Home / Pernikahan / Talak Tiga / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Talak Tiga: Chapter 11 - Chapter 20

47 Chapters

11. Berubah

POV BianAku tak mengerti apa yang ada dipikiran Amira, wanita itu seringkali menangis. Membuat hati ini ikut merasa iba. Kenapa air mata itu tak kunjung kering justru semakin banyak, padahal sudah berbulan-bulan, bahkan tiap hari dia selalu menitikkan air mata.Dia terlalu melankolis. Aku paham, masalah ini terlalu berat untuknya. Diceraikan oleh sang suami dengan tuduhan selingkuh denganku, serta video dia sedang mandi dan tetiba hamil, pasti dia sangat shock menjalani semuanya. Dikucilkan oleh para tetangga, bahkan ada yang hampir melecehkannya adalah sanksi sosial yang ia dapatkan dari ulah seseorang yang tak bertanggung jawab. Sedangkan disatu sisi, sang suami, maksudku sang mantan suami seakan angkat tangan tidak mau mencari tahu siapa sebenarnya yang sudah menjebak Amira. Bahkan dia sibuk mencari pembenaran sendiri, ingin rujuk lagi dengan Amira dan meminta aku menjadi muhalilnya. Ironis bukan? Sungguh aku tak habis pikir dengan jalan p
Read more

12. Donat Istimewa

"Awas ya, Amira! Aku akan buat perhitungan denganmu!" ancam Lani sembari mengacungkan jari telunjuknya ke muka Amira.Lani kemudian pergi begitu saja meninggalkan Amira dengan dada yang berguncang emosi. Amira menghela nafas dalam-dalam."Mas Bian, keluarlah, jangan sembunyi terus!" seru Amira yang membuatku terkejut. Ah, jadi dia sudah tahu aku ada disini.Aku keluar dari persembunyian dan mensejajari langkahnya. Akuu tersenyum sembari menggaruk-garuk kepala yang tak gatal."Kenapa kau mengikutiku, Mas?" tanyanya yang membuatku gelagapan."Ah... Aku khawatir sama kamu," jawabku."Bukankah kamu sendiri yang nyuruh aku jadi wanita yang kuat? Yang harus bisa membela diri?" sanggahnya lagi."Emhh iya, itu benar. Tapi aku gak nyangka kamu bisa berubah secepat ini.""Iya, ini semua ini karena kamu. Terima kasih sudah selalu mendukungku. Ucapanmu tempo hari membuatku berpikir. Kamu benar, mas. Kalau bukan aku yang melindungi diri sen
Read more

13. Kesiram Minyak Panas

"Ya, para tetangga pada ngomongin kalian. Seolah-olah rumor yang beredar bahwa kalian berselingkuh di belakang Andri itu benar, apalagi kamu sering datang kesini," ucap Budhe lagi. "Budhe yang bilang sendiri kalau aku suruh nemanin Amira tiap hari," kilah Mas Bian."Iya, memang budhe yang nyuruh. Tapi makin kesini budhe makin tak nyaman dengan ocehan tetangga.""Baik, aku siap tanggung jawab. Aku akan menikahi Amira. Tapi apa Amira siap menikah denganku?" sahutku. Aku menatapnya lekat.Dia tertunduk, sepertinya malu. Aku justru terkekeh melihat tingkahnya yang tanpa sadar dia memegangi perut dan pipinya secara bergantian."Bagaimana denganmu, Amira? Kalian sudah sangat cocok," cetus Budhe lagi."Emmh... Aku... Maksudku, apa Mas Bian gak malu punya istri seperti aku? Mas Bian masih lajang, sedangkan aku...""Aku akan terima apapun kondisimu," tukasku dengan cepat.Wajahnya merona lagi, namun dia tetap diam."Kamu ma
Read more

