Home / Thriller / Terjerat Skandal Istri Bos / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Terjerat Skandal Istri Bos: Chapter 41 - Chapter 50

111 Chapters

41. Perasaan Steve

"Tuan, ada apa?" Rucita menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri saat Steve terus saja memandanginya tanpa berkedip. "Ah, tidak apa-apa. Terima kasih, Rucita. Maaf saya sudah sangat merepotkan kamu dan Tangguh. Semoga setelah minum obat, kondisi saya lebih baik. Apa saya boleh tidur sebentar?" "Oh, baik, Tuan, istirahatlah. Saya keluar dulu." Rucita menepuk pelan dua kali pundak Steve, lalu berjalan keluar kamar. Tak lupa gadis itu menutup pintu kamar, membiarkan Steve untuk tidur beberapa jam lamanya. Tangguh sedang berada di pos ronda di dekat rumahnya. Ia sedang melepas rindunya dengan Linda lewat pesawat telepon. Ini hari kelima mereka tidak bertemu dan rasa rindu itu semakin menggunung. Bukan hanya Linda, Tangguh pun sudah tak sabar ingin memeluk kekasih hatinya itu. ["Jadi, apa Steve sakitnya cukup parah? Kenapa kalian tidak membawanya ke dokter?"]["Pak Steve tidak mau, Sayang. Pak Steve hanya minum obat dari apote
Read more

42. Kivas mana kivas??

"T-tuan, apa Tuan baik-baik saja?" tanya Rucita gugup masih dengan tubuh yang dipeluk Steve. "Maaf, saya mengatakan yang sebenarnya. Maaf, Rucita." Wajah pria dewasa itu merah padam karena malu. Hal yang baru pernah ia alami seumur hidup adalah pipi yang menghangat sampai daun telinga karena menyatakan perasaan pada wanita. Saat bersama Linda saja ia tidak merasakan sensasi aneh seperti ini. Apakah ini yang dinamakan puber kedua?"Tuan, saya susah bernapas," lirih Rucita saat Steve semakin mengeratkan pelukannya. "Ah, maaf." Pria dewasa itu tersadar dan segera mengurai pelukan."Sepertinya Tuan sedang tidak baik-baik saja, saya permisi!" "Tunggu!" Steve menarik Rucita masuk ke dalam kamarnya. Pria itu menutup pintu, lalu menguncinya. "Apa yang Tuan lakukan? Jangan seperti ini! Tuan sudah punya istri," ujar Rucita mulai ketakutan. "T-tidak, jangan takut, saya tidak akan berani berbuat jahat sama kamu. Saya
Read more

43. Rucita Galau

Rucita merasa Steve benar-benar tidak waras. Gadis itu syok bukan main saat pria bule dewasa memintanya untuk jadi istri kedua. Sampai pukul dua belas malam, Rucita tak juga bisa terlelap. Pertanyaan Steve begitu mengganggunya. Ia sudah memiliki pacar, bukan sekedar pacar, tetapi calon suami dan tiga puluh delapan hari lagi akan segera menjadi suami sahnya. Lalu haruskah perkataan Steve mengganggunya? Apakah ini yang dinamakan ujian sebelum menikah? Rucita menatap ponselnya yang sepi hari ini. Arnan belum membalas pesan WA-nya sejak tadi pagi. Entah apa yang terjadi dengan pacarnya itu, sehingga seharian ini ia tak disapa. Hal yang belum pernah dilakukan Arnan bahkan sejak awal mereka kenal.Rucita memilih keluar dari kamar untuk mengambil air minum. Ekor matanya melirik kamar Steve yang sepi. Mungkin saja pria itu sudah tidur karena memang belum terlalu sehat. Rucita meneruskan langkahnya ke dapur untuk mengambil air minum. Samar-samar
Read more

