Home / Romansa / Janda Laila / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Janda Laila: Chapter 61 - Chapter 70

103 Chapters

Kecelakaan

Langkah kaki kuayunkan menuju kantin Perusahaan. Di kantin, aku termangu. Mengingat kembali perjalanan hidup. Terutama tentang persoalan cinta. Mungkin, memang seharusnya aku menyendiri dulu. Tidak membuka hati pada laki-laki siapapun. Setidaknya untuk saat ini atau beberapa tahun kemudian.Perjumpaan dengan Haris dan Sadewa seolah menguak luka lama. Luka lama yang terkadang masih kurasa. Menarik napas panjang, memejamkan mata. Tenang, saat ini yang kurasakan. Jauh dari para pria. Melihat kopi yang sudah mulai dingin. Lalu menyesapnya hingga tetes terakhir. “Sadewa udah pulang. Gue batalin kerja sama kita.” Mendongak, tanpa kusadari, Siska sudah duduk di bangku yang bersebarangan.“Kenapa?”“Muak gue. Ucapannya tinggi banget. Males dah ngadepin manusia congkak kek dia.” Tak lama secangkir kopi yang masih mengepul diantar pelayan. Entah kapan Siska memesan kopi tersebut.
last updateLast Updated : 2021-10-14
Read more

Haris Histeris

Setelah menerima telepon Nafisa, aku segera memesan ojek online. Lagi ngirit, gak perlulah pesan grab mobil atau taksi. Keluar apartemen, menunggu di depan lobby. Butuh sepuluh menit hingga akhirnya ojek itu datang. Menepuk pundak tukang ojek, memberitahukan alamat yang akan dituju, motor itu pun mulai melaju.Perjalanan kali ini lumayan macet, mungkin karena bersamaan dengan jam keluar karyawan. Debu asap dari knalpot membuat mataku sedikit perih. Meski mengenakan masker dan helm, tetap saja debu jalanan membuat aliran napas agak tersengal.“Bang, gak ada jalan tikus? Biar cepet nyampenya.” Bosan sekali berlama-lama di tengah jalan raya. Entah sudah berapa kali kulirik arloji di pergelangan, hampir dua puluh lima menit terjebak macet. Sialan! Segini naik motor, bagaimana kalau naik taksi?“Gak bisa, Mas. Jalan tikus adanya dua ratus meteran lagi. Masuk gang.” Aku mendesah frustasi. Hanpdhone berdering. Kuambil dari saku
last updateLast Updated : 2021-10-14
Read more

Mengetahui Korban Kecelakaan

Handphone berdering, aku mengerutkan kening melihat nama si penelepon. Siska. “Napa, Sis?”“Cepetan ke sini! Di sini ada Nafisa!” seru Siska. Suaranya terdengar panik. Nafisa? Kenapa dia ada di sini? Aku berdiri, melongok ke luar jendela.Ya Allah, jangan-jangan yang kecelakaan Nafisa?Secepat kilat kusambar tas di atas meja, setengah berlari menghampiri tempat kejadian kecelakaan tersebut.Aku berjalan cepat, Membelah kerumunan, kulihat Nafisa berjongkok sambil menangisi si korban, sementara Siska mengelus punggung Nafisa, menenangkannya.“Naf?”“Lailaaaa ....” Nafisa menghambur dalam pelukanku. Menelisik wajah korban, sepertinya aku mengenal orang itu. Aku berjongkok, di samping korban tersebut. Kedua mataku membulat, saat menyadari kalau korban tersebut adalah Haris, mantan suamiku.Tapi kenapa Nafisa menangis?Sirine ambulance terdengar.
last updateLast Updated : 2021-10-16
Read more

