All Chapters of Kehancuran Usai Suami Berkhianat : Chapter 61 - Chapter 70

76 Chapters

60. Kuburan Masa Lalu

“Kenapa … kenapa Ayah bersikeras ke sana? Ada aku, anak Ayah masih di sini ….” Ia menyentuh dadanya tanpa mengalih pandang dari mukaku.Kubuang tatapan jauh ke dinding.“Ayah mau tenang.”“Tenang …?”“Iya.”Al memutar badan untuk benar-benar menghadapku. Menyentuh tangan yang suka gemetar dan salah pegang ini.Aku mengatup mulut, gemerutukkan gigi, masih membuang pandang ke sisi lain.“Yah … apa Al gagal membuat Ayah merasa nyaman? Apa yang harus Al lakukan biar Ayah tenang?” Suaranya melemah di pendengaranku.“Tidak, Al. Ayah cuma mau sendiri!”Ia kembali terdiam, dari sudut m
Read more

61. Sampai Tua pun Belum Tenang

PoV DanangAku memilih tetap di kamar saat Al dan Angger benar-benar membawa pergi Adam. Ada rasa teriris di dalam sana, tapi tidak kuhiraukan. Ini yang kumau, melepas semua yang tersisa dari kesalahan lama.Aku ingin memulai hidup baru, meski terdengar sangat lucu.Suasana rumah sepi, terasa membuat kosong di lubuk sana.“Bapak kalau mau makan apa tinggal bilang. Simbok ini akan siapkan.” Wanita berbadan besar itu menemuiku yang duduk di halaman.“Iya, nanti dikasih tau. Belum mau makan apa-apa.” Kujawab tanpa melihatnya.Kenapa aku tiba-tiba benci sepi. Masih terbayang Panti Jompo yang banyak orang seumuran di dalamnya. Jika di sana aku pasti tidak akan kesepian.Apa harus kukatakan lagi pada Al, kalau keinginan
Read more

62. Kecantikan yang Lenyap

PoV April  “… Tante, maafkan atas segala kesalahanku. Mohon dimaafkan … dengan seikhlas-ikhlasnya,” pintaku sambil menangkup tangan. Hening. Kupandangi wajahnya yang tampak terpaku. “Mohon, Tante … aku cuma ingin kata maafnya ….” “Kembali duduk, April.” “Aku akan duduk kalau Tante bilang memaafkanku ….” Air mata ini mulai bergulir, bersama nyeri dari dasar hati. Kesalahan diri padanya memang tak terbayar dengan maaf, tapi ini ingin kulakukan untuk mendapat ketenangan. “Aku … sudah lama memaafkanmu.” Tatapannya terlihat iba. “Apa Tante benar-benar tidak menyimpan dendam?” Terdiam sejenak, wanita berhati baik ini tersenyum sembari mengang
Read more

63. Sekarat

“Ambilkan teh hangat, Mbok.” Kudengar suara Almira. “Bo-boleh ketemu Mas Danang …?” tanyaku setelah menyalami Almira dan meminta maaf padanya. Tante Soraya meminta menantunya mengajak Mas Danang ke sini. Ya, aku ingin maafnya. Lelaki yang pernah kucintai, dan merasa masih ada cinta untuknya. Lelaki terbaik yang pernah mau memanjakanku. Semua kumau dulu dia usahakan penuhi. Terasa lambat berjalan waktu. Apa dia tidak mau menemuiku? Atau … aku mungkin harus pergi tanpa sempat mendapat maafnya …. “Di mana Adam …?” tanyaku berbasa-basi pada mereka. “Adam bersama keluarga barunya.” Almira kemudian menuturkan sedikit keadaan Adam yang sudah senang dengan orang yang mengadopsinya. Aku tersenyum, meski mera
Read more

64. Banyak Inginku Di Masa Senja

PoV Danang Bola mata ini terus memanas. Perih. Seperih hati melihat langsung derita April. Sekali saja aku menengok ke rumah sakit, menjadi saksi bagaimana April sekarat--kata mereka sudah berminggu-minggu terbaring. Saat ke sana bersama Al ia tampak kesulitan bernapas, begitu tersiksa dan aku tak sanggup lama. Rasa bersalah mengulitiku dalam sesal. Betapa aku dulu tak bisa menjadi imamnya dengan baik. Andai itu berhasil kulakukan, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini. Kuharap ia segera terlepas dari semua rasa sakit. Usianya masih muda April punya kesempatan lakukan banyak hal dengan lebih baik lagi. Saat menjenguk itu sebenarnya aku ingin berkata maaf, tapi hati ini begitu keras, tidak bisa terucap saat sudah di depan pembaringannya. Entah kenapa, padahal Al sudah memegang tanganku agar kuat. Tetap saja tidak mampu. Apa
Read more

