“Nu, maaf gue nggak bisa bawa Nana ke sini. Danang ngehalangin gue.”
“Lo nggak lawan?”
“Gue nggak berani, dia sama kayak lo, punya pengaruh kuat.”
Sendanu maju dengan cepat dan mencengkeram kerah baju Seno. “Gue dan Danang beda.”
Napas Seno terasa sesak karena Sendanu terlalu kuat menarik bajunya. Sampai Seno terbatuk-batuk.
“Maaf Nu … gue nggak berani.”
Sendanu membanting Seno di lantai dan menginjak perutnya. “Gue paling benci kata maaf dan lo masih berhutang sama gue.” Dia mengangkat kakinya dari perut Seno. “Kali ini lo beruntung.”
Tanpa belas kasih sama sekali Sendanu keluar dari gudang. Dia sangat kesal karena Seno tak membawa Nana ke gudang. Padahal ada hal yang ingin Sendanu lakukan kepada Nana. Namun sepertinya keberuntungan belum berpihak pada Sendanu.
Sendanu terus berjalan menuju gazebo dekat kantin Beberapa orang terdiam karena tau sang penguasa sudah datang.
“Woi, sini bro!” Seorang cowok berambut cepak di sudut kantin memanggil Sendanu.
“Rokok?” tanya Sendanu tanpa basa-basi, dia butuh itu.
“Gue nggak bawa. Riz lo bawa?”
Seorang lagi bernama Rizki yang duduk mengecek kantongnya. “Punya gue kosong.”
Sendanu mengapit kepala Noval di ketiak. Dia menyeret Noval.
“Kampret lo Nu!”
Bukannya menolong, Rizki malah menendang pantat Noval sehingga cowok itu tersungkur di gazebo.
“PMS atau gimana sih lo Nu?” kesal Noval, dia menepuk-nepuk jejak sepatu Rizki
Sendanu ikut bergabung di gazebo bersama teman-temannya. Di kampus ia tak punya tujuan. Tak ada juga yang menyenangkan di kampus bagi Sendanu selain bersama teman-temannya dan juga mengganggu Nana.
“Kemarin gue ke markas lama bareng Reza.”
“Reza mana?”
“Lagi kelas dia,” sahut Rizki.
“Emang beneran kelas? Gue kira ngikutin Sandra.”
“Ngapain lo ke sana Val?”
“Ada sih ngambil dompet Reza. Kemarin waktu pindah ke markas baru, dompet dia hilang. Gue akhirnya disuruh nyari juga.”
Sendanu mengiyakan, dompet Reza memang sempat hilang dua minggu. “Reza tau darimana kalau dompet dia di sana?”
Noval mengangkat bahu. “Katanya dia pasang semacam gps di dompet, gak tau buat apa.”
“Gaya banget Reza, dompet aja dikasih gps.”
“Iri bilang bos.” Sendanu menarik topi Noval.
Sendanu sudah siap berdiri dan pulang karena memang tak ada lagi yang ia lakukan di kampus. Namun sepertinya ia tak boleh melewatkan mangsanya yang berjalan mendekat.
“Bro, lo mau gangguin dia lagi?” tanya Noval. “Buat apa?”
“Itu urusan gue.”
Sendanu meloncat dan menghadang Nana. Entah ke mana pelindung gadis itu, sekarang dia membiarkan Nana sendiri.
“Berani menghindari gue?” Sendanu mencengkeram lengan Nana.
“Nu sakit.” Meski berusaha melepaskan, tenaga Sendanu lebih kuat.
“Jawab gue! Udah berani menghindari gue hm?”
“Aku nggak menghindar, emang lagi nggak bisa.”
Tekanan di lengan Nana bertambah kuat, gadis itu meringis. “Sibuk apa lo? Pacaran sama malaikat lo?”
“Siapa yang pacarana sama Danang?”
“Jangan pura-pura bego. Yang gue maksud itu lo!”
“Beneran Nu, aku nggak pacarana sama Danang. Kenapa sih kamu selalu menyimpulkan semuanya sendiri!”
Cengkraman Sendanu mengendur sampai terlepas. Baru kali ini Nana membentak Sendanu, pertama kalinya.
“Oh, selain menghindar lo juga mulai berani ya sama gue!” Sendanu maju selangkah lebih dekat. “Lo udah merasa aman ada di bawah bayang-bayang Ketua BLM di kampus ini, hah!”
