Beranda / Romansa / Mantan Istri / Bab 121 - Bab 130

Semua Bab Mantan Istri: Bab 121 - Bab 130

186 Bab

Perjodohan Mellisa

"Menikah?" Anita terkejut, ia tak menyangka Abraham berniat menikahinya. Bahkan mereka sudah sama-sama tua dan memiliki hidup yang berbeda.Yang sebenarnya lagi sudah ada perasaan tidak menyukai pria tersebut, mengingat bagaimana masa lalu itu membuat hatinya semakin terluka."Ya, aku berharap kita bisa menikah setelah kondisimu membaik, sebab sepertinya aku harus menebus kesalahanku di masa lalu," katanya dengan rasa yang campur aduk. Y, dirinya memang sudah tak seperti dulu yang sangat percaya diri terhadap wanita."Apakah kau harus menebus kesalahan? Masalah itu sudah berlalu dan aku tidak ingin memikirkannya lagi," wajah Anita menunjukkan rasa marah yang belum hilang. Salah satu sifat wanita ini terkadang membuat pria bertanya-tanya apakah ucapannya itu benar-benar kejujuran?Abraham menatapnya lama dan memicingkan matanya."Kau...masih marah kepadaku?""Sudahlah, jangan bahas ini lagi. Setelah aku sehat mungkin aku akan kembali ke Surabaya
Baca selengkapnya

Ego

Memikirkan Abraham, hati Anita mencelos. Ada rasa marah yang belum tuntas di hatinya. Pria itu memang pria yang sangat membuatnya tergila-gila. Bahkan bisa dibilang Anita sangat terobsesi dengannya.Akan tetapi, penyesalan itu mulai datang saat Abraham mengecewakannya dengan menceraikannya secara sepihak. Ia mulai berubah haluan dari sangat mencintai menjadi sangat membenci. Pada fase ini, Anita belum bisa menerima Abraham.Sesuatu yang membuatnya terjebak dalam kebimbangan selanjutnya adalah bahwa kini usianya sudah kian menua, dan ia tak memiliki apapun untuk bertahan hidup kecuali meminta pada Abraham atau kembali kepada keluarganya dalam keadaan terhina.Sedang asyik Anita berpikir, Intan menghampirinya."Bibi, aku sangat senang bibi segera kembali pulang. Setidaknya Bastian tak kesepian lagi karena ada bibi di rumah ini," katanya sambil memberikan Anita ramuan herbal untuk memulihkan kesehatan Anita.Anita melihat putri Abraham yang selalu mengh
Baca selengkapnya

Tunda Lagi

"Lupakan bocah ingusan itu. Kau tahu ayah sudah tak mampu lagi untuk bekerja, bagaimana mungkin membiayaimu kuliah?" Ayah Mellisa melihat Melissa ketika turun dari motor Indra. "Kau harus segera menikah dengan pria yang matang dan mapan dalam pekerjaan," ujarnya lagi.Mellisa menitikkan air matanya, ia tak tahu apa yang harus ia katakan kalau ayahnya sedang marah seperti ini."Ayah, ayah tahu kalau aku tidak butuh biaya kuliah dari ayah. Jadi ayah, itu bukan alasan," Isak Mellisa dan segera berlari menuju kamarnya."Melissa, kau harus hidup baik dan tidak seperti ayah yang tak bisa membiayai anaknya untuk sekolah, padahal ayah cuma memiliki satu orang anak saja," gumam ayahnya.Sementara Melissa sangat terpukul dengan keputusan ayahnya. Untuk itu ia ingin menangis sekuatnya, tapi bukankah itu tak menyelesaikan masalah? Ia mulai merenungi ucapan ayahnya.Setelah makan malam, Melissa menemui ayahnya."Ayah, aku sudah berbicara dengan Yusac, bahw
Baca selengkapnya