65. Aku Lelaki Paling Berdosa

Berdiri di sisi April yang telah mendapati kesadaran, dan kata Bu Heni--orang yang setia bersama April selama ini--perempuan itu masih diusahakan mendapat pengobatan terbaik. Ia yang seperti kesulitan bicara dan mengingat. Melihat kami dengan sorot mata polos membuatku makin iba. Menyentuhkan tangan mungil Adam dengan tangannya makin menambah haru. Sepertinya memang April agak lupa. "Pengaruh terapi mungkin, Pak. Tapi sejauh ini makin baik. Alhamdulillah, ini mukjizat buat saya," kata wanita bersuara lemah lembut itu sambil mengusap rambut April. Kata wanita ini April sudah operasi pengangkatan rahim, dianjutkan dengan kemoterapi, mungkin selanjutnya perlahan mengobati hidungnya yang rusak. "Saya juga bantuan dari yayasan lakukan semampu kami bisa, Pak. Ini demi kemanusiaan, dan rasa sayang saya pada April. Dia berhak dapat kese
Read more

66. Maafkan Aku, Ma ...!

POV Denok Mama sakit …!  Tolong ya Allah, lindungi Mama. Panjangkan usianya. Doaku mengalir sepanjang perjalanan kami berangkat ke rumah sakit. Pada supir Kak Al kuminta cepat, sebab mobil ini terasa amat lambat! “Sabar, De. Mama tuh udah sadar, cuma minta ketemu.” Kata Kak Al, Mama pingsan sesampainya di rumah, usai dijemput dari bandara. Segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Gak lama, pas sudah siuman minta supir kabari kakak karena mau bicara. Mungkin mereka sempat coba hubungi Kak Al, tapi semua ponsel kami kan sengaja dimatikan, karena mau kasih kejutan itu. Dan, sekarang ini kami berangkat tanpa bawa hape sama sekali. Semuanya. Aku dan kakak-kakak cuma bawa badan karena efek panik. Semoga benar
Read more

67. Rumah Tangga-ku

PoV Denok“Iya, iya. Kewajiban seorang mama ya memang begitu. Memastikan kalau anak-anaknya tumbuh baik.”“Termasuk harus berbohong?” Kututup mulut yang refleks bertanya.“Bohong buat kebaikan kenapa enggak?”“Ih, namanya Mama jahat sama diri sendiri.” Aku memeluk kakinya, mata hampir kembali basah.“Al, Nay, Fa, Denok … kalian dengarkan, ya. Mama ini sayang diri sendiri, sayang kalian-““Sayang Ayah?” Mama terhenti melihatku.Mengatup mulut sedikit mengangguk.“Ya, mama akui sayang ayahmu juga … 21 tahun bersama sebelum peristiwa itu bukanlah waktu sebentar. Kebaikan ayah kalian, di awal kami membangun rumah tangga
Read more

68. Bahagiaku

PoV SorayaHari di mana anak-anak memberi hadiah untukku, lukisan pemandangan yang menggetarkan hati. Sangat mengharukan, karena di situ ada kenangan dua orang yang tersimpan dalam.Pertama, tempat itu tempat Mas Danang dulu mengutarakan isi hati. Getaran cinta pertama pada lawan jenis. Kenapa bisa di sana, ya karena aku mengenalnya saat study tour kelas 2 SMA ke Jogja. Ia lebih tua 6 tahun dariku, bertemu di Borobudur langsung bilang suka dalam pandangan pertama. Jodoh menggariskan kami bertemu lagi di Palangkaraya dua tahun kemudian, lalu menikah di usiaku yang masih terbilang muda.Kedua, itu tempat kenangan bersama Mas Mahesa juga. Getaran pertama muncul makin kuat padanya, ia pernah dalam diam menungguku menikmati pemandangan bak karpet hijau terpampang di depan mata. Meski sudah tua saat itu, tapi getarku padanya sempat membuat diri
Read more

69. Senja Bertaut dengan Masalah Anak-anak

“Wuaah, ini ajaib, Mama Al.” “Cakepnya, anak bule, kulit putih ambil mamanya, hidung mancung dari papanya.” “Kada nyangka, Aya, ikam kawa bisi anak lagi.” (Nggak nyangka, Aya, kamu bisa punya anak lagi) Itu sebagian kecil beragam komentar kawan-kawan saat aku lahiran, bahkan sampai sekarang. Sejak hamil sampai melahirkan mereka rutin lakukan panggilan video, ikut gemas lihat perkembangan anakku. Sekarang Rama sedang aktif-aktifnya melangkah, seperti mau cepat bisa lari. Otot kakinya sudah kuat, tak pernah terlihat jatuh lagi. Aku bersyukur atas kesehatannya ini. Dua perawat siaga, satu bertugas untuk Rama, satu untukku. Suami benar-benar memanjakan kami dengan kemampuannya. Ia melarangku terlalu lelah mengejar Rama yang sangat aktif bermain. “Biarkan yang muda aja
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status