Home / Romansa / MAWAR / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of MAWAR : Chapter 11 - Chapter 20

44 Chapters

Calista

"Apa kau sudah ingat? Itu benar dia, ya?" Farrel mengangkat kedua alisnya meminta jawaban dari Nico. Nico membulatkan matanya, dia menggeram rendah. "Kau sendiri, bagaiaman bisa mengingatnya?!"  "Kau mencintainya," ucap Farrel dengan wajah serius. Nico memalingkan wajahnya enggan menatap Farrel. Dia bergerak gelisah di tempatnya. Farrel menggelengkan kepala, sudah jelas bahwa pria itu mencintainya tapi masih saja gengsi. "Aku tidak tahu Nic, saat melihatnya aku langsung bisa mengingatnya, aneh bukan?"  Nico mendengus tidak suka. "Tidak aneh untuk seorang pedofil sepertimu," tiba-tiba Nico berdehem, karena tenggorokannya terasa kering. Seorang pedofil rasanya lebih cocok untuk pria seperti dirinya. Tapi dia hanya tertarik pada gadis remaja itu saja. Lagipula kejadian itu sudah lama, bahkan dia sudah melupakan gadis itu. Tapi siapa sangka ternyata dimasa depan gadis itu menjadi istrinya. "Haha, i'am not," Nico memicingk
Read more

Mereka teman sialan

Nico kembali ke mansion pada saat malam, memang selain di puncak, Bogor dan Bali dia mempunyai mansion di Surabaya, sengaja membelinya karena beberapa bisnis hotelnya terdapat di kota ini. Selama satu tahun menetap di indonesia, Nico sudah sukses mendirikan beberapa hotel mewah berbintang dan sedikit kewalahan karena dia juga memiliki banyak hotel dan kantor pusat yang bergerak di bidang real estat yang berada di Norwegia. Sesampainya di mansion, Nico berdecak jengah melihat ketiga temannya yang tengah bersantai seakan berada di rumah sendiri. "Jika kalian tidak ingin ku usir sekarang, bawalah pelacur itu pergi dari mansionku." Nico melanjutkan langkahnya, meninggalakan mereka. Empat wanita yang sedang memanjakan mangsanya itu mendongak dan matanya langsung melebar tampak kaget sekaligus tidak menyangka bisa bertemu dengan Nico, tuan muda dari keluarga Sadlers. "Cih! Kau ini mengganggu saja!" Farrel berdecih tidak suka saat wanita jalang itu menghenti
Read more

Pria brengsek

Nico merasa sedikit jengkel karena sejak tadi ketiga pria itu hanya diam, mereka seperti kehilangan fungsi mulutnya untuk berbiacara. "Ekem.."Nico meninggikan suara dehemannnya dan sukses membuat ketiga pria itu mendongakan kepalanya dan menatap ke arahnya. "Nic, aku-- awshh" Farrel yang berada di sebelah Dion menendang kecil kaki Dion, sedangkan Dito melototkan mata, memberi peringatan kepada Dion agar diam, jangan mencari keributan lagi. "Apa? Aku hanya ingin meminta maaf," ucap Dion kesal dengan suara berbisik agar tidak terdengar oleh Nico. "Jangan sekarang bodoh, atau kita akan di tendang dari mansion ini," peringat Farrel. "Cih, kalian seperti orang miskin saja. Aku akan menyewa Mansion yang lebih bagus dari milik Nico ini," "Dasar bodoh! Bukan itu maksud Farrel. Jika kita di usir, jelas Nico sedang marah. Kita tahu bagaimana jika dia seda
Read more