“Kamu salah kalau berpikiran begitu. Entah ya Nu kenapa kamu selalu ganggu aku? Apa masalahnya? Aku mau tau!”
Merasa semakin memanas, Sendanu menarik tas Nana hingga dia terhuyung ke depan. “Salah lo karena lo hidup.”
Nana tak mengira dari sekian jawaban yang dia pikirkan ternyata itulah yang diucapkan Sendanu. Apa memang Nana tak bisa diterima di mana pun, bahkan sejak dia lahir?
“Kalau lo mati, gue nggak akan ganggu lo lagi. Paham kan?” Tas itu Sendanu lempar ke Rizki.
“Kok gue?”
“Buang ke sampah.”
“Nu, jangan buang tasku.” Nana menarik asal yang berujung mendapatkan kemeja Sendanu di tangannya.
“Lepasin tangan lo dari baju gue atau lo mau juga tongkat lo gue buang juga?”
“Ada barang-barang penting di sana Nu.” Meski Nana memelas, tak akan ada yang menolong dia kecuali Danang. Sayangnya Danang tidak bisa menemani Nana karena sebuah urusan.
“Jangan buang ke tempat sampah, tapi ke selokan. Ngerti Riz?”
Sebenarnya Rizki tidak tega, tapi siapa yang bisa melawan Sendanu?
“Oke Bro.”
Sekali lagi Sendanu mendorong Nana untuk pergi. Dia meninggalkan Nana yang sudah kehilangan pertahanan. Nana menangis tanpa suara di tempat tanpa tau ke mana Sendanu dan teman-temannya membuang tasnya.
Di dalam ta situ, ada album yang sangat berharga untuk Nana. Berisi semua kenangan-kenangannya saat kecil. Saat Nana belum dibuang ke panti.
Sendanu tak akan tau betapa berharganya itu buat Nana. Dia hanya ingin Nana menderita dan balas dendam. Itu saja!
♥♥♥♥♥
Di sinilah Nana sekarang, di depan fakultas mencoba meraih tasnya yang kata orang-orang benar-benar dimasukkan ke dalam selokan.
Baju yang Nana kenakan sudah kotor, tapi itu tak penting. Nana hanya ingin menyelamatkan album fotonya. Jangan sampai rusak terkena air.
Nana tak tau letak ta situ yang pasti di mana. Namun tetap mencari dengan mengandalkan tongkatnya.
“Jangan sampai rusak, please.”
Nana terus mencari. Banyak yang memperhatikan Nana dengan jijik. Mereka semua tak menolong karena ancaman Sendanu.
“Berhenti Na!” Danang menarik Nana untuk berdiri dan menatap gadis itu dengan saksama.
Penampilan Nana sangat bernatakan, lebih parah dari yang hujan waktu itu.
“Ngapain kayak gini?”
“Tas aku dibuang di selokan Nang.”
Hati Danang seperti diremas-remas. Sangat menyedihkan melihat Nana mau saja dibodohi Sendanu.
Tas Nana tidak benar-benar dimasukkan ke dalam selokan, tapi di gantung di atas pohon tempat Nana berdiri saat ini. Danang menarik tas itu dan terjatuh tepat di depan Nana.
“Tasnya di atas, bukan di selokan. Sendanu bohong Na, bohong!”
Nana tak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya bisa terdiam dan mengepalkan tangannya di samping tubuh.
“Kenapa kamu percaya Na? Kenapa! Kamu mempermalukan diri sendiri.”
“Karena aku memang nggak bisa lihat itu Danang.”
Danang merasa bersalah telah membentak Nana. Tak seharusnya dia sekeras itu. Danang mengusap rambut Nana, satu-satunya anggota tubuh yang masih bersih. “Kamu kan bisa panggil aku Na, telepon aku. Lain kali jangan mau percaya sama Sendanu ya.”
Nana mengangguk, tapi ia tak menjawab Danang.
“Kamu marah Na? Maaf ya aku ngebentak kamu. Aku nggak mau kamu dibohongin Sendanu.”
“Sebodoh itu ya Nang aku? Nggak berguna banget ya Nang aku.”
“Nggak Na, kamu nggak bodoh, kamu hanya terlalu mudah percaya. Banyak hal yang harus kita pertimbangkan sebelum mempercayai itu Na. Jangan sampai karena terlalu percaya malah membuat terluka.” Danang tersenyum miris, dirinya pun seperti itu.
