Home / Romansa / Janda Laila / Seperti dipelet

Share

Seperti dipelet

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2021-10-31 15:39:48

PoV Damar

Masya Allah, Subhanallah ... tak henti hatiku mengucapkan dua kalimat itu. Menganggumi ciptaan Allah yang begitu cantik dan anggun. Dengan balutan gamis, ia tampak cantik sekali. Biasanya Laila selalu mengenakan stelan celana atau kemeja. Laila terlihat tersipu malu, ia merunduk, mengulum senyum.

“Terima kasih, Mas Damar.” Aku tersentak mendengar ucapan Laila barusan. Dia panggil aku ‘Mas’? Ya Allah, bahagianya hatiku.

“O-oke, sama-sama. Hmm ... aku boleh minum lagi ya?” Laila mengangguk, memamerkan senyum manisnya.

“Eh, kok habis?” Gumamku, membalikkan cangkir kopi. Laila teekekeh, menutup mulut dengan sebelah telapak tangan.

“Mau lagi? Bentar ya, aku buatin.” Laila beranjak tanpa menunggu jawabanku. Kepergiannya membuatku sedikit lega. Mengembuskan napas pelan-pelan, Berusaha mengontrol diri agar tidak terlih

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Janda Laila   Mengumumkan

    PoV LailaDuh, kenapa dia nanya gitu sih? Ya gak salah, tapi kan rasanya gak adil saja. Aku udah pernah menikah, sementara Damar belum pernah. Selain itu, usia kami terpaut jauh. Aku jauh lebih tua darinya. Aku harus mengalihkan pembicaraan, tidak boleh menjawab pertanyaan yang ia ajukan.“Eh, tadi katamu mau ngajak aku ke kafe? Berangkat sekarang yuk! Aku ambil tas dulu. Kamu tunggu sebentar.”Tanpa menunggu tanggapannya, aku menaiki anak tangga, ke kamar. Di dalam kamar, mengatur napas, menyambar tas selempang yang tergantung tak jauh dari pintu.“Yuk, berangkat!” Damar masih duduk, memerhatikanku.“Mau gak?” aku mempertegas. Damar berdiri, memasukkan handphone ke dalam saku celana.“Bi ... Laila berangkat dulu ya ....” Tergopoh-gopoh Bi Inah menghampiri.“Hati-hati, Non.”“Bibi tidur duluan aja. Laila bawa kunci cadangan kok.”“Baik, Non

    Last Updated : 2021-10-31
  • Janda Laila   Takut Tertular

    Hubunganku dan Damar sudah berjalan satu tahun sejak lelaki yang usianya terpaut enam tahun denganku itu mengumumkan hubungan kami pada teman-temannya. Bahkan Damar sudah memperkenalkan aku pada keluarga besarnya saat Siska melangsungkan pernikahan. “Sayang, fitting baju pengantin mau kapan?” tanya Damar disambungkan telepon. Kami sudah berencana bulan depan akan menikah. Pernikahan yang sama sekali tidak aku duga sebelumnya. Aku pikir, akan menyandang status janda Laila seumur hidup.“Maumu kapan?” “Hari ini. Kamu sibuk?” “Enggak.” “Ya sudah, aku jemput kamu sekarang. Oke?” “Iya.”Sambungan telepon terputus, aku beranjak. Memilih pakaian yang akan aku kenakan. Kali ini memilih gamis bermotif merah muda. Damar selalu menyukai jika aku mengenakan pakaian gamis.“Kamu lebih anggun, Sayang,” ucapnya kala itu. Selesai mematut diri, keluar kamar. Bi Inah sedang beres-beres di dapur.“Mau makan, Non? Masakannya sudah siap?” Bi Inah menawarkan, ketik

