Beranda / Pernikahan / Talak Tiga / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Talak Tiga: Bab 31 - Bab 40

47 Bab

31. Ada apa gerangan?

"Lani? Ada apa kamu kesini?" tanya Mas Bian dengan tatapan tidak suka.Mbak Lani terdiam, tiba-tiba saja dia menangis dan menghiba.Ada apa sih?"Ayo silahkan masuk dulu mbak," ajakku sambil mempersilahkannya duduk."Ada apa, Mbak?" tanyaku lagi."Amira, Bian, maaf aku mau minta tolong sama kalian," ujarnya pelan-pelan."Minta tolong apa?""Boleh tidak kalau aku pinjam uang? Aku tidak punya uang sama sekali buat bayar kontrakan dan untuk makan," jawabnya dengan nada bergetar. Aku dan Mas Bian saling berpandangan."Lani, kamu kan masih muda, kenapa tidak cari kerja? Yang halal kan banyak," ketus Mas Bian.Aku menggenggam tangan Mas Bian agar dia tidak berbicara ketus lagi."Tidak ada yang mau menerimaku bekerja, kulitku pada ngelupas seperti ini, mereka jijik melihatku," sahut Mbak Lani. Dia menunjukkan tangannya. Sedangkan diwajahnya juga masih memerah seperti tempo hari."Itu gatal-gatal atau
Baca selengkapnya

32. Berita Kematian

Hari-hari berlalu dengan baik. Affan pun tumbuh jadi anak yang aktif dan lucu. Dia sudah bisa tengkurap dan mengoceh lebih lantang. Usianya sekarang sudah menginjak lima bulan lebih. Pipinya yang gembul, membuatku tak berhenti menciuminya. Begitu pula dengan Mas Bian, dia semakin gemas dengan tingkah lucu Affan. Sikap Mas Bian terhadapku pun semakin hari bertambah manis, dia suka memberikan kejutan-kejutan yang tidak terduga. Seperti hari ini dia memberikan buket mawar warna merah kepadaku. Aku menghisap aroma wanginya. Setelah puas memandanginya, kutaruh di pojok kamar dekat meja rias. Disana pun sudah bertengger beberapa buket bunga pemberiannya di hari-hari sebelumnya."Mas, kenapa kamu sering membelikanku buket bunga seperti ini? Gak sayang uangnya?" tanyaku sembari terus memegang bunga itu dengan senyuman yang lebar.Tiba-tiba saja, Mas Bian mendekatiku dan memelukku dari belakang."Sebagai suami, aku harus membahagiakanmu, bukan? Aku bahagia l
Baca selengkapnya

33. Kau sangat manis

  "Oh iya, selain mau bertemu Affan, aku juga ingin memberi kabar yang lain," ucap Mas Andri. "Apa itu, Ndri?" tanya Mas Bian. "Bulan depan, insyaallah aku akan menikah," tuturnya. "Waaah, selamat ya, sama siapa?" tanya Mas Bian kembali "Sama putrinya Pak Ustadz yang menyembuhkanku." "Alhamdulillah..." "Kalian harus datang ya," ujarnya lagi. "Iya, kami pasti akan datang." Alhamdulillah, syukurlah kalau Mas Andri sudah menemukan tambatan hatinya lagi. Semoga kau bahagia dengannya mas. Meskipun aku belum pernah melihat calon istrimu, tapi aku yakin pasti dia orang yang sangat baik. "Ya sudah, kalau begitu aku izin pamit pulang," sahut Mas Andri lagi.  "Maaf ya sayang, ayah gak bisa lama-lama disini, ayah harus pulang. Kamu baik-baik ya disini sama ibu dan juga ayah Bian," tuturnya lagi sembari kembali menciumi dedek Affan. Dia bangkit dan menyerahkan Affan kembali padaku. "Jaga ba
Baca selengkapnya

