Home / Fiksi Remaja / Senja Pertama / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Senja Pertama: Chapter 1 - Chapter 10

32 Chapters

Prolog

Bunyi kardiograf terdengar nyaring. Pun garis lurus di layar pencatat denyut jantung itu terlihat sangat memilukan. Semuanya di luar kendali dokter dan suster.Tangisan dan jeritan terdengar dari luar ruang ICU.Begitu dokter keluar, seseorang langsung menerobos masuk. Dia memeluk seseorang yang terbaring di brankar yang sekarang tanpa segala alat penopang hidup itu."Dar, Dara! Bangun Dar!"Percuma walau Sendanu mencoba membuat Dara bangun, gadis itu sudah tiada."Katanya lo mau pakai gaun itu di hari tunangan kita. Bangun Dar." Sekuat apa pun Sendanu memeluk, Dara sudah pergi jauh."Kenapa lo tetep keluar rumah Dar? Kalau lo mau dengerin kata orang tua lo, ini semua nggak akan terjadi." Rasanya lutut Sendanu melemas. Sendanu berlutut dan masih memegang tangan Dara yang mulai dingin."Gue janji Dar, siapa pun yang bikin lo kayak gini akan gue balas.""Hidup dia nggak akan tenang. Gue janji Dar.”
Read more

Tanpa Belas Kasih

“Kak Nana yakin mau ambil jahitan sendirian?”“Iya, kamu ke panti aja ya. Bilang sama Bunda kalau Kakak langsung pulang abis ambil jahitan.”“Hati-hati ya Kak,”“Iya Sandra.”Anak kecil yang merupakan salah satu penghuni Panti Cahaya Kasih itu langsung berlari menerobos hujan bermodalkan payung berwarna kuning.Awan gelap beberapa menit lalu adalah pertanda datangnya hujan yang saat ini membuat Nana terjebak di sebuah toko kelontong.Hanya satu payung yang Nana bawa bersama anak kecil bernama Sandra tadi. Nana tak mungkin membiarkan Sandra basah, jadi ia mengalah dan menunggu hujan reda lalu mengambil jahitan di tempat langganan.Panti baru saja mendapat donasi dari orang berhati lapang di luar sana. Dan bunda berniat membuatkan baju baru untuk anak-anak di panti.Sebenarnya jika disebut anak-anak rasanya usia Nana sudah melampaui itu. Namun ia masih mendapat jatah dari bunda.
Read more

Benci yang Ber-akar

Nana sudah sampai di panti beberapa menit yang lalu, Danang yang mengantar. Semua penghuni panti kaget saat Nana datang dengan rok yang kotor. Ada banyak pertanyaan di kepala mereka termasuk bunda.             Menunggu anak-anak kembali bermain setelah keterkejutannya, bunda baru menghampiri Nana yang sedang mengeluarkan jahitan.             “Na.” Bunda duduk di samping Nana. “Nggak sekali dua kali kamu pulang dengan kondisi kayak gini. Dulu tongkat kamu patah, lengan kamu tergores, sekarang rok kamu kotor. Bunda tau itu bukan ulah kamu sendiri.”             Cepat atau lambar Nana tau bunda akan menanyakan ini. Dia sudah mempersiapkan jawaban, semoga saja bunda percaya.             “Bunda nggak usah khawatir ya, emang Nana aja yang cer
Read more

Bersenyawa

“Nyanyi aja sama main musik. Kita adain konser kecil-kecilan di taman.”“Ngamen Na?”“Lebih halusnya menggalang dana. Kalau ngamen aja kesannya buat diri sendiri Mon.”“Fix gue ikut. Biar berguna sedikit hidup gue. Masa kuliah pulang terus, pingin kayak lo juga. Bisa bermanfaat buat sesama.”“Akhirnya bertambah anggota teamnya. Nanti kamu bagian perlengkapan ya Mon, angkat-angkat gitar sama kajon.”Wajah Monic berubah sedih. “Tega banget lo Na.”“Becanda kali Mon.”Panas dan terik matahari tak menyurutkan semangat ketiga manusia yang sekarang sedang menggelar konser kecil-kecilan di Taman Suropati yang terletak di Menteng. Nana dan Danang mempertimbangkan taman ini karena cukup dekat dengan kampus.Biasanya banyak seniman juga berkumpul di taman ini. Ada komunitas musik yang setiap kamis membantu Nana dan Danang menggalang dana
Read more

