Di kedai teh. Semua redup, penerangan setitik lilin yang diperlukan. “Ini kayak film mafia aja, gelap-gelapan,” mendesis. Menunggu barang yang dipesan. Karena di kedai ini, bukan kedai teh biasa. Setiap pelanggan harus memesan teh, sebagai kode. Pas teh dihidangkan, barang siap diperjual belikan. Teh habis, saatnya pembayaran, kedua belah pihak setuju menjual ataupun membeli. “Apa teh ini enak, menurut Tuan?” tanya seorang pria tua, wajahnya sedikit cerdik. Li xiao meneguk, tidak ada rasa istimewa, menatap lawan bicara. Samping cangkir, terdapat ukiran tulisan tangan menggunakan air teh di meja, menuliskan. Mau bayar sekarang? Sontak, Li xiao menyemburkan teh ini. Fhuhu! Puih, ternyata buat nulis bukan minum! 'Sial, kukira teh diminum, ternyata di celup pakai telunjuk, terus nulis di meja. Bangsat!’ menyumpahi dalam hati, sambil mengelap bibir. “Eegh, hem, rasanya enak, saya siap menghabiskan.” Pelayan mengerti, mengedip ke tukang teh belakang. Dia mendekat, membawa kotak hita
Last Updated : 2024-10-29 Read more