup!!" Lelaki bersanggul kucir rambut kecil itu berteriak keras. "Mari kita laporkan Raja!" Semua orang mengamati Aldrich dan Anila seperti pencuri terbesar abad ini.Keduanya yang masih berselimut heran, juga terkejut, saat dua buah tali bermacam dari rotan, menggelangi tangan mereka. "Lepaskan kami! Kami tidak tidak tahu apa-apa!" seru Aldrich lebih dahulu angkat bicara. "Tangkap mereka!" "Hah? Mereka berbicara seperti kita?"
Read more

-`, K A B U R || 44࿐

Kereta mereka mulai menjauhi desa, berjalan masuk ke sebuah jalan khusus. Jika berada di kota-kota banyak orang yang menyebutnya terowongan. Tetapi, itu bukan terowongan, tidak menakutkan, gelap, dan mencekam. Hanya saja, terlalu rimbun tumbuh-tumbuhan yang membuatnya sedikit tidak tersusun rapi seperti sat mereka di desa tadi.    "Berhentilah mengeluh, lihatlah ke atas!" titah sang kusir, yang seketika membuat mereka awas menatap ke atas.  Luar biasa! Mereka dikejutkan oleh banyaknya buah yang menggantung, berjuluran di atas kepala mereka. Sangat menarik, seakan tengah berjalan dibawah kebun anggur dan berbagai macam buah yang ada.   "Kalian boleh memakannya," ungkap sang Kusir.   Mereka salah menduga. Mereka pikir sang Kusir tadi bakal tak acuh dan membiarkan mereka kelaparan sampai di lokasi atau istana raja yang entah dimana itu. Ternyata, aslinya sang Kusir itu juga baik, hanya saja... mungkin, sal
Read more

-`, Bersamamu || 45࿐

Sang Kasir tidak mengejar sejauh mereka berlari. Entah apa yang ia pikirkan, Ia malah berbalik arah untuk mengambil keretanya dan meneruskan perjalanan. Bukankah Kasir itu orang yang sangat bodoh? "Huh... huh... sudah, Al. Dia sudah tidak mengejar kita lagi." Anila menyusutkan larinya yang diikuti oleh Aldrich. "Tapi yang ini seru, Na! Sudah lama sepertinya aku tidak berkeringat berlarian seperti ini." Anila menyeringai, menatap pria di depannya itu. Apa tadi katanya? Asik? Tch! Anila membuang muka, malas.  "Kemarilah, aku lepaskan tanganmu. Kasian.... Hehe," Aldrich yang meminta mendekat, tetapi ia yang berjalan. Ia sedikit iba, "Eh, tanganmu memerah, sakit, ya?" Ia bertanya pias. "Duduklah di sana, kita beristirahat di jalanan ini dahulu, sepertinya untuk kembali ke desa masih akan sangat jauh, dari terowongan buah ini." "Aku akan memetikkan beberapa buah lagi untukmu, agar tenagamu segera pulih dan kau dapat men
Read more

-`, Seekor Kambing || 46࿐

Aldrich berpikir, bagaimana Anila dapat mengerti? Dirinya saja tidak tidak tahu apa yang ia sampaikan barusan, ia sedang bicara atau berkumur bermacam sama saja. Aldrich menelan ludah. Mereka terus berjalan menyusuri perumahan kampung itu. Semuanya benar-benar menyejukkan.Rumah-rumah itu hidup damai berdampingan dengan berbagai makhluk lain. Anila menyentuh sebuah bunga yang sedang melakukan penyerbukan dengan seekor kupu-kupu. "Tunggu, Na," sergah Aldrich, melarang. Anila menoleh, "Kenapa? Aku hanya ingin mencari tahu sesuatu." "Apa kau mengamati sesuatu?" "Tentang keberadaan Markhlor," sambungnya. "Tch! Kau aneh. Tujuan kita kemari juga akan mencari tahu, siapa itu Markhlor dan bagaimana bentuknya makhluk itu, apakah seorang pangeran tampan atau manusia menyebalkan sepertimu." Aldrich me
Read more

-`, Raja Markhlor || 47࿐

Anila dan Aldrich masih terdiam, ia masih belum dapat memercayai bahwa kambing itu sedang bicara. "Apa kalian tidak bisa menjawab? Dari mana kalian! Dan mengapa kalian datang ke kerajaanku!" "JAWABLAH!" hardik kambing itu. Ia menuruni singgasana dengan mantap, hendak mendekati Aldrich dan Anila. Mungkin ingin menghukum atau melakukan sesuatu agar keduanya segera berbicara jujur. Anila menyeringai awas, kali ini jika kambing itu benar-benar menyerang atau melakukan hal berbahaya padanya atau Aldrich, ia berjanji akan menyerang lebih dulu sang kambing dengan kekuatannya lebih dahulu. Kambing bertanduk elok itu semakin mendekat. Ia mulai membuat hentakkan dan menurunkan tanaman berjuluran dari istananya.YA! Sekarang sepertinya saat yang tepat, untuk Anila membuat perlindungan—sebelum terlambat. Tap! Seketika saat Anila sedang b
Read more