Jeratan Hutang

"Ampuuun! Ampuuun!" Indra memekik saat tangan Intan berhasil menggapai sisi pinggang Indra dan menggelitiknya.Bastian terlonjak kegirangan melihat Mommynya berhasil memperdaya Indra."Rasakan! Rasakan!" teriak Bastian yang melihat Indra berguling-guling di sofa karena kegelian."Lepaskan! Lepaskan kakak!" pekiknya lagi."Tidak bisa, kau harus meminta maaf dulu baru aku akan melepaskannya dari pinggangmu.""Ha ha ha... Teruskan Mommy, biar Om Indra minta ampun!" teriak Bastian menyemangati."Ayolah, aku bisa mati karena tertawa. Ayah! Tolong Ayah!" Indra kehabisan cara dan terpaksa memanggil ayahnya."Intan, hentikan. Lihatlah mukanya sudah merah mau menangis," kata Abraham melerai. "Kalian bahkan seperti anak kecil," ujar Ayahnya lagi meskipun sambil tersenyum."Sudah kubilang, dia hanya cukup minta maaf.""Oke! Aku minta maaf..., hah hah," Indra tersengal kehabisan napas setelah tangan Intan terlepas dari pinggangnya. Ai
Baca selengkapnya

Asisten

Intan menatap wajah Baskoro yang tertunduk lesu. Ia hanya bisa tersenyum sendiri melihat pria itu sangat kesal menghadapi ayahnya yang selalu berbelit-belit."Bas, mau denger cerita nggak?""Cerita apa?""Tentang putri tidur dan sang pangeran, atau putri salju ya?""Nggak ah, kekanakan banget," ujarnya makin kesal. "Emang siapa sih yang nggak tahu cerita begitu?""Masalahnya, kau merajuk seperti anak-anak. Emang kita bisa apa kalau ayah sudah memutuskan seperti itu, hmm?""Oh, setelah lima tahun memisahkan kita, apa itu masih belum cukup?"Kalau sudah begini, rasanya Intan tak bisa berkata-kata. Baskoro merasa sangat dirugikan karena harus dipisahkan selama bertahun-tahun lamanya."Jadi, kita harus bagaimana?" kata Intan dengan suara lemah. "Ayahku ibarat gerbang tinggi yang tak bisa sembarangan dibuka, kita harus tahu posisi kita. Bagaimanapun dia adalah ayahku yang tak mungkin aku memaksa selagi itu punya alasan yang masuk akal.""J
Baca selengkapnya

Tak Siap

"Jadi maksudmu, teman wanita ini bisa bekerja sebagai asisten rumah tangga atau bagaimana?"Indra menenangkan dirinya. Sebenarnya, Mellisa bukankah tak asing lagi di mata Intan karena mereka pasti sering bertemu di rumah sakit saat perawatan ibunya."Sebenarnya kak Intan sudah cukup mengenal temanku ini. Dia adalah perawat yang pernah merawat ibu di rumah sakit.""Mellisa?" Intan langsung saja menebak siapa hadir itu. Ia sangat ingat dan terkesan dengan seorang gadis yang sangat perhatian ketika merawat ibu Indra di rumah sakit. Ia dan Mellisa sering mengobrol di waktu senggang."He he kakak masih ingat dengan Mellisa.""Baiklah, aku setuju. Oke, sekarang kita pulang saja. Besok bawa Mellisa datang ke rumah. oke?"Indra tersenyum dan mengangguk setuju. Kemudian mereka putar arah untuk kembali ke rumah.Sementara itu Mellisa sedang berhadapan dengan ayahnya dengan terisak-isak."Apa yang kau harapkan dari bocah ingusan itu? Apa dia akan mampu meni
Baca selengkapnya

Tawaran Indra

"Aku sungguh tak mengerti dengan maksudmu, Mellisa. Tiba tiba saja kau beralasan aku tak bisa menikahimu karena aku hanyalah anak sekolah yang baru mau lulus? Bahkan kau juga baru anak magang sekolah perawat, kau pikir berapa usiamu?"Mereka memang baru berusia tak lebih dari sembilan belas tahun, Indra tahu itu. Akan tetapi mengapa tiba-tiba Mellisa berbicara soal pernikahan sedangkan baru kemarin Mellisa bersemangat untuk melanjutkan kuliah."Aku perempuan, berbeda denganmu yang harus menunggu usia matang untuk menikah. Apa aku salah?""Jangan berbelit belit, Mellisa. Apa sebenarnya yang akan kau katakan padaku? Apakah karena dokter itu?"Indra sedikit emosi.Mellisa tak bisa menahan diri lagi untuk tidak menangis. Ia sungguh tak menginginkan keadaan ini, akan tetapi ayahnya sangat membutuhkan bantuannya untuk dimengerti di sisa usianya. Akan tetapi ia tak sanggup mengatakan hal itu kepada Indra, orang yang selalu dicintainya."Kita
Baca selengkapnya

