Home / Romansa / MAWAR / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of MAWAR : Chapter 21 - Chapter 30

44 Chapters

Satu tahun berlalu

Mawar merasakan tubuhnya tidak bisa di gerakan, kepalanya berdenyut nyeri, tapi perlahan dia memaksakan matanya untuk terbuka. Kedua matanya mengerjap pelan,"Ge-lap sekali," Suaranya sangat lirih, hingga terdengar serupa bisikan pelan. Ketika menoleh, kepalanya semakin berdenyut nyeri, lalu tiba-tiba mata nya terpejam, kaget dengan cahaya yang dilihatnya. perlahan-lahan mata itu terbuka kembali, menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk lewat sana, entah itu jendela yang di lapisi gorden atau benda lain, karena jujur saja dengan kepala pusing pandangannya menjadi memburam. Sudah dirasa cukup menyesuaikan mata nya, kini Mawar memaksakan diri untuk bangkit lalu berhasil mengambil posisi duduk dengan punggungnya yang bersandar di kepala ranjang dengan susah payah. Tangan sebelah kanan nya perlahan bergerak melepas infusan di tangan sebelah kiri, lalu setelah itu dia melepaskan semua alat yang menempel pada tubuhnya. Rasanya melegakan, s
Read more

Pria yang baik

Mawar sedang melamun, semua penjelasan Fabio tadi membuat hatinya kian hancur. "Apakah aku sangat hina sampai suamiku sendiri membuangku?" Tanyanya pada diri sediri, dia merasa dirinya sudah tidak berharga. Air matanya jatuh, sakit dihatinya karena di buang oleh suaminya tidak seberapa daripada dia harus melihat ibunya bekerja kembali menjadi seorang pelayan untuk bertahan hidup. Mungkin ibunya sekarang tengah menderita, mencari uang demi sesuap nasi dan harus menulikan telinganya dari cemoohan tetangga. Kenapa tuhan begitu tidak adil? Jadi penderitaan yang dia tanggung selama tinggal dengan Nico hanya berakhir dengan sia-sia saja? bagaimana keadaan ibunya sekarang, dia sangat merindukan dan mengkhawatirkannya. "Hiks..hiks" Mawar menghapus air matanya, tapi semakin dia menghapus air mata itu semakin banyak yang keluar. Akhirnya dia membiarkan saja karena jika perasaanya sudah lebih ba
Read more

Kenapa kau mengirimkan dia untukku Tuhan?

"Maaf tuan, aku tidak nyaman bila kau terus menggenggam tanganku seperti ini," keluh Mawar. Kini Mawar dan Fabio tengah berada di atas ranjang, tidak ada yang mereka lakukan selain menonton tv. Pria itu yang memaksa Mawar, padahal Mawar sudah beberapa kali memprotes tapi dia bisa apa? Turun dari ranjang saja tak bisa. Sebenarnya Mawar tidak nyaman terus berdekatan tanpa jeda seperti ini, dia baru saja bangun dari koma dan syok mendapatkan perlakuan tidak biasa yang di terimanya, misal tiba-tiba pria itu akan merangkulnya, mengusap rambutnya, menegcup atau menggenggam lengannya dengan sangat erat, membuatnya menjadi risih. Seakan Fabio memang sudah lama mengenalnya, padahal seingatnya dia baru bertemu satu kali dengan Fabio itupun saat di pesta tahun lalu bersama Nico, saat dirinya masih berstatus sebagai istri Nico. Dengan terpaksa Fabio melepskan genggaman tangannya, merangkul bahu Mawar sebagai gantinya. Mawar langsung menghembuskan nafas, mencoba b
Read more

