Semua Bab Putra Naga: Aliansi Mematikan: Bab 11 - Bab 20

92 Bab

Bab 4.1 | Pewaris

50 tahun lalu, Lembah RacunAntabogo tak gentar dengan benteng besar yang ada di hadapannya. Ini bukan sembarangan benteng, tetapi juga adalah tempat kediaman Ratu Eidela. Ratu ini merupakan salah satu istri dari Raja Azrael. Kesemua istri Raja Azrael menempati benteng-benteng pertahanan. Sudah tugas menjadi Ratu adalah menjadi tameng dari raja mereka. Itulah yang menjadi tugas agung seorang ratu naga di Dunia Bawah.Lembah Racun merupakan daerah yang nyaris tidak terjamah oleh siapapun. Lembah ini disebut lembah racun, karena sumber dari segala racun yang mematikan ada di tempat ini, termasuk Buah Terkutuk. Raja Primadigda dan Raja Salamander bekerja sama untuk bi
Baca selengkapnya

Bab 4.2 | Pewaris

“Tolonglah, aku sudah tak punya apa-apa lagi sekarang, selain anakku. Vivian,” ucap Sang Ratu. “Aku hanya ingin terbebas dari kesengsaraan ini.”Antabogo masih ragu-ragu untuk melakukannya. “Tetapi, aku tak bisa melakukannya dengan caramu. Kau merawat anakmu dengan kasih sayang, sedangkan aku akan sangat berbeda cara merawatnya.”Ratu Eidala tertawa. “Aku tak akan menyesal. Yang aku inginkan adalah agar anakku tidak diambil oleh Raja Azrael. Kau tak tahu bukan rasanya ketakutan yang amat sangat? Rasa takut yang bahkan darahmu bisa berhenti mengalir karenanya.”“
Baca selengkapnya

Bab 4.3 | Pewaris

Antabogo merinding mendengarnya. Antara percaya dan tidak, ia sangat ingin mencoba diserang dengan pedang itu. Antabogo kemudian berlari menerjang ke Ratu Eidela. Sang Ratu lalu mengayunkan pedangnya. Pedang Berbaris memisahkan diri. Patahan-patahannya mengejar Antabogo. Sang Pangeran tidak menghindar dan membiarkan tubuhnya terkena serangan. Beberapa patahan benar-benar menghantamnya. Antabogo terlempar dengan keras. Harus diakui, Antabogo terluka karena serangan pedang tadi. Perisai di tubuhnya bisa ditembus, bahkan melukai tubuhnya. Mulutnya sampai mengeluarkan darah. Pedang itu bukan saja melukai tubuh luarnya, tetapi juga tubuh bagian dalamnya. Dengan gusar, Antabogo berdiri. Jubah yang menutupi mulutnya kini bernoda darah.
Baca selengkapnya

Bab 5.1 | Ramalan

40 tahun yang laluPeristiwa terbebasnya Lembah Racun telah sampai ke telinga orang-orang. Pasukan Kerajaan Naga Laut Barat bergerak kembali ke tempat mereka berasal. Primadigda kemudian memasuki Kerajaan Peri. Sang Raja disambut oleh Ratu Peri dan para prajuritnya di perbatasan Hutan Peri, tempat yang dianggap paling angker di seluruh Dunia Bawah. Raja Primadigda saat itu hanya ditemani oleh seratus pasukan yang berjaga-jaga jauh di dari perbatasan, sebab ia tahu kaum peri sama sekali tidak suka dengan pasukan siapapun yang masuk ke wilayahnya. Sampai sekarang Hutan Peri adalah daerah yang sangat misterius. Siapapun yang berada di dalamnya pasti tersesat dan tida
Baca selengkapnya

Bab 5.2 | Ramalan

Primadigda terdiam. Mendapatkan pengakuan dari Ratu Peri seperti ini memang mengejutkan. Satu hal yang menjadi hal tabu bagi kaum peri adalah berbohong. Mereka tak pernah berbohong satu sama lain. Makanya, terkadang kaum peri adalah kaum yang penuh rahasia, lantaran mereka lebih banyak diam dan bicara yang perlu. Mereka terkenal dengan kejujuran mereka. Primadigda mendengus. “Maaf, Elyana. Kalau aku harus mengecewakanmu.”“Kau sudah bertemu dengan orangnya?”“Kekuatanmu adalah tanaman, sedangkan kekuatanku adalah api. Aku takut kalau aku marah, t
Baca selengkapnya