“Gimana caranya melawan Sendanu, Nang?”
“Jangan pedulikan dia, apa pun yang dia katakana, biarkan saja. Sendanu hanya memancing kamu supaya marah. Sebisa mungkin kalau kamu sama aku, dia nggak akan berani berbuat banyak.”
“Jadi aku harus deket sama kamu terus?”
“Kamu nggak perlu beliin aku baju Nang, di panti masih banyak.” Danang membungkukkan tubuhnya untuk melihat Nana yang berada di dalam mobil. “Apa kata Bunda kalau kamu pulang kondisinya kotor kayak gini? Bunda pasti khawatir.” “Tapi ini mahal, uang aku mana cukup buat ganti.” “Jangan diganti Na. Buat kamu, anggap aja sebagai hadiah karena mau jadi temen aku.” Nana tertawa membuat Danang heran. “Seharusnya aku yang bilang gitu, makasih udah mau jadi temenku Nang.” “Sama-sama Nana.” Danang tersenyum tulus. Jangankan baju, apa pun akan Danang berikan u
“Jangan memaksakan diri Na, kamu baru saja bangun setelah pingsan 6 jam. Untung ada Sendanu yang menyelamatkan kamu. Dia menceritakan semuanya ke Bunda.” “Sendanu di mana sekarang Bun?” “Dia sudah pulang setelah mengantar kamu.” Nana bangkit tapi ditarik bunda untuk duduk lagi. “Mau ke mana?” “Nana harus minta bantuan Sendanu. Hanya Sendanu yang bisa melindungi Nana. Danang mengancam Nana.” “Sekarang sudah malam sayang. Besok Sendanu bilang akan ke sini lagi. Tunggu besok ya?”
“Sering berantem juga?”“Bukan. Lebih tepatnya dipukul.” “Sama siapa? Kenapa nggak dilawan?” “Buat apa dilawan, percuma.” “Udah pernah nyoba?” Sendanu menggeleng. “Belum pernah.” “Nah, mana bisa bilang percuma kalau belum dicoba. Kamu juga harus membela diri Nu. Tadi aja bisa.” Sendanu memang bisa membela diri, apalagi bertarung. Sebagai orang yang hobi karate, Sendanu sudah termasuk mahir.&
Angin sore yang sepoi-sepoi menjadi favorit dua remaja yang kini sedang kasmaran. Keduanya sangat suka melihat matahari terbenam sembari naik motor mengelilingi Jakarta. Meski kadang terjebak macet, keduanya tak merasa itu sebuah masalah. Justru semakin banyak orbolan yang tercipta.Remaja sebaya mereka mungkin iri melihat kedekatan Sendanu dengan Dara. Keduanya adalah pasangan yang cocok untuk dijadikan nominasi queen and king di malam promnight nanti."Nu, kamu nggak laper?" Dara sedikit mengeraskan suaranya."Nggak juga. Kamu mau makan dulu Dar?""Boleh deh. Sekalian nunggu mobil beres di bengkel.""Mau makan di mana?" Sendanu melirik Dara lewat spion. Terlihat Dara berpikir sebentar."Pecel lele di simpang jalan deket sekolah. Enak banget tuh, apalagi sore-sore gini."Sendanu terkekeh, Dara sangat lucu dengan ekspresi membayangkan makanan. "Siap laksanakan Bos."Akhirnya mereka bisa keluar dari kemacetan. Itu juga berkat Se
Di sinilah Nana sekarang, di danau kampus yang cukup sepi dan tenang. Dari semua tempat di kampus, danau satu-satunya yang bisa membuat Nana nyaman. Tak ada yang akan mencari Nana si sini atau mengganggunya. Yah, kecuali jika ada penunggu danau.Dada Nana masih sesak karena menangis cukup lama. Seumur hidupnya, meskipun Nana butuh sesuatu, lebih baik dia berusaha menabung daripada mencuri yang bukan haknya. Prinsip itu selalu Nana jaga. Dan perkataan anak-anak club musik menyakiti hati Nana."Ternyata lo di sini."Nana menoleh ke arah kiri asal suara itu. Dia juga merasakan pergerakan di sebelahnya."Gue denger dari anak-anak kalau lo debat sama club musik, bener?""Bener Nu." Nana memalingkan wajahnya ke depan."Sorry ya, gue lupa bilang ke mereka kalau gitarnya emang rusak. Semua senarnya dipotong Adik gue."Apa yang dikatakan Sendanu memang benar. Gitar itu memang dirusak adik kandungnya di rumah. Namun salah Send
"Nggak, ada hal lain yang perlu kamu tau. Suara itu suaraku yang direkam secara paksa. Sendanu menyuruh beberapa orang untuk menghajar aku dan dia nggak akan berhenti sebelum aku mau melakukakan yang dia inginkan. Semua kata-kata itu dibuat oleh Sendanu Na, bukan aku."Sungguh Nana tak mengerti Danang akan mengarang cerita seperti itu. Sebenci itukah Danang dengan Sendanu?"Cerita kamu bagus juga. Kalau ikut lomba mungkin bisa menang."Apa yang Nana katakan membuat Danang frustrasi. Dengan cara apalagi dia meyakinkan Nana?"Aku mencoba berkata jujur Na. Terserah kamu mau percaya yang mana. Selalu ingat bahwa Sendanu tidak pernah tulus melakukan semuanya. Dia punya alasan, dan jika kamu tau Na, alasan itu sungguh menyakitkan."Danang memilih pergi dari sana. Meskipun apa yang Danang katakan belum bisa Nana percayai, dia akan selalu ada di saat Nana butuh."Ya, aku percaya Sendanu telah berubah."Perkataan itu sampai di telinga Danang.