Pijatan

Mawar tengah berada di ruang makan bersama Fabio dan juga para pelayan, sedari tadi senyum Mawar terus merekah, membuat Fabio dan beberapa pelayan menatap Mawar heran. Mawar baru saja mengetahui kebiasaan Fabio ketika pria itu sedang  makan dia selalu di temani oleh para pelayan, duduk di depan meja yang sama, memakan dan meminum, minuman yang sama, membuat Mawar sangat kaget sekaligus takjub. Ibunya sering membawa makanan sisa dari rumah Shakti, seorang kepala desa tempat ibunya bekerja. Makanan sisa yang kadang di bawa ibunya itu adalah berkat bagi mereka, walau kadang tidak selalu makanan segar yang ibunya bawa tapi makanan itu bisa mengenyangkan perutnya untuk hari itu, juga menghemat biaya pengeluaran untuk makan. Dan pemandaangan yang Mawar saksikan saat ini, merubah pola fikirnya tentang kesombongan orang kaya, toh ternyata tidak semua orang kaya bersikap congkak, contohnya adalah Fabio, pria ini entah kenapa membuat Mawar semakin segan padanya.
Read more

Terimakasih tuan

"Ada apa?" Mawar sedang merapihkan rambutnya sehabis menggunakan hairdryer. Fabio yang membantunya, namun sejak tadi pria itu hanya berdiam diri di belakangnya sambil menatapnya lewat cermin. "Rambutmu," Fabio terpaku, dia menyentuh rambut Mawar dan merabanya. "Kau terlihat menakjubkan, terlihat sangat cantik dengan warna ini," Mawar melarikan matanya pada cermin, menatap pantulan dirinya disana. "Kau tidak heran? mengapa aku memiliki rambut ini?" Tanya Mawar dengan kening yang mengkerut. Fabio menggelengkan kepala, lalu dia berjongkok di hadapan Mawar, bibirnya menyunggingkan sebuah senyum manis, hingga menghantarkan getaran aneh di dada Mawar.  Fabio meraih kedua tangan Mawar dan mengecup salah satunya. Tanpa kata Fabio langsung memindahkan Mawar dengan cara menggendongnya menuju tempat tidur. Mawar sedikit terpekik, tapi dia membiarkannya saja dan mengalungkan kedua tangannya di leher Fabio. Setelah mendudukan Mawar di atas
Read more

Pria kemayu

Hari ini Mawar sedang berada di bandara, satu Minggu yang lalu kakinya sudah bisa berjalan dan sekarang keadaanya sudah lebih dari kata baik-baik saja. "Yakin tidak mau ikut?" Mawar mendongakan wajahnya agar bisa menatap Fabio. Fabio mengangguk. "Maaf, aku sungguh tidak bisa. Mungkin nanti akan menyusul setelah beberapa hari," "Oke, aku berangkat yah. Terimakasih banyak, Bio." Ujar Mawar, dia ingin sekali memeluk Fabio tapi sungkan di lakukan nya. Fabio mengecup kening Mawar sekilas, lalu memeluknya erat. "Semoga kau bahagia di sana, sayang," Mawar mengangguk kemudian melipat tipis bibirnya ke dalam, menahan senyum saat mendengar panggilan sayang dari Fabio. "Jaga calon istriku baik-baik. Kau tahukan apa yang bisa aku lakukan jika kau lengah sedikit saja?" Ujar Fabio pada pengawalnya yang langsung mendapatkan anggukan. Lelaki yang berperawakan tinggi, memiliki kulit putih bagai salju dan terlihat tampan itu, memberenggut manja.
Read more

Bandara

"iyuuh hujan," Kevin berceletuk.Mawar melihat ke depan, matanya melihat rintikan hujan yang kian deras di pandang mata lewat dinding kaca. "kau benar," jawabnya.Kakinya melangkah beriringan dengan Kevin, pria itu selalu menggandeng tangannya, sementara Jonathan berjalan di belakang mengikuti mereka."Ihhh.... di mana sih mobilnya, aku pegel," Kevin berdiri bagai cacing kepanasan. Padahal baru beberapa menit saja mereka berdiri di sana, menunggu mobil yang sudah di siapkan Fabio untuk mengantar mereka ke tempat tujuan. Mungkin karena sedang hujan, mobil sedikit memiliki kendala di jalan. Setahu Mawar Jakarta itu sering macet, apalagi saat cuaca tidak mendukung seperti ini."Kev," panggil Mawar.Kevin menoleh. "Apa?" "Aku ingin ke toilet, kau tunggu sebentar ya," Mawar meringis, lalu kedua kakinya dia silangkan."Kau ini. Yasudah sana. Jangan lama, jika kau lama aku akan meninggalkanmu di sini, biar kau di pungut oleh gembel dis
Read more