Kepincut Janda

“Laila?” Siska memecah keheningan di antara kami.“Hm?”“Nafisa udah tau kalau si Haris mantan laki lo?” Siska menatapku, aku menggeleng.“Mau sampe kapan lo rahasiain?” sahabatku duduk di sebelah.“Entah. Lo tau sendiri kan keadaan sekarang kayak gimana? Gak tega gue bilangnya," ucapku bimbang. sebenarnya aku ingin berterus terang tapi keadaan yang membuatku tak tega menyampaikan perihal kalau Haris adalah mantan suamiku.“Gak tega bilang soal apa?” Aku dan Siska menoleh ke asal suara. Nafisa sudah berdiri di belakang kami. “Kapan lo dateng?” Siska salah tingkah, aku pun sama. Berdehem, menyuruh Nafisa duduk di antara kami.“Apaa ... ada sesuatu yang kamu rahasiain, La?” Melihat arah Siska, minta bantuan buat mengalihkan pembicaraan.“Itu, Naf ... hm ... soal Haris.” Duh, Siska kenapa bilang kayak gitu.
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more

Dijemput

lSelesai makan, Damar langsung pamit. Aku mengantarnya sampai depan rumah.“Kamu bawa lagi aja mobil aku.” Aku menawarkan, Damar menoleh memicingkan mata.“Masa aku anterin ke sini terus aku bawa lagi. Kalau aku bawa lagi, besok kamu berangkat ke kantor gimana?”“Ya kamu jemputlah!”Ups! Duh aku ngomong apaan sih? Ngarep amat? Bikin repot orang aja. Melirik Damar, ia mengangkat sebelah alis.“Ya udah besok aku jemput.” Sahutnya saat taksi online berhenti tepat di depan gerbang. Aku mengikutinya dari belakang.“Kalau kamu pulang naik taksi, gak usah jemput aku.” “Sekarang gak jemput. Besok jemputnya. Dah ya aku pulang.” Dia membuka pintu mobil, tapi tidak langsung masuk. Malah menoleh ke belakang, menghadapku.“Besok, tunggu aku jam delapan. Kalau aku telat datang, jewer telinga aku. Oke?”Aku tersenyum dikulum. Memukul bahunya pelan
last updateLast Updated : 2021-10-26
Read more

Salah Tingkah

 Tiba di parkiran kantor, Damar mematikan mesin mobil. Aku bergegas turun. Namun, lelaki berkulit putih itu masih saja duduk di balik kemudi. Aku menghampiri, berdiri di samping kaca pintu mobil.“Kenapa gak turun?” tanyaku heran. Dia tampak santai. “Kamu duluan.” “Kok gitu?” Aku semakin heran mendengar jawabannya. Damar tampak berpikir. “Gak apa-apa emang, seorang bos jalan bareng sama bawahan?” Kedua bola mataku membulat. Tak menyangka Damar akan berkata demikian. “Kamu ini ... ah! Udahlah terserah.” Aku pikir dia tidak menganggapku bos. Paling tidak menganggap teman atau sahabat. Tapi ternyata? Sudahlah! Aku berjalan cepat, memasuki lobby, masuk lift, menyusuri koridor menuju ruang dengan perasaan yang tak menentu. Antara emosi dan kecewa. Tapi kenapa mesti demikian??  Sapaan dari para karyawa
last updateLast Updated : 2021-10-31
Read more

Wanita Bergamis Ungu

Hubunganku dengan Damar semakin dekat. Apalagi semenjak Siska cuti mau menikah. Semua pekerjaan Siska, Damar yang mengerjakan. “Hallo,” sapaku saat Damar menelepon.“Nanti malam ada acara gak?”“Enggak ada sih. Kenapa?” Aku bertanya balik sambil mengganti chanel televisi. Sabtu Minggu kantor libur. Biasanya dua hari itu aku habiskan waktu berleha-leha di rumah bersama Bi Inah.“Mau diapelin gak?” Mengerutkan dahi, berpikir maksud pertanyaan sepupu sahabatku. “Diapelin siapa?” tanyaku menahan tawa. Kalau sudah dekat, Damar tipikal cowok yang humoris. Aku sering tertawa jika bersamanya.“Mas Damar. Mau gak?”Seketika tawaku meledak. Dia bilang Mas Damar? Ya ampun lucu amat. Usianya aja jauh lebih muda dariku, masa dipanggil ‘Mas’.“Laah ... malah ketawa. Oke, nanti malam aku ke rumah kamu. Jangan diusir apalagi diteriaki maling. Ok
last updateLast Updated : 2021-10-31
Read more