Pelan sekali Sendanu membuka pintu kamar itu. Lampu kamarnya mati, artinya pemilik kamar belum bangun. Sendanu menekan saklar dan ruangan itu terang seketika. Tak ada yang spesial di ruangan itu, kecuali seseorang yang sedang tidur meringkuk di bawah selimut.Sendanu dapat kabar dari asisten rumah tangga kalau mamanya menolak makan. Semua makanan yang dikirim ke kamar dibuang percuma. Bahkan mama sempat mengamuk, begitulah yang asisten rumah tangga katakan.Tak biasanya mama Sendanu kembali berulah. Pasti ada sesuatu yang membuat beliau mengamuk. Karena Sendanu tahu sendiri dan sangat dekat dengan mamanya. Beliau sebenarnya wanita yang baik, sayang Mahesa terlalu menuntut sehingga keadaan menjadi seperti sekarang."Ma, bangun dulu ya. Mama belum makan seharian." Sendanu mengguncang pelan tangan mamanya.Wanita itu bergeming seakan tak dengar permintaan Sendanu."Kalau Mama nggak makan, Sendanu nggak mau nurut sama Papa lagi."Mama Send
Sendanu segera mengakhiri perdebatan itu dengan keluar dari ruang kerja Mahesa. Dia tak mau adiknya keluar kamar karena mendengar keributan yang terjadi antara dia dan Mahesa.Ada dua orang yang sangat Sendanu khawatirkan saat ia tinggal di apartemen nanti. Mama dan adik perempuannya. Namun Sendanu memilih pergi daripada menetap di rumah yang tidak lagi rumah baginya.Saat ini Sendanu tengah berada di panti. Dia tak tau kenapa memilih ke panti daripada pergi ke apotek.Malam-malam begini, tentunya semua orang di panti sudah tidur, terkecuali Nana yang masih memetik senar gitarnya di jendela kamar. Kamar Nana memang paling depan dan terdapat jendela yang mengarah langsung ke jalan. Di sana biasanya Nana menghabiskan waktu saat di panti.Mendengar petikan gitar disusul suara nyanyian, membuat Sendanu mencari sumber suara. Sendanu menemukan Nana sedang berkutat dengan gitar.Sambil meringis memegangi pipinya yang lebam, Sendanu terus melanjutkan langk
Dua minggu setelah menjauh dari Manda Terhitung sudah dua minggu Sendanu membawa Riris dan Sekar ke apartemen. Namun hingga saat ini Nana belum bertemu dengan mereka. Setelah Sendanu mengajak Nana ke pertemuan makan malam dengan keluarga Manda, Nana belum mendengar kabar mama dan adik Sendanu. Sejujurnya Nana sangat senang ketika Sendanu bisa mengamankan mama dan adiknya ke tempat yang lebih aman daripada di rumah. Setidaknya dengan begitu mereka bisa menjalani hari dengan nyaman dan Mahesa tidak memiliki alat untuk mengancam Sendanu. Ini sudah ke-10 kalinya Nana menerima ajakan dari Sendanu untuk mengunjungi apartemen tempat Sendanu tinggal. Tapi Nana selalu memiliki alasan untuk menolak. Sebenarnya Nana takut jika dia tidak memenuhi ekspektasi mama ataupun adik Sendanu. Nana terlalu takut jika mereka melihat kekurangan Nana sebagai hal yang akan merugikan mereka. Namun kali ini Sendanu mencoba lagi untuk mengajak Nana bertemu dengan mama dan adiknya. “Katanya mau lihat nyok
