Home / Romansa / SweetShit Marriage / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of SweetShit Marriage: Chapter 1 - Chapter 10

17 Chapters

Prolog

Ponsel di nakas berbunyi nyaring. Dua orang yang meringkuk di atas tempat tidur tanpa sehelai benang melekat di tubuh, menggeliat. Lala membuka mata ketika tangan yang melingkari perutnya bergerak dan punggungnya di gesek dengan hidung.“Mas Aiden, ada telepon tuh,” kata Lala dengan suara serak.Dia duduk. Bersandar pada kepala ranjang sambil menarik selimut sampai ke dada, sedangkan Aiden dengan mata setengah terbuka meraih ponselnya. Menempelkan ke telinga.Lala mengamati kamar Aiden yang mirip kapal pecah. Meja belajar Aiden berantakan. Lantai kamar berserakan seragam SMA dan tas mereka. Kasur yang selimutnya tak beraturan lagi bentuknya. Bra dan celana dalamnya terletak mengenaskan di kursi meja belajar. Baju kaos dan celana dalam Aiden bahkan tersangkut di kusen jendela.Lala menghela napas. Ada sesal datang menyusup setelah dia melakukan hal terlarang bersama Aiden dua jam lalu.“Kamu nyesal?” Aiden meletakkan ponselny
Read more

The Day We Meet

Langkah Lala terhenti ketika mendengar suara anak menangis tak jauh dari tempatnya sekarang. Cewek itu segera menghampiri segerombolan anak yang sedang mengelilingi seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu menekuk lutut. Terisak hebat.“Ruli nggak punya mama ... karena Ruli anak nakal. Mama Ruli nggak suka Ruli karena cengeng dan nakal.”Begitulah, gerombolan anak itu menyanyi sambil bertepuk tangan. Mereka berdiri membentuk lingkaran lalu mengelilingi seorang anak laki-laki bernama Ruli.“Ruli nggak nakal! Ruli nggak cengeng!”“Ruli emang nakal dan cengeng. Weee ….”Lala buru-buru masuk ke dalam lingkaran dan memeluk Ruli. “Sssttt, kamu jangan nangis lagi, ya. Ada Kakak di sini.”Dia lalu memandangi teman-teman Ruli satu-satu. “Kalian jangan gitu lagi, ya. Nggak boleh bikin teman kalian nangis. Mau nanti dihukum Tuhan?”Anak-anak itu langsung pucat. Mereka menggelen
Read more

Run Away

Lala terbangun karena mendengar deringan ponselnya. Dengan setengah terpejam dia meraih ponsel itu. Tubuhnya langsung beku ketika tante dengan suara bergetar menyapanya lebih dulu.“Halo, La. Maaf Tante ganggu. Tante cuma mau ngasih tahu kalau besok tenggat terakhir pembayaran biaya rumah sakit mama kamu.”Lala terdiam. Memijit pelipis sejenak sebelum berkata, “Iya, makasih Tante,” dengan lirih.“Kamu sudah ada uangnya?”“Eeemmm … belum,” jawab Lala hati-hati.Terdengar tantenya mendesah pelan di ujung telepon. Hal itu sukses membuat Lala tidak nyaman. Merasa sangat merepotkan adik mamanya itu, yang sudah rela merawat mama selama tiga tahun ini tanpa diberi upah sepeserpun. Tak jarang tante malah memberinya uang untuk menebus obat dan keperluan mama yang lain. Padahal, tantenya sama tidak punya uangnya seperti mereka.“Halo? Kamu masih di sana, La?”
Read more

