Bangunan ukiran batu itu tampak kusam, dengan pasak-pasaknya berwarna putih rusak, menjulang. Tumbuhan merambat, dedaunan kering memenuhi lantai. Pada pintu masuk, pohon buah-buahan merunduk. Sebab, buahnya yang sangat subur, menyambut seorang wanita cantik, surainya yang berwarna keunguan, diikat, menyatu hingga ke bagian belakang tubuhnya, terbuka, tidak dapat ikut tertutup sehelai kain, pada baju yang hanya berporos melilit di leher. "Lihatlah, siapa yang telah datang, ke istana musim semi." Suara hentakan terdengar, para tumbuhan melakukan tugasnya. Berkeliat, bermacam tangan, menyiapkan makanan, membereskan tempat dan menyambut anggun. Gadis itu tersenyum. Ia menundukkan tubuhnya sejenak. Seekor kambing berjalan mendekat. "Hai, sahabatku. Engkau tidak pernah tua. Aku menyesal. Seandainya saja kita tidak bertemu dalam keadaan seperti ini," ujar sang Kambing yang tanduknya berkelit indah itu. &nb
Baca selengkapnya