Perempuan lain

  "Apa kalian akan terus saling menatap seperti itu?" Tanya Farrel, suaranya sedikit bergema karena sejak tadi ruangan makan yang sedang dia tempati hanya berisi keheningan saja. Dua perempuan itu menoleh kearahnya dan menatap sinis, membuat Farrel menelan ludahnya paksa. "Apa?" Tanyanya heran. Kemudiam Nico datang dengan pakaian yang biasa digunakan oleh pria itu untuk pergi ke kantor. Tanpa sadar, Farrel menghembuskan nafas leganya, bisa mati berdiri jika dia harus bertahan diantara dua macan betina yang sedang perang melalui tatapan maut mereka. "Kau punya istri lagi, Nic?" Tanya Farrel heran. "Siapa yang kau maksud?" Nico menatap Farrel heran lalu matanya memperhatikan pekerjaan pelayan yang tengah memindahkan sarapan keatas piringnya. "Biar aku saja." Dua perempuan itu  kompak berbicara, lalu sama-sama berdiri mendekati Nico, mereka menatap satu sama lain dengan pandangan sinis. "Duduk saja." perintah Nico, merek
Read more

Kenapa begitu menyakitkan

  Jika saja Nico tidak kembali ke Jakarta, mungkin Calista tidak akan pernah menyambangi mansion menakjubkan ini. Sekarang dia tengah bersantai di pinggir kolam renang, tangannya bergerak mengelap seluruh tubuhnya yang basah sehabis berenang. Calista merasa risih karena sejak tadi pria di sampingnya terus memperhatikan dirinya tanpa berkedip, membuatnya jengah. "Aku tanya sekali lagi, kenapa kau terus memperhatikanku seeprti itu!" "Why not? kau cantik." Ujar Farrel dengan cengiran nya. "Pergi, jangan ganggu aku," Calista mengibaskan rambutnya hingga cipratan air yang berasal dari rambut itu mengenai wajah Farrel. "Kau sengaja menggodaku, nona?" Laura tidak acuh, dia merentangkan handuk panjang untuk menutupi tubuhnya dari pandagan mesum Farrel, lalu berbaring sambil menikmati minuman dan cemilan yang di sediakan oleh pelayan.
Read more

Kembali koma?

Aji menghembuskan nafasnya, dia menggeleng menatap Nico."Dia telah tiada." Entah kenapa matanya menjadi verkaca-kaca. "Sudah tidak bernafas, kita sudah kehilangannya." Tubuh Nico terguncang, dia menunduk bersamaan air matanya yang menetes. Shinta terus melayangkan berbagai pukulan ke tubuh Nico sambil menjeritkan nama Mawar, sementara Nico menatap lurus lantai yang sedang di pijaknya, tidak menghiraukan tubuhnya yang terkena pukulan itu. Harry yang sedari tadi hanya diam saja, kini memegang tangan Shinta, memisahkan wanita itu dari anaknya. Kepala Nico terangkat, matanya terpaku kepada sosok bertubuh kurus itu yang sudah tidak bernyawa, perutnya sudah tidak bergerak cepat lagi, menandakan bahwa perut itu sudah lelah bergerak. Perlahan kakinya melangkah mendekati Mawar, kepalanya seperti berputar, nafasnya memberat, dia ambruk di samaping Mawar, memeluk permpuan itu dan menangis. Nico hanya menangis, menangisi penyesalan nya, menangisi kebodohannya, meangisi keberngsekan nya. Seme
Read more

Geiranger

Nico meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, badannya sedikit sakit karena dia baru saja sampai ke mansionnya pada tengah malam. Perjalanan dari Indonesia menuju Norwegia memakan waktu sekitar 16 jam, tanpa melakukan transit karena dia takut keadaan Mawar memburuk jika terlalu lama dalam perjalanan. kedua kakinya dia turunkan dari atas ranjang, lalu bangkit melangkah menuju gorden yang belum di buka. Sinar mentari langsung menyinari wajahnya saat dia membuka gorden tersebut, wajahnya yang memiliki pahatan sempurna semakin bersinar dikala cahaya mentari menerpa wajahnya. Mungkin jika ada wanita di kamar ini, wanita itu akan menjerit kerna takjub dengan wajah itu yang tampak tanpa cela sedikitpun, begitu sempurna hingga siapa saja yang melihatnya akan senang bila berlama-lama menatap wajah itu. Bibir Nico tersungging ke atas, membentuk sebuah senyuman manis dan tulus. Saat ini dia tengah merasakan perasaan yang teramat bahagia dalam dirinya,
Read more