Dua minggu sebelum penculikan Nana. Siapa yang tak mengenal sosok Rama? Beliau disegani di bidang bisnis properti. Semua orang yang bergelut di bidang itu sepertinya tahu sehebat apa pengaruh beliau dan perusahaannya di dalam dunia kerja. Rumor mengatakan tak hanya memiliki perusahaan yang sukses, tetapi istri yang suportif dan juga anak yang sangat bisa dibanggakan. Rumor itu tersebar setelah sosok yang akrab dipanggil sebagai Pak Rama tersebut membawa serta anak sulungnya ke dalam pertemuan perusahaan. Kabarnya juga, beliau memiliki dua orang anak, akan tetapi satu lagi telah tiada. Oleh karena itu hanya satu yang diperkenalkan ke publik. Selain memiliki keluarga yang harmonis, Pak Rama juga dikenal sebagai sosok yang dermawan. Dia menjadi donatur di salah satu panti bernama ‘Cahaya Kasih’ sejak beberapa tahun lalu, tepatnya sejak anaknya lahir. Hal itu dikabarkan karena beliau ingin menebus rasa bersalahnya kepada anak keduanya, oleh karena itu sejak beberapa tahun silam, Panti
1 minggu sebelum penculikan Nana. Selain gedung rektorat, tempat lain di kampus yang sangat sejuk adalah di danau. Danau kampus membentang luas dan rindang dengan pepohonan di sekelilingnya. Meskipun rindang, suasana di sana tidak terlalu angker. Justru banyak mahasiswa yang memanfaatkan danau untuk tempat mengerjakan tugas kelompok ataupun makan kalau mereka membawa bekal. Daripada makan di kantin dengan bekal bawaan dari kos, lebih etis kalau mereka makan di pinggir danau. Namun bukan untuk makan tujuan Danang ke danau kali ini. Dia menunggu seseorang yang saat ini mungkin masih mengemasi barangnya di kelas. Jika kalian tahu betul siapa Danang, tak lain tak bukan yang dia tunggu adalah Nana. Hal itu pasti karena Danang hanya dekat dengan Nana. Bukan berarti Danang tak punya teman, dia punya, hanya saja kebanyakan dari mereka takut bergaul karena efek dari tekanan yang diberikan oleh Sendanu. Kalau mereka bergaul dengan Danang dan Sendanu mengetahuinya, siap-siap akan dimusuhi S
Sehari setelah Sendanu menyatakan perasaan ke Nana. Sebuah pilihan yang sangat sulit bagi Nana untuk mempercayai apa yang dikatakan Sendanu. Walaupun memang Nana percaya Sendanu orang yang telah menolongnya, tapi urusan tolong-menolong dan hati mereka adalah dua hal yang berbeda. Anggap saja Sendanu memberikan Nana nasi, tapi Nana harus mengembalikan wadah nasi yang bahkan tak pernah diberikan oleh Sendanu sebelumnya. Nana yang mengerjakan proposal untuk diberikan ke ayah Sendanu pun akhirnya menyerah dengan apa yang dia pikirkan kali ini. Masalahnya ini Sendanu, cowok yang terkenal nakal dan juga sangat diidamkan oleh para perempuan di sini. Bagaimana tidak, Sendanu anak dekan, dia kaya raya, dia tipe yang dingin tapi hangat ke orang yang dia kenal, hanya satu yang tidak disukai dari Sendanu, perkataannya yang terlalu menyakitkan. Beberapa orang mengakui itu. Terlepas dari keburukannya itu, Sendanu adalah tipe idaman perempuan di kampus ini. Ah jangan lupakan satu fakta bahwa dia
Mobil yang Danang tumpangi kehabisan bensin. Ia berhenti sejenak di SPBU untuk mengisi bahan bakar saat ada telepon masuk ke ponselnya. Dari Monic. “Halo, ada apa Mon?” Nana hilang Nang, kita semua lagi nyari dia. Sendanu juga nggak ada, gue khawatir kalau Nana dibawa Sendanu. Umpatan Danang terdengar oleh Monic di telepon. Danang menutup telepon begitu saja. Antrian di SPBU masih panjang. Mungkin Nana tak bisa menunggu lebih lama lagi. Bagaimana pun Danang harus sampai lebih cepat ke vila. Danang melihat sekitarnya yang ramai. Matanya dengan teliti mengamati setiap sudut hingga ia menemukan pangkalan tukang ojek di sebelah SPBU. Danang berlari ke sana untuk meminjam salah satu m