Third Time

Gemerlap cahaya lampu menjadi penghias kelab malam yang ramai pengunjung. Lampu-lampu redup di pasang di seluruh penjuru bar. Menimbulkan kesan remang-remang, bahkan tak jarang ada juga yang menganggapnya romantis. Sekalipun musik yang diputar di sana sanggup bikin pekak telinga.Lala, seperti biasa, dengan gaun kurang kain berwarna merah menyala, lipstik merah, dan sepatu berhak yang juga berwarna merah, berjalan gemulai membawa nampan berisi beberapa gelas minuman. Meletakkannya di meja pengunjung yang memesan. Berlalu setelah melempar senyuman manis terkesan genit. Bukan bermaksud menggoda. Tidak ada sama sekali niat menggoda para laki-laki berdompet tebal. Ini murni suruhan atasan. Bos empunya kelab.Lala berkumpul dengan pelayan lain di ujung meja di sudut kelab. Berdiri sambil mengedarkan mata ke seluruh ruangan. Hentakan musik tidak mampu membuat tubuh Lala ikut menari. Dia bahkan tidak menikmati kehadirannya di sini. Walapun sudah tiga tahun bekerja, dia masih
Read more

Choice

Cowok itu lagi!Sumpah mati Lala tidak sudi melihat mukanya lagi.“Permisi,” pamit Lala sambil melepaskan tangan Aiden dari bahunya.Aiden menggeram. Detik berikutnya dia menyeret Lala keluar kelab.“Kenapa main seret-seret sih?!” maki cewek itu saat mereka sudah di luar kelab.Aiden memandangi Lala dari atas sampai bawah. Wajahnya yang beraut hangat berubah datar dan dingin. “Kamu ngapain di sini?”Lala membuang muka. “Bukan urusan kamu.”Tubuh tinggi Aiden semakin menjulang karena badan laki-laki itu menegap. “Jawab aku, La. Kamu ngapain ada di sini? pakai baju kayak gini, lagi. Baju kurang kain. Kayak bukan kamu aja. Terus, aku liat kamu tadi duduk bareng Deson. Kamu nggak sedang godain dia, kan?”“Aku nggak ada waktu untuk menjawab pertanyaan kamu. Aku sibuk.”Lala berlalu. Bermaksud kembali ke dalam kelab.Aiden menyentak lengannya dan la
Read more

Night With You

Alis Lala bertaut. Pagi-pagi, jam enam, pintu kamar kosnya diketuk. Dia yang tengah sibuk menyetitka baju bangkit perlahan. Berjalan menuju pintu penuh pertimbangan. Habisnya, beberapa tahun dia tinggal di kamar sederhana ini, baru kali ini ada yang mengetuk  sepagi ini. Tidak mungkin bu Meira karena wanita setengah baya itu sedang keluar kota.Wajahnya memucat. Sambil menggigit bibir, Lala membuka pintu.  Pupil matanya langsung melebar ketika melihat Aiden berdiri gagah di depan pintu kamarnya.“Hai.” Aiden menyapa dengan senyum menawan. Senyuman yang sama persis seperti delapan tahun silam.Lala membeku. Denyutan itu terasa lagi. Membuat sesak. Susah bernapas. Bibir Aiden yang tersungging senyum memaksanya kembali ke memori masa lalu. Indah sekaligus menyakitkan itu.Sweet but shit!Meskipun sudah delapan tahun berlalu, tapi sakit hatinya tidak pernah membaik. Lala dibuat heran dengan dirinya sendiri. Orang lain bis
Read more

Kejutan

Sepulang dari sekolah, Lala duduk di sofa menemani Ruli belajar membaca. Setelah selesai merapikan rumah –yang-sebenarnya-tidak-pernah-berantakan-, tapi karena Lala merasa sungkan, digaji puluhan juta sedangkan kerjaannya semrawutan. Akhirnya dia secara sukarela menjadi pembantu di sini. Bersih-bersih rumah, menyiapkan makan siang untuk Ruli dan mencuci piring. Bahkan semua itu tidak sepadan dengan gajinya yang luar biasa.Aiden memang gila. Rela mengeluarkan uang puluhan juta cuma untuk membayar tenaganya yang tidak seberapa. Tanpa sadar Lala menggelengkan kepala. Dia kembali memerhatikan Ruli yang sibuk menulis huruf-huruf di bukunya. Lala akui, anak Aiden ini, kepintarannya di atas rata-rata. Saat anak seusianya masih sibuk menghapal huruf, dia sudah bisa membaca. Saat anak-anak lain masih menghapal angka, Ruli sudah hapal perkalian tiga. Gila!Pasti otak encernya ketularan sang papa. Lala ingat saat masih SMA Aiden pasti, selalu, memenangkan olimpiade. Membua
Read more