    Last Updated : 2021-10-31
  • Janda Laila   Sadewa Berlutut

    “Kalau kamu takut aku tertular penyakit kelamin Haris, kamu boleh membatalkan rencana pernikahan kita, Mas.”Mungkin, memang aku ditakdirkan menyandang status Janda Laila, selamanya.“Kamu bicara apa, Laila? Periksa ke dokter pun belum? Bagaimana bisa kamu memvonis diri sendiri?” Nada suara Damar meninggi. Aku hanya mengembuskan napas. Saat ini pikiranku benar-benar kacau. Tidak tahu harus berpikir seperti apa. Sulit sekali berpikir positif.“Mas---““Sudahlah, jangan kita bahas soal ini. Aku gak mau lihat kamu nangis, La. Selesai fitting baju, aku antar kamu ke rumah sakit.”“Mas, lebih baik fitting bajunya nanti saja.”“Ayolah, Laila ... aku mohon. Jangan membuatmu semakin bersedih. Denegr aku, bagaimana pun keadaan kamu, aku akan tetap menikahimu. Aku janji!”Setelahnya, perjalanan diselimuti keheningan. Beberapa kali Damar menghela napasnya.

    Last Updated : 2021-10-31
  • Janda Laila   Haris Berpulang

    “Calon suami?”“Iya. Lu mau tau siapa orangnya?” Sadewa mengangguk. Kayak burung gagak. Tanpa ragu, kugamit lengan Damar, sembari tersenyum, aku berucap;“Ini calon suami gue. Namanya Damar! Bulan depan kami akan menikah. Gue harap lu mau datang dan jangan pernah ganggu hidup gue lagi, ngerti??!”Kutarik lengan Damar masuk ke dalam gedung kantor, meninggalkan Sadewa yang masih melongo.Masuk ke dalam lift, aku menghela napas lega. Melepaskan gamitan pada lengan kekar Damar.“Makasih, La.” Menoleh, menatap Damar tak mengerti“Makasih udah mengakui aku sebagai calon suami kamu di depan dia.” Damar menyandarkan tubuh pada dinding lift, kedua tangannya masuk ke dalam saku.“Memang seharunya kan?”“Katamu, gak boleh ada orang kantor yang tahu soal hubungan kita kecuali Siska.”Aku terkekeh mengingat kembali ultimatum itu. Ultimatum yang aku

    Last Updated : 2021-10-31
  • Janda Laila   Hotel

    Isak tangis masih terdengar di ujung telepon.“Kamu sekarang lagi di mana?”“Aku dan keluargaku masih di bandara. Penerbangan masih satu jam lagi. La, aku boleh minta tolong?”“Minta tolong apa?”“Tolong bantu urus jenazah Haris dulu. Di sana Cuma ada yang rawat Haris dan ketua RT setempat.”Sedikit ragu, aku mengiyakan permintaan Nafisa. Tapi tidak enak juga kalau menolaknya.“Ya sudah, aku akan ke sana. Kamu kirim saja alamatnya.”“Makasih ya, La. Maaf aku selalu ngerepotin kamu.”“Gak apa-apa. Kita kan saudara.”“Semoga kamu selalu bahagia, La.”“Aamiin.”Setelah mengucapkan salam, sambungan telepon terputus.“Ada apa?” Raut wajah Damar tampak cemas. Aku menghela napas.“Haris meninggal.”“Mantan suami kamu?” aku mengangguk.“I

    Last Updated : 2021-10-31
  • Janda Laila   Menikah

    Tuduhan yang dilayangkan Sadewa membuat kami mengambil keputusan agar segera melangsungkan pernikahan. Aku dan Damar sudah mendatangi kantor Agama untuk mendaftarkan hari pernikahan.Setelahnya, kartu undangan, memesan gedung, cathering dan lain-lainnya. Alhamdulillah, meski terkesan mendadak tapi semuanya telah siap sedia.Aku berharap, acaranya juga berjalan lancar hingga hari H.“Kamu harus banyak istirahat setelah ini. Urusan kantor serahkan pada Adam dan lainnya. Siska juga masih bisa ngantor meski hamil,” ucap Damar saat mengantarku pulang. Kami berjalan beriringan sampai teras depan.“Memangnya gak apa-apa kalau aku gak ngantor?” Laki-laki berkumis tipis itu terkekeh. Kumanyunkan kedua bibir, merasa diejek olehnya.“Kamu kan yang punya perusahaannya, La. Suka-suka kamulah!”“Iya deh! Aku masuk dulu ya.”