-`, Lencana itu? || 48࿐

Anila dan aldrich seketika mematung tidak berdaya. Mereka saling tatap tanpa arah.   "Na..." suara Aldrich terdengar sedikit gemetar.   "RAJA?" Anila membungkukkan badannnya merendah, "–mafkan kami raja Markhor... kami mohon maafkan kami..." Anila hendak berlutut. Tetapi, kambing itu mencegahnya.   "Jangan lakukan itu lagi di hadapanku," titahnya semakin berwibawa.   Anila mengurangi langkahnya, menjajari posisi Aldrich yang berdiri tanpa dosa.   "Apakah kau benar-benar percaya?" Aldrich berbisik pelan, menoleh pada Anila.   "Sedikit tidak. Tetapi, harus. Karena mengfungsikan otak di saat seperti ini lebih berguna dari pada rasa gengsi," bisiknya lirih.   Aldrich merasa tersidir, bibirnya mengerucut, diam.   "Wajar jika reaksi kalian demikian. Karena sebenarnya kalian belum mengenal seluruh alam buku ini. Kalian sekar
Read more

-`, Bayangan Markhor|| 49࿐

"Prince Mereya? Apakah dia seorang pangeran?" tanya Anila, ia harus segera menyelesaikan misi ini, mendapatkan penawarnya dan kembali lagi, segera ke alam bumi.   Markhor melenguh.   "Lalu, harus aku apakan Dia?"   "Aku ragu kau akan berhasil melakukannya."   "Aku Anila, aku bisa menghilang, aku memiliki kekuatan, aku juga sudah melalui banyak rintangan untuk sampai di sini. Sebenarnya apa yang lebih sulit, dari pada memperbaiki, menjadikan diri kita kembali ke diri sendiri?"   "Hh, ... tapi aku tidak yakin," Markhor kembali hendak menjauh.   Anila bergegas menghadang jalan, "–maka biarkan aku meyakinkanmu dengan mencobanya."   "Kau akan takut." ucap Markhor menyepelekan.   "Aku tidak pernah takut mencoba, gagal adalah hal biasa, aku menyukai hal baru, aku suka banyak berpikir. Bahkan lebih suka jika itu hal yang lebi
Read more

-`, Jangan pergi, Na || 50࿐

"Hey! Kau Ratu Tamak dan tak berperasaan! Aku akan buktikan bahwa aku dapat membuat perubahan. Aku akan menurunkanmu dari sana dan menjadikanmu wanita tua yang sengsara!" teriak Markhor kala itu.   "Terkutuklah engkau menjadi Seekor Kambing!" Ratu Angin memekik, mengarahkan kekuatan saktinya pada tubuh Markhor dan benar menjadikannya kambing.   "Wujud kambing yang tidak berguna, dengan seperti ini kau tidak akan mampu lagi berbuat apa-apa!"   Ratu angin salah, dengan mengirimkannya ke tempat mati, disebuah danau dalam pulau yang berada di danau dalam pulau tidak mampu membunuhnya atau semangat hidupnya. Markhor terus berusaha bertahan hidup, meski hanya tanah gersang yang yang temui di mana pun ia melangkah.    Markhor tidak berhenti mencoba. Ia yakin bantuan akan selalu ada bagi mereka yang berusaha. Meski waktu gagal sudah tidak dapat dihitung lagi jumlahnya, nyawa berada di ujung tenggorokan.
Read more

-`, Istirahat || 51࿐

Anila menurunkan tubuhnya dan Aldrich pada badan jembatan, untuk menuju istana itu. Tempat yang cukup lengang untuk waktu turunnya sepersekian detik. Ia mulai dapat mengamati istana itu dengan jelas, keramaian yang ada, kebahagiaan yang tersebar, semuanya tampak damai. Bahkan, tidak ada tanda-tanda yang seperti Markhor katakan bahwa Kerajaan yang disebut Lunar itu termasuk kerajaan dengan pimpinan yang egois. Aldrich melangkah maju lebih dulu, meskipun ia ragu, tetapi, ia bertekad untuk berjalan lebih tiga langkah dibanding Anila. Setidaknya, ia harap, ia segera menemukan informasi tentang Prince Mereya. Anila menjajari langkah Aldrich.“Ini keren Al…” Matanya tidak luput sedikitpun dari arsitek megah berukir, dan rumah-rumah yang sederhana namun tampak mewah.  Mereka memasuki keramaian, semua penduduk melakukan kesibukannya di depan halaman istana, sudah seperti pasar.
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status