Suasana hujan

Mawar memandangi rintik hujan dengan perasaan gundah, bayangan Nico yang di lihat nya tadi di bandara terus memenuhi pikirannya.Lalu sikapnya, kenapa dia harus kabur saat bertemu dengan Nico?Mawar menundukkan kepala, jari jemarinya memilin satu sama lain tampak gelisah. Dia hanya tidak tahu harus melakukan apa jika berhadapan dengan pria itu. Memakinya? Marah? Atau hanya diam sambil menangis?Mawar menghembuskan nafasnya pelan, matanya berkaca-kaca. Lalu air matanya tanpa dia sadari meluncur begitu saja, bersamaan dengan hatinya yang kian terasa sesak.Mawar menghapus air matanya kasar, dia tidak boleh menangis. Bukan waktunya untuk menangis, dia sendiri yang telah membiarkan lelaki itu terluka. Maka saat Nico membuangnya dan memutuskan untuk berpisah darinya, harusnya dia gembira, akhirnya lelaki itu dan dirinya menemukan kebebasannya."Apakah masih jauh, pak?" tanya Mawar.Si supir mengangguk. "Iya, nona. Kurang lebih satu jam lagi."
Read more

Rahasia yang perlahan terkuak

"Cucu Oma sudah datang?" Shenna mendekati cucunya lantas senyum di wajahnya langsung tersungging.Fred tidak menghiraukan neneknya yang menyapa. Wajahnya terlihat lesu, bibirnya cemberut tanda bocah kecil itu sedang merasa sedih."Lho, kenapa cemberut sayang?" Shenna menumpu kedua lutut agar tingginya sejajar.Air mata Fred jatuh, semakin lama isakan semakin terdengar. "Daddy...hiks"Shenna menjadi kelabakan melihat cucu semata wayangnya tiba-tiba langsung menangis.Laura yang melihat itu langsung berjongkok dan segera meraih Fred ke dalam pelukannya, mengusap pelan kepala Fred untuk menenangkannya. "Daddy lagi cape, Fred. Dia kan habis kerja." ujar Laura berusaha menenangkan.Tapi nampaknya Fred menghiraukan omongan ibunya, dia tetap menangis dan terus memanggil nama Daddy nya.Nico tengah duduk di sofa beserta para pengurus panti asuhan yang lain. Setiap akhir tahun dia memang selalu rutin mengunjungi beberapa panti untuk memberikan
Read more

Dia ayah kandungmu

Shinta mendekati putrinya yang nampak terpukul, Dia memegang bahu putrinya, meremasnya pelan untuk dia tenangkan.  Mawar menoleh, wajahnya tampak pucat. "Semua yang dia katakan bohong kan bu?" tanya Mawar. Dia menatap ibunya dengan pandangan memelas, berharap semua  penjelasan yang dia dengar barusan hanyalah omong kosong belaka. Shinta menggerakkan tangannya, membuat bahasa tangan. 'Maafkan ibu menyembunyikannya darimu. Ibu pikir ayahmu tidak akan mencari kita. Dia memang ayah kandungmu, Januar Regan adalah ayah kandungmu.' Mawar menatap Januar, "Kau ayah kandungku?" Januar mendekat, ingin duduk lebih dekat dengan putrinya. Dia menatap mata putrinya dengan lekat. "Maafkan ayah, nak," Mawar tampak muak dengan pria ini. "Maaf? Setelah kau membuang kami Pantaskah kau berkata begitu?" Mawar merasa terenyuh saat melihat mata Januar terlihat berkaca-kaca, tapi itu belumlah sepadan. Sungguh setelah ayahnya meninggal kehidupan merek
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status