    Last Updated : 2021-10-31
  • Janda Laila   Berkali-kali

    Alhamdulillah, rasa syukur tak henti aku ucapkan. Menikmati malam pertama bersama Damar, sungguh sangat berkesan. Sebelumnya tidak pernah merasakan percintaan seperti yang baru saja aku alami. Damar begitu perkasa dan ... Hm ... Sulit untuk diungkapkan!Aku menoleh, memandangi wajah lelaki yang kini telah resmi menjadi suamiku. Memiringkan tubuh, membelai bulu-buku halus di sekitar wajahnya."Jam berapa, Sayang?" Mendengar pertanyaan Damar, aku tersentak, menarik tangan, namun Damar menggenggam tanganku. Sebelah tanganku menarik selimut hingga leher, menutupi tubuh yang belum mengenakan sehelai benang pun.Melirik jam dinding, pukul tiga dini hari."J-jam tiga," sahutku dengan gugup. Perlahan, Damar membuka kedua matanya. Bibir menyunggingkan senyum, telapak tanganku ia tempelkan pada pipinya."Udah lama bangun?" tanyanya lagi, menatap sendu padaku."Tidak, baru saja.""Kenapa? Mau lagi?" Damar mengerlingkan sebelah mata. Sumpah, aku semakin

    Last Updated : 2021-11-15
  • Janda Laila   Kedatangan Meyla

    Setelah satu Minggu cuti dari pekerjaan kantor, aku dan Damar kembali bekerja.Pagi ini, seperti biasa menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian kerja untuk Damar dan juga menyiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke kantor. Mungkin kalau aku, hanya bekerja beberapa hari saja, merapikan laporan yang sempat tertunda, setelah itu akan menyerahkan perusahaan pada Damar dan Siska. Aku memilih jadi ibu rumah tangga saja, sebab di rumah tidak ada asisten rumah tangga. Sebenarnya Damar sudah menyarankan, tapi aku sendiri masih enggan. Sedang menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga seutuhnya."Pagi, Sayang." Damar menyapa saat aku sedang menata roti panggang ke atas piring. Memelukku dari belakang."Pagi," sahutku singkat, menarik kedua tangannya, menyuruh duduk di bangku."Hari ini, tidak ada acara 'plus' setelah sarapan, oke? Kita harus secepatnya berangkat kerja, Sayang ...."Anggukkan kepala yang Damar berikan membuatku bernapas lega. Sebab seminggu full kami se

    Last Updated : 2021-11-21

Latest chapter

  • Janda Laila   Melahirkan

    PoV LailaKabar tentang kehamilanku langsung dibagikan Damar melalui media sosial. Berbagai komentar yang berisikan ucapan selamat serta doa-doa dipersembahkan untuk kami. Bahkan Mama mertuaku langsung datang ke rumah. Membawa aneka macam lauk pauk serta susu untuk ibu hamil."Ya Allah, Mama malah repot-repot," ucapku setelah mempersilakan wanita yang telah melahirkan Damar masuk ke dalam rumah."Repot apanya? Tidak, Sayang ... Mama senang bisa berkunjung ke sini apalagi ketika mendengar kabar kamu hamil." Wajah Mama terlihat lebih ceria dari terakhir kali kami bertemu."Terima kasih ya, Ma? Mohon doanya semoga kehamilan Laila selalu sehat, tidak ada masalah yang berarti. Aamiin." Mama mengaminkan harapanku. Damar sedari tadi sibuk dengan gadgetnya. Ia membalas satu persatu ucapan selamat serta doa-doa untuk calon anak bayi kami."Astaghfirullah ... Damar ... Kamu ini kenapa sih tidak juga berubah? Masih saja asyik main hape! Inget lho, kamu akan men