34. Extra part - Tentang Kematian Lani

POV LaniAku tak tahu penyebab sebenarnya penyakit ini, kulit tubuh dan wajahku kemerah-merahan, bukannya sembuh tapi justru lebih parah. Ada yang melepuh di bagian kaki.Saat itu, setelah mendapatkan bantuan uang dari Bian, aku segera memeriksakan diri ke dokter kulit dan sudah rutin mengonsumsi obat, namun tak ada perubahan yang berarti, justru rasanya semakin bertambah parah. Dan tiba-tiba gatal-gatal di sekujur tubuh membuatku tak berhenti menggaruk, hingga kulit kemerahanku terlihat lecet dan berdarah.Entahlah penyakit apa yang aku derita ini. Aku selalu menutupi tubuhku dengan baju-baju yang panjang agar mereka yang melihatnya tidak merasa jijik. Terkadang aku juga memakai masker untuk menutupi sebagian wajahku.Biaya hidup aku dapat dari berjualan pakaian, sebagai reseller, aku berjualan baju-baju keliling. Sekali lagi modal itu didapatkan dari Bian, sisa dari membayar kontrakan dan  berobat k
Baca selengkapnya

35. Extra part - Pertemuan Andri dan Aini

POV AndriHari-hariku kini terasa begitu damai. Hidup di lingkungan pedesaan yang asri dan sisi keagamaan yang begitu kental membuatku banyak belajar, terutama ilmu yang diajarkan oleh pak ustadz. Akupun jadi ikut belajar menyembuhkan orang-orang yang bermasalah karena pengaruh ilmu hitam. Semua keadaan benar-benar berubah. Aku merasa lebih nyaman tinggal disini dari pada pulang ke rumah. Kutinggalkan semua masa kelamku disana dan siap menata masa depan. Biarpun disini hanya hidup cukup, jauh dari kata mewah, karena memang tidak seramai tinggal di kota.Dari sisa uang yang ada, aku memberanikan diri untuk terjun di dunia perikanan. Beruntung pak ustadz menyetujui ideku.  Dengan menggunakan terpal seadanya, untuk membuat kolam dan akupun mulai memelihara ikan nila dan lele, bibitnya aku beli dari seseorang kenalan pak ustadz. Kolam-kolam ikan dari terpal itu aku buat di belakang rumah yang sekaligus menjadi balai pengobatan Pak ustadz. Kebetulan halama
Baca selengkapnya

36. Season 2 part 1 - Hamil

POV AmiraIni sudah tahun ketiga aku menikah dengan Mas Bian. Dia suami yang sangat baik, selalu membantu meringankan pekerjaan rumah. Ia pun sangat menyayangi Affan. Mereka sangat dekat, seperti tak bisa dipisahkan.Dua tahun pertama menikah, kami memang sengaja menunda kehamilan, dikarenakan Affan masih kecil, Mas Bian juga tidak tega kalau aku harus hamil lagi, sedangkan Affan masih butuh kasih sayang dan full ASI.Namun rencananya mulai tahun ini, kami ingin memulai program kehamilan. Aku sudah siap menjalankan masa kehamilanku lagi. Selain Affan sudah tumbuh besar, ia juga sering dijemput oleh ayah kandungnya untuk tinggal sementara dengan mereka. Dan siapa sangka harapan kami terkabul dengan cepat.Pagi itu aku melakukan test pack. Karena sudah tiga minggu telat datang bulan."Aku hamil, mas," ucapku sambil tersenyum lebar ketika keluar dari kamar mandi. Kupegang test pack dengan tanda dua garis merah di alat tes kehamilan itu, yang menandaka
Baca selengkapnya

37. Season 2 part 2 - Insiden Kecelakaan

Delapan bulan berlalu dengan cepat. Hari-hari kujalani bersama Mas Bian terasa begitu indah. Apalagi sekarang aku sedang mengandung benihnya. Dia begitu sayang padaku. Kasih sayangnya pada Affan, putra tirinya pun tidak pernah luntur. Namun karena bulan ini kehamilanku sudah menginjak usia sembilan bulan, sudah mendekati HPL Affan dibawa kembali oleh ayah kandungnya untuk tinggal sementara dengannya sampai aku melahirkan dan sampai aku tidak kerepotan. Karena disana mereka belum dikaruniai momongan. Beruntung, ibu tiri Affan pun sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri.Kurasakan perutku begitu melilit mulas, seperti hendak melahirkan. Kontraksinya terasa begitu intens."Mas, mas, bangun," kugoyangkan tubuh Mas Bian, hingga akhirnya matanya mulai terbuka. Ia terlihat menggeliat malas."Ada apa, sayang?" tanyanya kemudian bangun mengecup pipiku."Mas, perutku sakit banget," jawabku seraya meringis kesakitanMas Bian nampak kaget, "K
Baca selengkapnya