Benci atau Tidak

Lala menyesal karena sudah menerima tawaran Aiden untuk bekerja dengannya. Semuanya jadi runyam. Hidupnya yang sekarang, juga yang akan datang semakin tidak jelas arahnya. Harusnya dia menolak saja tawaran Aiden itu. Peduli setan dengan gaji puluhan juta jika akhirnya akan begini jadinya. Dia merasa semakin terperosok jauh ke dalam lubang gelap. Semakin gelap ketika Marina mengatakan sepatah kalimat yang tidak pernah Lala sangka sebelumnya.“Menikah dengan Aiden, ya, La.”Menikah dengan Aiden? Sialan! Gila apa?! Menikah dengan Aiden tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Bahkan bertemu dengan cowok itu pun tidak pernah dia harapkan. Dia sudah bertekad akan berhenti bekerja dengan Aiden ketika ibunya sudah sembuh. Lala yakin itu tidak akan lama lagi. Karena kata tante, kesehatan ibunya sudah jauh lebih baik.Hanya satu niatnya berkerja untuk Aiden. Uang. Adien adalah ATM berjalannya. Setelah dia tidak
Read more

Gaun dan Tuksedo

Lala harus segera berhenti bekerja dengan Aiden. Pokoknya dia harus bisa melepaskan diri dari sana sebelum ketahuan ibunya. Bisa mati dirajam dia kalau sampai wanita kesayangannya itu tahu kalau dia kembali berhubungan dengan Aiden. Cowok yang sudah membuatnya dan sang ibu terpuruk selama delapan tahun.Setelah mengetahui kebenaran perasaan Aiden dari mulut Dauni saat itu, yang Lala rasakan adalah langit runtuh menimpa dirinya dan bumi menghimpit tubuhnya. Seketika itu juga Lala merasa mati adalah pilihan yang tepat daripada harus menahan hati yang terus menggaungkan luka. Tambah lagi, dia harus menanggung akibat dari perbuatan mereka saat merayakan anniversary itu.Lala pernah hamil. Lima bulan. Lalu janin yang sangat dia sayangi itu pergi meninggalkannya untuk selamanya. Padahal, Lala bersumpah akan menyayangi anak itu sepenuh hatinya. Dia rela berhenti sekolah karena tidak mau menggugurkan kandungannya.Dia tahu ibu sangat kecewa padanya. Untungnya w
Read more

First Kiss After Eight Years

 Lala mengerjap beberapa kali. Menyesuaikan dengan cahaya terang dari tempat asing ini. Ruangan yang serba putih. Bau obat tercium kuat semakin membuatnya pusing. Hampir muntah. Lala sungguh tidak tahan berada di sini. Ruangan yang dia yakin sebagai rumah sakit ini terasa begitu sunyi.Dia menoleh ketika pintu terbuka. Aiden masuk sambil membawa makanan. Lala bangun dan menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. Baru diasadari di tangan kirinya tertanam selang infus. Tangannya sedikit berdenyut nyeri ketika benda itu tak sengaja tertarik.“Kamu tiduran aja dulu, La.” Aiden mengganjal punggungnya dengan bantal lain.“Aku mau pulang.”Lala memalingkan wajah karena tidak tahan mencium bau tubuh Aiden yang tidak pernah bisa dialupakan.“Nggak boleh.” Aiden mengambil kursi kecil dan duduk di samping ranjang. “Kata dokter kamu nggak boleh pulang dulu. Kumpulin stamina kamu. Baru bisa pulang.”&
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status