Tertembak

Nico turun dari helikopternya, beberapa orang yang berpakaian rapi menyambutnya dengan senyum lebar di wajah mereka.  Satu orang maju dan mendekati Nico, mengulurkan tangannya memberi penyambutan kepada Nico. "Velkommen, Mr Sadlers,(Selamat datang, tuan Sadlers,)" Nico mengulurkan tangannya dan membalas uluran tangan pria itu, tidak lupa menyempatkan membalas senyum sebagai formalitas. "Jeg hadde ikke forventet det, det viser seg at det folk i denne byen sa var sant,( Saya tidak menyangka, ternyata apa yang dikatakan orang-orang di kota ini benar adanya,)" tukas lelaki tersebut. Nico menaikkan sebelah alisnya, "Hva sa de om meg? (Apa yang mereka katakan tentangku?)" "De sier at du er en veldig fantastisk mann, du er veldig kjent i denne byen. (Mereka mengatakan bahwa anda adalah pria yang sangat mengagumkan, anda sangat terkenal di kota ini)" Nico menatap Joan, meminta penjelasan. "Dia adalah Oscar, walikota yang baru di k
Read more

Tikus-tikus kecil tidak berguna!

Seringaian muncul di wajahnya. "Kau bilang aku tidak berguna? Anak kecil sepertimu lebih tidak berguna dariku," Joan berdecak lalu menggelengkan kepala, menatap mencoomooh ke arah Martin. "Kita lihat apa yang akan tuan ku lakukan padamu," Martin tertawa sampai badannya terbaring di tanah, dia menatap langit yang terlihat cerah pagi hari ini, "kita lihat, apakah tuan mu itu akan selamat dari kematiannya?" Joan mengernyitkan keningnya, lalu pandangannya di alihkan kepada mobil yang ditumpangi Nico yang sudah menghilang sejak lama dari pandangannya, "kau... apa yang sedang kau rencanakan, pak tua?" Joan menggeram dan mencengkram baju Martin. "Kita lihat saja nanti," ucap Martin.  Tanpa diketahui Joan, perlahan tangan Martin yang tidak terluka menyentuh pistol yang di selipkan di pinggangnya yang berada dibalik baju. Martin menodongkan pistol itu ke arah Joan, tepat di kepala Joan, lalu dia menyeringai puas. "Ah..akhirnya musuhku akan
Read more

Siapa dalang di balik penculikan ini dan apa motifnya?

Kedua tangan Nico mengepal, kamar yang seharusnya di tempati oleh istrinya kini kosong bagai tidak di tempati seorangpun sebelumnya, hanya ada elektrokardiograf-- alat pendeteksi irama jantung yang sudah mati. "Tidak ada jejak satupun yang bisa kami temukan, karena saat kejadian itu berlangsung semua CCTV di rumah mu telah di blokir," Carlos enggan mengatakan kelanjutan ucapannya, melihat keadaan Nico saat ini, dia tidak yakin pria itu bisa menerima. "Istrimu sudah tidak di Negara ini lagi, orangku mengatakan dari rumahmu sampai ke bandara rekaman yang seharusnya ada di dalam cctv sudah tidak ada, tentu orang yang melakukan ini bukanlah orang sembarangan," jelas Carlos. "Kau punya gambaran siapa dalang di balik semua ini, Nic?" Tanya nya lagi. Nico terduduk lemas, semua koneksi yang dia miliki sudah dikerahkan untuk mencari Mawar. Bahkan dia melibatkan intelijen kepolisian yang seharusnya tidak boleh dia lakukan karena itu bisa membahayakan dirinya yang meman
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status