38. Season 2 Part 3 - Tetap disalahkan

PoV BianDidalam kekalutanku, yang kupikirkan hanya Amira dan bayi kami yang baru lahir, Alia. Bagaimana nantinya mereka jika aku harus mendekam di penjara? Siapa yang akan menjaga mereka? Amira pasti sangat sedih dan terpukul.Rasa sesak ini benar-benar menghimpit di dada. Tak pernah terbayangkan hal ini akan terjadi pada kami. Kecelakaan itu terjadi secara tiba-tiba dan tak dapat terhindarkan, walaupun aku sudah berhati-hati. Secara tidak langsung, aku sudah menghilangkan nyawa seseorang. Astaghfirullah hal'adzim, Ya Allah, apakah aku punya kesalahan di masa lalu? Hingga harus kurasakan semua ini? Ah tidak, harusnya aku tak boleh mengeluh, ini sudah jalan takdir kami. Aku harus bisa pasrah dan ikhlas menjalaninya.Aku segera menghubungi Restu dan juga Budhe Narti, untung saja mereka cepat datang, walaupun cuaca masih diguyur hujan. Budhe Narti terlihat sangat shock dan sangat khawatir. Setelah mendengar apa yang terjadi. Budhe Narti lebih banyak d
Baca selengkapnya

39. Season 2 part 4 - Maaf saya menolak

"Mereka minta kamu menikahi gadis itu."Jedeeerr...! Bagaikan disambar petir saat mendengar pernyataan Restu. Sungguh ini tidak masuk akal. Benar-benar tidak masuk akal."Apaaaa?? Itu tidak mungkin! Apa mereka sudah gila?" pekikku tak percaya.Restu terdiam. "Restu, katakan pada mereka, aku menolak. Aku lebih baik di penjara dari pada harus menikah dengan gadis itu. Berapa tahun hukumanku? Lima tahun? Sepuluh tahun? Baik, aku akan menjalaninya. Tapi kalau untuk menikahi gadis itu, aku tidak mau," sergahku dengan tegas."Ya, aku mengerti.""Restu, rasa cintaku pada Amira melebihi apapun. Kau tahu itu, bukan? Aku tidak akan pernah menduakannya, sampai kapanpun. Bila aku harus selamanya mendekam di penjara, itu tidak masalah bagiku.""Apa kau tidak memikirkan perasaan Amira dan juga anakmu? Kalau kamu terus menerus mendekam di penjara, bagaimana hidup mereka tanpamu?" tanya Restu. Ah, kenapa dia tak paham dengan isi hatiku?
Baca selengkapnya

40. Season 2 part 5 - Keputusan Sidang

Sudah satu minggu aku menginap disini. Banyak nyamuk, pasti. Kedinginan? Ya tentu saja, karena gak ada Amira yang menghangatkanku. Sesekali tubuhku terasa menggigil ketika cuaca sedang dingin-dinginnya karena terus menerus diguyur hujan. Ah, sebenarnya bukan itu yang aku pikirkan. Aku memikirkan Amira dan bayi kami. Terbayang kembali raut wajah Amira yang bersedih dengan hal ini. Aku tak tega membayangkannya apalagi kalau melihatnya menitikkan air mata.Agaknya proses penyidikan masih lama berlangsung, Restu dan pengacara yang ia sewa pun sedang mengumpulkan bukti-bukti kuat, agar aku dinyatakan tidak bersalah, setidaknya misalkan menjalani masa hukuman, tidak terlalu lama.Aku bersyukur masih punya teman baik seperti Restu. Dia rela membantuku.Pagi menjelang siang, Amira datang menjengukku kembali. Ini kali kedua ia berkunjung kesini, aku maklum dia pasti kerepotan dan mungkin saja, badannya masih sakit pasca melahirkan, masih belum sembuh total.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status