14. Nekad

TTD 14POV LaniHari itu aku melihat wajah Mas Andri muram, bahkan lebih muram dari biasanya. Setelah kutahu ternyata karena ia tak bisa rujuk dengan Amira. Bukankah harusnya aku bahagia? Tapi kenapa, walaupun mereka sudah berpisah, Mas Andri tetap saja cinta mati sama Amira dan bersikeras untuk kembali padanya? Padahal aku sudah berhasil memisahkan mereka, tapi aku belum berhasil merebut hatinya. Aku ingin sekali membuatnya bertekuk lutut padaku. Sebenarnya aku ingin membalaskan dendam padanya, ada satu alasan yang membuatku harus begini. Alih-alih ingin membalaskan dendam justru aku yang kepincut sendiri. Terkesima  dengan pesona adik ipar.Aku pergi menjejakkan langkah entahlah mau kemana, pikiranku masih kalut. Bagaimana caranya biar Mas Andri melihatku. Reni aku tinggal di rumah bersama neneknya. Biarlah dia sudah besar, bisa main sendiri. Ayahnyapun jarang ngasih perhatian pada anak dan istri. Ah, sebenarnya aku sudah malas, ingin sekali
Read more

15. Nekad (2)

 "Kamu itu udah punya anak malah pergi-pergi gak jelas!" omel ibu mertuaku, membuatku tambah benci padanya. "Maaf bu, tadi memang Nita ngajaknya dadakan. Aku kira gak bakal lama, ternyata malah lama begini. Lani janji bu, lain kali gak akan diulangi lagi. Ya sudah, Lani permisi, mau mandi dulu," ucapku sambil ngeloyor pergi."Andri, baringkan Reni di kamarnya. Kasihan dia," pinta ibu yang samar-samar kudengar dari dalam.Aku langsung bebersih diri, menghilangkan aroma-aroma yang tadi menempel. Kusemprot dengan minyak wangi. Setelahnya aku bergegas ke dapur untuk membuatkan mereka teh manis yang aku campur dengan obat tidur. Kuhidangkan teh manis itu bersama cemilan yang tadi sempat kubeli."Ini tehnya bu, mas.""Tumben kamu bikinin ibu teh," sahut ibu. Tapi dia tetap menyesap teh buatanku.Aku tersenyum. "Sekali-kali gak apa-apa to bu, lagian Amira kan sudah gak ada. Jadi biar aku yang gantian melayani ibu," s
Read more

16. Hubungan Terlarang

Seperti yang Mas Andri bilang, jam tujuh malam dia pulang ke rumah. Pekerjaan sedang sibuk, jadi  ia baru bisa pulang sore hari. "Mas sudah datang," sambutku dengan suka cita, tentu saja disertai dengan senyuman manja. Aku memeluknya dengan erat, namun dia berusaha melepaskan pelukanku. Aku menatapnya penuh tanda tanya."Jangan seperti ini, katanya takut ketahuan orang rumah," ucapnya sambil tersenyum."Ibu sama Reni sudah tidur, mas," sahutku."Tidur? Masih sore begini udah tidur?" tanya Mas Andri."Iya mas, maklumlah ibu kan sudah tua, jadi wajar kalau tidur cepat. Dia sangat lelah. Reni juga, dia habis main seharian mungkin mereka capek. Jadi udah pada tidur setelah makan malam tadi."Mas Andri manggut-manggut mengerti. "Mas sudah makan belum?" tanyaku."Belum.""Aku siapkan makan dulu ya...""Nanti saja, aku mau ketemu sama Amira dulu.""Buat apa ketemu Amira, Mas? Dia kan sudah selingkuh.""
Read more

17. Tergila-gila

 POV AndriAku tidak tahu dari mana awalnya. Hingga tiap hari bayangan Lani selalu menari-nari di dalam pikiranku. Ia yang sedang tersenyum, sangat manis. Bahkan perhatiannya aku tak bisa lupa. Dia bagaikan wanita yang sempurna. Mengerti keinginanku, perhatian dan kasih sayang. Meskipun kutahu ini salah, dia istri kakakku. Aku merasa bersalah pada mas Restu, tapi rasa cintaku mengalahkan segalanya. Mengalahkan akal sehatku, apalagi Lani juga nampak mencintaiku. Ia selalu bermanja-manja ketika di dekatku. Memelukku dan menggelayut manja di lenganku. Aku tak pernah keberatan akan hal itu. Bahkan tak segan dia yang selalu menciumku lebih dulu. Agresif, tapi aku menyukainya. Entahlah aku tak tahu sejak kapan. Padahal dulu aku selalu suka gadis pemalu seperti Amira. Ah Amira, aku jadi benci padanya. Tega-teganya dia selingkuh dibelakangku sampai hamil.Kembali lagi tentang Lani, dia tahu menyenangkan seorang lelaki. Kemolekan wajahnya, tubuh mulusn
Read more