Seperti dipelet

PoV Damar Masya Allah, Subhanallah ... tak henti hatiku mengucapkan dua kalimat itu. Menganggumi ciptaan Allah yang begitu cantik dan anggun. Dengan balutan gamis, ia tampak cantik sekali. Biasanya Laila selalu mengenakan stelan celana atau kemeja. Laila terlihat tersipu malu, ia merunduk, mengulum senyum. “Terima kasih, Mas Damar.” Aku tersentak mendengar ucapan Laila barusan. Dia panggil aku ‘Mas’? Ya Allah, bahagianya hatiku. “O-oke, sama-sama. Hmm ... aku boleh minum lagi ya?” Laila mengangguk, memamerkan senyum manisnya. “Eh, kok habis?” Gumamku, membalikkan cangkir kopi. Laila teekekeh, menutup mulut dengan sebelah telapak tangan. “Mau lagi? Bentar ya, aku buatin.” Laila beranjak tanpa menunggu jawabanku. Kepergiannya membuatku sedikit lega. Mengembuskan napas pelan-pelan, Berusaha mengontrol diri agar tidak terlih
last updateLast Updated : 2021-10-31
Read more

Mengumumkan

PoV LailaDuh, kenapa dia nanya gitu sih? Ya gak salah, tapi kan rasanya gak adil saja. Aku udah pernah menikah, sementara Damar belum pernah. Selain itu, usia kami terpaut jauh. Aku jauh lebih tua darinya. Aku harus mengalihkan pembicaraan, tidak boleh menjawab pertanyaan yang ia ajukan.“Eh, tadi katamu mau ngajak aku ke kafe? Berangkat sekarang yuk! Aku ambil tas dulu. Kamu tunggu sebentar.”Tanpa menunggu tanggapannya, aku menaiki anak tangga, ke kamar. Di dalam kamar, mengatur napas, menyambar tas selempang yang tergantung tak jauh dari pintu.“Yuk, berangkat!” Damar masih duduk, memerhatikanku.“Mau gak?” aku mempertegas. Damar berdiri, memasukkan handphone ke dalam saku celana.“Bi ... Laila berangkat dulu ya ....” Tergopoh-gopoh Bi Inah menghampiri. “Hati-hati, Non.”“Bibi tidur duluan aja. Laila bawa kunci cadangan kok.”“Baik, Non
last updateLast Updated : 2021-10-31
Read more

Takut Tertular

Hubunganku dan Damar sudah berjalan satu tahun sejak lelaki yang usianya terpaut enam tahun denganku itu mengumumkan hubungan kami pada teman-temannya. Bahkan Damar sudah memperkenalkan aku pada keluarga besarnya saat Siska melangsungkan pernikahan. “Sayang, fitting baju pengantin mau kapan?” tanya Damar disambungkan telepon. Kami sudah berencana bulan depan akan menikah. Pernikahan yang sama sekali tidak aku duga sebelumnya. Aku pikir, akan menyandang status janda Laila seumur hidup.“Maumu kapan?” “Hari ini. Kamu sibuk?” “Enggak.” “Ya sudah, aku jemput kamu sekarang. Oke?” “Iya.”Sambungan telepon terputus, aku beranjak. Memilih pakaian yang akan aku kenakan. Kali ini memilih gamis bermotif merah muda. Damar selalu menyukai jika aku mengenakan pakaian gamis.“Kamu lebih anggun, Sayang,” ucapnya kala itu. Selesai mematut diri, keluar kamar. Bi Inah sedang beres-beres di dapur.“Mau makan, Non? Masakannya sudah siap?” Bi Inah menawarkan, ketik
last updateLast Updated : 2021-10-31
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status