Monic tersadar sedari tadi dia tak melihat Nana ada di pesta. Segera setelah sadar dia mencari Danang. Firasat Monic tak begitu baik. Monic sudah mencoba menghubungi Danang tetapi ponselnya tak aktif. Sudah frustrasi, akhirnya Monic meminjam mic yang digunakan untuk menyanyi oleh salah seorang temannya. Monic mengumukan kalau dia sedang mencari Danang. Cara itu ampuh membuat Danang maju ke barisan depan. Sayangnya tepat setelah menemukan Danang, listrik mendadak padam. Danang berhasil meraih tangan Monic dan membawanya keluar dari kerumunan. “Ada apa Mon?” “Nana hilang! Gue nggak tahu dia di mana.” Danang geram. “Bukannya gue udah minta tolong sama lo buat jaga d
Hari telah berganti yang artinya sudah satu hari rombongan menginap di vila. Di hari pertama memang mereka tak merencanakan apa-apa karena ingin beristirahat sambil menikmati suasana di sekitar vila, ada juga yang memanfaatkan momen itu untuk mengambil gambar. Malam kedua ini diadakan pesta kecil-kecilan. Memanggang beberapa sosis, daging, marshmallows, jagung dan masih banyak lagi untuk merayakan bertambahnya semester dan melepaskan penat sejenak. Halaman vila pertama didekor sedemikian rupa oleh panitia yang telah terbentuk. Sementara itu untuk orang-orang yang tak masuk dalam kepanitiaan akan menyiapkan bumbu di dapur. Kebanyakan yang mempersiapkan pesta di halaman adalah para lelaki. Yang perempuan sedang sibuk di lantai dua untuk menyiapkan bahan atau pun membantu mengambilkan beberapa keperluan untuk pesta. Karena merasa k
Tibalah rombongan di salah satu vila yang ada di Puncak. Vila ini direkomendasikan oleh Monic karena ia punya salah satu kerabat dekat yang sering berkunjung ke Puncak. Untuk menampung sekitar delapan puluh orang dalam rombongan diperlukan dua bus dan dua vila. Tempatnya saling berhadapan. Hanya terpisahkan oleh jembatan kecil yang menjadi penghubung dengan sungai kecil di bawahnya. Pohon pinus berjajar rapi di sekitar vila. Vila yang pertama memiliki tiga lantai dengan halaman yang luas dan terbuka. Dari halaman depan ada tangga yang menuju teras. Di lantai pertama ini ada satu kamar yang cukup besar beserta ruang tamu pertama. Beberapa perabotan yang ada seperti sofa dan tv masih terasa baru karena sangat terawat. Menuju ke lantai dua, ada dapur, ruang tamu kedua serta tiga kamar mandi. Lantai kedua ini tak ada kamar tidur karena sebagian lahannya digunakan untuk kolam renang dengan gazebo di sudutnya. Urusa
Kuliah selama satu semester sudah dijalani dengan baik oleh para mahasiswa Seni. Waktunya mereka berlibur sejenak untuk menyegarkan pikiran sebelum masuk ke semester yang baru lagi. Salah satu kelas di mata kuliah Nana sepakat untuk mengawali liburan mereka dengan berlibur ke Puncak, Bogor. Dibentuk beberapa panitia untuk mengurus transportasi, konsumsi, acara dan dokumentasi. Untuk dana yang digunakan mereka sudah punya Danang sebagai penyumbangnya. Ada juga Monic, Sendanu, Nana yang tergabung dalam kelas itu. Di mata kuliah inilah mereka dipertemukan saat di kelas. Selain itu mereka hanya sesekali bertemu di luar atau di kelas yang lain. Awalnya Nana menolak untuk ikut dikarenakan ia takut untuk meminta izin ke bunda. Namun Sendanu sudah berkompromi dengan Monic agar mau membujuk bunda supaya mengizinkan Nana. Alhasil setelah negosia