44. Pesona Pria Bule

"Saya menganggap ucapan Pak Steve ini hanya lelucon," balas Tangguh sambil tertawa. Steve menoleh pada Rucita yang wajahnya menunduk malu. Gadis itu meremas tangannya dengan kuat karena begitu gugup."Saya serius dengan ucapan saya," kata Steve lagi dengan suara tegas. Bukannya merasa khawatir atau takut, Tangguh malah tertawa semakin keras. Pemuda itu menertawakan kekenyolan Steve yang  ingin memperistri adiknya yang jelas-jelas akan menikah dengan orang lain sebentar lagi. Belum lagi masalah kejantanan Steve yang hitungan detik itu, pastilah Tangguh merasa ini adalah lawak yang paling membuatnya tak tahan untuk tidak tertawa. "Kamu menertawakan ku, Tangguh? Aku rasa itu tidak sopan!" tegur Steve serius. Tangguh menghentikan tawanya, lalu menelan ludah dalam begitu mendengar suara Steve yang berat dan sangat serius."Maaf sebelumnya, Pak. Menurut saya ini lucu. Pak Steve sudah menikah. Istri Pak Steve juga cantik dan saya rasa tidak ada
Read more

45. Kembali ke Tangerang

"Mau sampai kapan Papa mau di kampung Tangguh? Kenapa tidak ingat pulang? Janji hanya dua hari dan ini hampir seminggu." "Aku sakit. Hari ini mungkin pulang. Tunggu saja." "Terserah deh!"Linda menutup ponselnya, lalu melemparkannya dengan kesal ke atas tempat tidur. Ia memejamkan mata sambil merasakan air mata yang mengalir perlahan di atas pipinya. Entah kenapa ia sangat kesal dengan Steve dan ingin sekali berteriak pada suaminya itu. Belum pernah Steve selama ini meninggalkannya di rumah hanya sendirian saja. Suaminya juga tidak mengirimkan kabar apapun jika ia tidak bertanya melalui pesan WhatsApp. Untunglah ada Tangguh yang menghibur dirinya yang kesepian. Hari ini seharusnya Tangguh dan Steve sudah dalam perjalanan pulang, tetapi karena Tangguh ada urusan sebentar, sehingga mereka baru kembali dari Garut lebih siang. Linda sudah menyiapkan makan sore untuk suaminya dan Tangguh, tapi sepertinya makanan itu akan terbuang
Read more

46. Perubahan Sikap Steve

Tepat pukul sebelas malam, Steve dan Tangguh sampai di rumah. Perjalanan lebih lama karena macet cukup panjang di tol dikarenakan adanya truk pengangkut sayuran yang terbalik. Mereka juga sempat singgah di rest area untuk satu jam karena Tangguh mengeluh mengantuk. Linda membukakan pintu untuk suaminya sambil tersenyum manis. Steve membalas senyuman istrinya dengan enggan, lalu melayangkan satu kecupan di kening Linda. Ekor mata Linda melirik ke teras rumah, maksud hati mencari keberadaan Tangguh, tetapi pemuda itu sudah tak nampak di sana. Tangguh pasti sudah berjalan ke rumahnya. Linda masih harus bersabar satu hari lagi untuk dapat bercumbu dengan Tanggung. Sekarang ia harus fokus pada suaminya. "Papa sudah makan?" tanya Linda berbasa-basi ketika Steve mengunci pintu rumah. "Sudah, mau langsung mandi dan tidur," jawab Steve enteng. Pria itu masuk ke dalam kamar dan langsung menuju kamar mandi. Ia sama sekali tidak m
Read more

47. Dekat tapi Tak Dekat

Ini sudah pukul lima sore, Tangguh belum juga pulang. Rumah dalam keadaan sepi karena Steve sedang ke kandang kuda. Linda uring-uringan karena ponsel Tangguh sedari siang tidak bisa ia hubungi. Ia sudah menyibukkan diri dengan memasak kue, membereskan rumah, bermain media sosial, tetapi tetap saja tidak bisa mengusir kesal dan sedih karena tidak bisa bertemu Tangguh. Ia merindukan pemuda itu, tetapi ia tidak bisa bertemu dengannya. Suara pagar dibuka, Linda berlari ke jendela berharap Tangguh-lah yang pulang, tetapi harapannya pupus, saat yang kembali adalah Steve dan juga Darwis; teman baik suaminya yang biasa membeli mobil rongsokan suaminya yang telah diperbaiki. "Linda, ada Darwis, tolong buatkan kopi," seru Steve dari teras."Ya, sebentar," jawab Linda sambil memutar bola mata malasnya. Dengan gerakan lemas, Linda membuatkan kopi yang diminta suaminya. Setelah selesai ia langsung mengantarnya ke teras rumah. "Apa kabar
Read more