Wanita Serba Bisa

Mellisa benar benar tak habis pikir. Begitu mudahkah pernikahan bagi Indra?"Hentikan, aku akan bekerja kalau memang itu dibutuhkan, akan tetapi masalah pernikahan sepertinya kita sama sama butuh waktu, benar bukan?" Indra menatap Mellisa dengan tersenyum, sepertinya Mellisa memang sungguh belum bisa memutuskan. Lalu ia pun memeluk Mellisa dengan rasa sayang dan memaklumi masalah yang kian rumit tersebut.Mereka akhirnya hanya mengobrol untuk menghilangkan rasa penat dengan masalah yang sedang mereka hadapi saat ini.*Seperti biasa, Intan mulai bekerja dan kembali di perusahaan ayahnya. Sebenarnya ia lebih suka berada di rumah dan menikmati hari-hari bersama Bastian buah hatinya. Akan tetapi keadaan menuntut untuk terjun langsung dalam mengelola usaha tersebut."Serahkan saja perusahaan kerjasama itu sepenuhnya kepada Bobby, kau bisa mengelola perusahaan ayah dengan leluasa kemudian aku bisa duduk santai di rumah bersama Bastian," ujarny
Baca selengkapnya

Komitmen Menikah

"Menikah?"Indra menatap Intan ragu, lalu mengangguk pelan."Kenapa? Kenapa harus menikah secepatnya? Apa kau menghamili anak orang, Indra? Apa kau ketangkep hansip? Ah, kau masih sembilan belas tahun bukan? Tak kubayangkan kau akan jadi pengantin kecil, astaga..," ujarnya sembari menggelengkan kepalanya tak percaya dengan ucapan adik lelakinya sekarang ini."Bukan Kak? Aku tak pernah ngapa ngapain kok, kenapa kak Intan berpikir seperti itu?""Nah, bagaimana tidak? Lulus sekolah dan langsung mau menikah. Apa menurutmu menikah itu gampang dan menyenangkan? Kak Intan bahkan merasa menikah itu menjadi trauma yang belum sembuh," katanya berapi api."Kak, jangan marah dulu dong, aku kan baru tanya aja...," ujarnya pelan."Aku tidak sedang marah, Indra.., hanya membayangkan kau menjadi ayah di usia sangat muda.""Apa salahnya? Aku juga bisa kok jadi Ayah karena itu akan terjadi secara otomatis.""Iya, kau memang bisa buat anak, tapi membina rumah tangg
Baca selengkapnya

Alasan

Intan tak merespon saat melihat Indra terlihat kecewa dengan jawaban Intan yang tak memuaskan. Tadinya ia mengira Intan akan mendukung keputusannya sehingga dengan begitu ia punya dukungan di hadapan ayah angkatnya dan juga ayah kandungnya. Akan tetapi ternyata tak semudah itu. Ia sedikit kesal, tapi Intan menginginkan ia berpikir lebih banyak hal lagi.Dengan wajah cemberut, ia mulai bangkit dan hendak meninggalkan tempat tersebut."Indra, pikirkan kembali dan bicarakan dengan Mellisa. Dan juga, bawalah Mellisa untuk menjadi asisten ibumu ketika kau berada di Thailand nanti. Hari hari kompetisi sudah dekat, kau harus berkonsentrasi atas pertandingan tersebut karena itu adalah tanggung jawabmu saat ini."Indra menoleh sebentar dan mengangguk lemah. Mau tak mau ia harus meminta izin Intan karena kakak perempuannya ini lebih bisa memahami keadaan.Sian itu juga Indra membawa Mellisa menemui Intan yang masih di kantornya."Apakah ini perusahaan kakakmu?" Mellis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
19
DMCA.com Protection Status