Pelindung Nana

Gemercik air di kamar mandi Sendanu menandakan sang pemilik kamar sedang mandi di malam hari yang cukup dingin. Kebiasan Sendanu, mandi tengah malam. Ia bahkan tak memikirkan efek jangka panjangnya.Setelah berkeliling cukup lama dengan sepeda motor dan menghabiskan beberapa minuman, Sendanu akhirnya pulang.            Dia cukup kebal untuk tak mendengarkan teguran orang tuanya. Bukan sekali dua kali, tapi setiap hari.            Sendanu sering diingatkan kalau ia adalah anak dari seorang dekan di fakultasnya, tetapi bagi Sendanu itu sama sekali tak bekerja. Apa pun yang Sendanu lakukan, itu atas kemauannya sendiri. Tanpa peduli siapa dan mengapa.            Sendanu keluar dari kamar mandi dengan rambut basah kuyup. Menguar aroma shampoo arang yang dia gunakan. Rambut hitam sebahu
Read more

Amarah

“Nu, maaf gue nggak bisa bawa Nana ke sini. Danang ngehalangin gue.”            “Lo nggak lawan?”            “Gue nggak berani, dia sama kayak lo, punya pengaruh kuat.”            Sendanu maju dengan cepat dan mencengkeram kerah baju Seno. “Gue dan Danang beda.”            Napas Seno terasa sesak karena Sendanu terlalu kuat menarik bajunya. Sampai Seno terbatuk-batuk.            “Maaf Nu … gue nggak berani.”            Sendanu membanting Seno di lantai dan menginjak perutnya. “Gue paling benci kata maaf dan lo masih berhutang sama gue.&rdqu
Read more

Penculikan

“Kamu nggak perlu beliin aku baju Nang, di panti masih banyak.”            Danang membungkukkan tubuhnya untuk melihat Nana yang berada di dalam mobil. “Apa kata Bunda kalau kamu pulang kondisinya kotor kayak gini? Bunda pasti khawatir.”            “Tapi ini mahal, uang aku mana cukup buat ganti.”            “Jangan diganti Na. Buat kamu, anggap aja sebagai hadiah karena mau jadi temen aku.”            Nana tertawa membuat Danang heran. “Seharusnya aku yang bilang gitu, makasih udah mau jadi temenku Nang.”            “Sama-sama Nana.” Danang tersenyum tulus. Jangankan baju, apa pun akan Danang berikan u
Read more

Kesalahan Besar

“Jangan memaksakan diri Na, kamu baru saja bangun setelah pingsan 6 jam. Untung ada Sendanu yang menyelamatkan kamu. Dia menceritakan semuanya ke Bunda.”            “Sendanu di mana sekarang Bun?”            “Dia sudah pulang setelah mengantar kamu.”            Nana bangkit tapi ditarik bunda untuk duduk lagi. “Mau ke mana?”            “Nana harus minta bantuan Sendanu. Hanya Sendanu yang bisa melindungi Nana. Danang mengancam Nana.”            “Sekarang sudah malam sayang. Besok Sendanu bilang akan ke sini lagi. Tunggu besok ya?”           
Read more

Kepercayaan yang Hilang

“Sering berantem juga?”“Bukan. Lebih tepatnya dipukul.”            “Sama siapa? Kenapa nggak dilawan?”            “Buat apa dilawan, percuma.”            “Udah pernah nyoba?”            Sendanu menggeleng. “Belum pernah.”            “Nah, mana bisa bilang percuma kalau belum dicoba. Kamu juga harus membela diri Nu. Tadi aja bisa.”            Sendanu memang bisa membela diri, apalagi bertarung. Sebagai orang yang hobi karate, Sendanu sudah termasuk mahir.          &
Read more

Keping Kenangan

Angin sore yang sepoi-sepoi menjadi favorit dua remaja yang kini sedang kasmaran. Keduanya sangat suka melihat matahari terbenam sembari naik motor mengelilingi Jakarta. Meski kadang terjebak macet, keduanya tak merasa itu sebuah masalah. Justru semakin banyak orbolan yang tercipta.Remaja sebaya mereka mungkin iri melihat kedekatan Sendanu dengan Dara. Keduanya adalah pasangan yang cocok untuk dijadikan nominasi queen and king di malam promnight nanti."Nu, kamu nggak laper?" Dara sedikit mengeraskan suaranya."Nggak juga. Kamu mau makan dulu Dar?""Boleh deh. Sekalian nunggu mobil beres di bengkel.""Mau makan di mana?" Sendanu melirik Dara lewat spion. Terlihat Dara berpikir sebentar."Pecel lele di simpang jalan deket sekolah. Enak banget tuh, apalagi sore-sore gini."Sendanu terkekeh, Dara sangat lucu dengan ekspresi membayangkan makanan. "Siap laksanakan Bos."Akhirnya mereka bisa keluar dari kemacetan. Itu juga berkat Se
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status