48. Rindu ... Rindu Serindu-rindunya

Tangguh sudah ada di kota Bandung. Ia pergi ke sebuah toko onderdil mobil terlengkap di sana, sesuai dengan arahan Steve. Bertemu satu orang, kemudian dioper kepada orang lain lagi. Begitu terus hingga langit kembali petang. Pemuda itu terlihat kelelahan karena dua hari sudah ia berputar-putar mencari barang yang diinginkan Steve. Tangguh beristirahat sejenak di sebuah warung kopi di dekat terminal sambil menunggu mobil travel menjemputnya pulang. Bep! Bep!"Halo, Pak, maaf, barang yang dicari tidak ada. Wah, saya udah keliling Bandung, tapi gak juga ketemu.""Ya sudah, kamu pulang saja dulu. Besok baru cari lagi ke daerah Tanjung Priok. Kata teman saya di sana ada.""Oh, baik, Pak, saya sedang menunggu mobil travel sampai."Tangguh meremas ponselnya. Baru kali ini ia merasa Steve seperti sedang mengerjainya. Diminta ke sana-kemari tetapi barang yang dicari tidak jelas. Tangguh ingin sekali menelepon Linda, tetapi ia tidak berani
Read more

49. Kencan Malam Jum'at

Tangguh terus bergerak cepat di atas tubuh kekasihnya, dengan tempo sama dan menggebu-gebu. Tenaganya seakan tak pernah habis, padahal ini sudah ronde kedua dan pemuda itu tidak sedang mengonsumsi obat kuat apapun. Tubuh keduanya sudah basah bagaikan diguyur hujan. Linda tak hentinya menjerit saat lagi-lagi ia mencapai puncak kenikmatan yang selalu disuguhkan oleh Tangguh lebih dulu. Ia selalu terpuaskan bahkan amat sangat terpuaskan. Tangguh mengambil napas panjang, mengentikan gerakan liarnya saat ia merasa Linda akan kembali sampai. Dengan tisu basah ia membersihkan Organ intim kekasihnya, lalu ia melemparkan tisu itu begitu saja di lantai. Tangguh bergerak naik. Kali ini bibirnya menyentuh puncak payudara kiri Linda yang sudah mengeras dan basah sejak daritadi. Ia mengulum seperti bayi yang kehausan. Membiarkan Linda menggumamkan namanya berkali-kali karena kenikmatan yang selalu mampu diberikan pemuda itu padanya. Payudara yan
Read more

50. Kelelahan

"Heh, lantas, apa aku harus percaya ucapanmu?" Linda tertawa remeh. Ia tidak sangka sebuah pernyataan yang keluar dari mulut Tangguh membuatnya sangat merasa konyol. "Apa saya pernah berbohong? Untuk apa? Sebentar." Tangguh turun dari tempat tidur. Berjalan dengan tubuh berotot polos untuk mengambil ponsel yang ada di dalam ranselnya. Ia membuka bagian galeri, lalu memberikannya pada Linda. "Ini, mungkin dengan ini kamu bisa percaya, Sayang. Namun aku mohon, kamu jangan cemburu, atau aku akan benar-benar pergi!" Tangguh mengelak saat Linda hendak merampas ponselnya. "Aku harus melihatnya, baru aku putuskan harus melakukan apa pada Steve." Tangguh memberikan ponselnya pada Linda. Wanita itu mendelik melihat sebuah foto di mana Steve dan wanita yang bernama Rucita tengah berciuman di dekat keranjang cucian. "Jadi, Rucita menggoda suamiku?" Linda tertawa pendek, lalu menyerahkan kembali ponsel itu pada Tangguh. "Sepertiny
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status