18. Menderita

"Dasar adik dan istri tak tahu malu! Kalian benar-benar menjijikkan!" teriak mas Restu lagi dengan sorot mata penuh kebencian."Mulai sekarang juga, kamu bukan istriku lagi! Aku ceraikan kamu!!" teriak mas Restu menggema ke seluruh isi ruangan. "Mas, jangan mas, jangan ceraikan aku... Aku masih butuh kamu mas..." Lani mendekati mas Restu dan memeluk kakinya. Namun dengan sekuat tenaga mas Restu "Kamu tidak butuh aku, kamu hanya butuh uangku!! Pergi sana! Kau tidak berhak ada disini lagi! Istri tak tahu diri!Lani masih menangis histeris dan menggelengkan kepalanya dengan cepat."Enggak mas! Jangan usir aku dari sini. Aku gak mau pergi mas!" isaknya dengan pilu. Ah, aku makin tak tega terhadapnya. Ingin sekali kudekap tubuhnya, namun tubuhku rasanya tak berdaya. Lemah, kepalaku pusing dan berdenyut. Semuanya terlihat berputar-putar. Dengan samar-samar kulihat mas Restu keluar dari kamar, tak lama ia kembali dan
Read more

19. Firasat

 POV Restu"Nak, pulanglah...""Nak, pulanglah...""Nak, pulanglah..."Berkali-kali ibu memintaku pulang, wajahnya terlihat begitu sendu, putih dan pucat. Ada air mata yang membasahi pipinya. Ibu menangis, tiba-tiba dadaku terasa sesak. Ibu membalikkan badan dan pergi menjauh."Ibuuuu....!!" teriakku memanggilnya, namun dia tak berpaling. Dia terus berjalan tanpa menoleh ke arahku."Ibuuuu....!!" Aku terlonjak kaget. Aku terbangun dari tidurku, keringat mengucur membasahi tubuh. Berkali-kali aku memimpikan hal yang sama tentang ibu. Ibu menangis dalam mimpinya dan memintaku pulang. Ada apa dengan ibu? Apakah terjadi sesuatu pada ibu?Hah! Kuusap wajahku dengan kasar. Dan lagi-lagi meyakinkan diri kalau mimpi itu hanya bunga tidur, bukan sebuah firasat. Aku hanya terlalu lelah dan kangen sama ibu.Aku yakin, kalau terjadi sesuatu pada ibu, Lani pasti akan mengabariku. Paling tidak Andri juga pasti akan
Read more

20. Luka Hati

Sudah cukup lama aku termangu di pusara ibu. Suasana sore sudah mulai menggelap. Aku bergegas bangkit dan ingin pulang ke rumah. Ditengah jalan, kudengar suara adzan maghrib. Aku bergegas mampir ke mushola terdekat. Ambil wudhu dan melakukan sholat berjamaah bersama.***"Lho, nak Restu, baru pulang ini?" sapa seseorang."Eh iya pak," jawabku singkat."Pekerjaan lagi sibuk ya, baru bisa pulang sekarang?""Iya pak.""Oh iya, tolong nasehatin adik sama istrimu, jangan sering-sering serumah bareng, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kan sekarang sudah gak ada ibu," tegur bapak itu lagi."Baik, pak. Terima kasih tegurannya," jawabku lagi.Aku berjalan lagi menuju rumah, tak disangka-sangka di tengah jalan aku bertemu dengan Bian."Hei, Restu, kamu pulang?" sapanya."Iya. Kalau kamu habis dari mana?""Biasa, habis dari tempatnya Budhe. Oh iya Res, tolong jangan pulang dulu, aku mau bicara
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status