Bab 5.3 | Ramalan

Raja Salamander berada di atas Bayungan. Dia akan menuju ke tempat dimana ia meninggalkan istrinya. Dari kejauhan ia sudah melihat pulau tempat istrinya berada. Lautan malam itu terlihat tenang, bahkan terlihat ikan paus mengepakkan ekornya dari kejauhan. Pulau tempat Ratu Naga Laut Barat itu bernama Pulau Nematama. Pulau itu berada di sebelah timur daratan Kerajaan Naga Laut Barat, yang paling bisa dikenali adalah menaranya yang tinggi seperti menara Mercusuar. Di bawahnya ada perkampungan kecil yang mana mata pencaharian masyarakatnya adalah nelayan. Primadigda yang ikut bersamanya menghirup udara laut dalam-dalam. Ia sepertinya senang dengan udara yang sejuk itu. Uap air laut membuat paru-parunya seperti mendapatkan energi baru. Dia berjalan menuju ke bibir kapal, lalu melihat ke pe
Baca selengkapnya

Bab 6.1 | Amarah yang Tidak Terbendung

30 tahun yang laluSetelah beberapa menit kepergian Pangeran Darius, Raja Salamander dan Raja Primadigda terlepas dari pengaruh api penghenti waktu. Mereka kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. “Dia itu, apa sebenarnya?” gumam Raja Salamander. “Dia memiliki tanda di telapak tangannya, seperti kita. Tapi tanda itu, seperti jam.”“Sepertinya ia memiliki api yang bisa mengendalikan waktu. Waktu kita tadi diberhentikan olehnya. Dia akan jadi lawan yang tangguh,” ucap Primadigda.
Baca selengkapnya

Bab 6.2 | Amarah yang Tidak Terbendung

“Jangan kau lakukan ini Salamander, kau tahu tujuan mereka untuk memancingmu. Kau sama saja dengan bunuh diri!” ucap Raja Primadigda. “Aku sudah bulatkan tekad untuk berperang terbuka dengan Raja Azrael, kau tak perlu menghalangiku, Prim!” “Aku ingatkan sekali lagi, lihat Kora! Bagaimana kau bisa tinggalkan dia sendirian sekarang? Dalam keadaan berkabung seperti ini?” Raja Salamander tak menggubrisnya. “Aku titipkan Kora kepadamu.”
Baca selengkapnya

Bab 6.3 | Amarah yang Tidak Terbendung

Kini keduanya saling mengejar satu sama lain, di tangan Primadigda masih membawa senjata Pedang Pemakan Jiwa. Ia sendiri tak tahu mau diapakan pedang itu, tangannya serasa kesemutan. Meskipun pedang itu kecil di tangannya, tetapi energinya tetaplah besar. Dia lalu melihat dari kejauhan. Di sana terlihat gunung yang ada di tengah laut. Dengan cepat ia terbang menuju ke sana. Jangan ditanya kecepatan terbangnya, sekali kepakan sayapnya mereka bisa melesat puluhan kilometer. “Aku tak bisa membawa pedang ini terus, pedang ini harus diletakkan. Ugh!” Primadigda melemparkan pedang itu ke dalam gunung dan menancap di salah satu bebatuan di gunung tersebut. Ia terus terbang menuju ke selatan.
Baca selengkapnya

Bab 7.1 | Melihat Memori

Penjara Tujuh Pintu, masa sekarangMata Aryanaga berkaca-kaca mendengar cerita Raja Salamander. Mendengar cerita tentang ayahnya membuat seluruh kenangannya bersama Sang Raja kembali lagi. Rasa kerinduan, menyesal dan rasa bersalah bercampur menjadi satu. Kata-kata ayahnya yang diingat oleh Salamander benar-benar membuat dada Aryanaga seperti dihantam palu. “Aku rindu ayahku,” ucap Aryanaga dengan bibir gemetar. Salamander menepuk pundak Sang Pangeran, setelah itu beranjak meninggalkannya. Hari itu Aryanaga menangis. Ia tumpahkan semua rasa penye
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status