  • Janda Laila   Hamil

    PoV LailaSemalam aku mendengar kabar tentang tertangkapnya Bu Sarnih oleh pihak kepolisian. Beruntung, Polisi langsung sigap menerima laporan Ria. Ternyata bukan hanya Ria yang melaporkan mantan mertuaku, tapi juga Mbak Susi. Wanita yang dulu pernah menjadi simpanan almarhum Haris."Jadi, semalam Ibu Sarnih sudah ditangkap Polisi, Mbak?" tanya Salma saat aku memberitahunya tentang kabar yang disampaikan Nafisa."Iya," sahutku singkat.Entah kenapa sejak semalam kepalaku pusing, badanku juga terasa lemah. Bahkan rencana aku dan Damar yang makan malam di restoran pun batal gara-gara kondisiku ini. Barang kali aku kecapekan."Kasihan sekali, sudah tua harus hidup di penjara," lirih Salma. Aku hanya mengulum senyum. Kalau Bu Sarnih dapat dikasihani dan tahu diri, tidak mungkin Ria, Nafisa dan Mbak Susi tega melakukan hal tersebut. Menjebloskan Bu Sarnih ke dalam penjara. Apalagi Bu Sarnih sangat tega membuat wajah Mbak Susi menjadi terluka.

  • Janda Laila   Penjara

    PoV Bu SarnihLemas sudah persendianku. Berharap Mas Agung yang membayar semua makanan, justru aku yang membayarnya. Kalau tahu kaya gini, lebih baik aku pesan menu yang murah meriah saja. Semua ini gara-gara menu sialan! Mas Agung sih enak, makanannya sudah habis semua. Lah aku, masih ada dua menu yang belum aku cicipi.Kulambaikan pelayan, menyuruhnya membungkus sisa makanan lalu membayar semua pesananku dan pesananan Mas Agung. Apes sekali nasibku hari ini. Padahal sebelumnya aku sangat bahagia mendapat pujian dari Mas Agung.Keluar restoran dengan langkah gontai. Hampir enam juta aku membayar menu makanan tadi. Huh rugi sekali! Lain waktu aku akan membuat Mas Agung mengganti kerugian yang aku alami malam ini. Menghentikan taksi yang melintas, lalu masuk. Kuhempaskan bokong dengan malas. Pusing sekali, harus merelakan uang jutaanku keluar hanya karena makanan. Ah sial!"Bu, Ibu mau kemana?" Pertanyaan supir taksi mengalihkan kekesalanku. Aku meny

  • Janda Laila   Makan Malam

    PoV Bu SarnihHahahha ... Hatiku sangat bahagia. Di dalam tas ini, uangku saaaaaangat banyak! Sekarang hidupku sudah banyak uang! Aku jadi orang kaya sungguhan. Hahahaha ....Menghempaskan tubuh ke atas kasur, merentangkan kedua tangan, menatap langit-langit kamar hotel.Mulai besok, aku akan mencari tempat tinggal baru. Tidak mungkin selamanya di hotel. Aku ingin mencari rumah yang dapat dicicil tiap bulan. Pembayaran tiap bulannya, aku akan mencari target-target bodoh seperti Nafisa dan Susi!Ngomong-ngomong soal Susi, sekarang dia sudah sadar belum ya? Aku tidak dapat membayangkan jika ia sudah terbangun seperti apa reaksinya. Apalagi wajahnya sangat merah, ditambah bintik-bintik. Iiih ... Menyeramkan! Belum lagi, jika Susi telah menyadari, barang-barang di rumahnya hilang! Dia pasti tambah terkejut dan frustasi. Ah ... Semoga saja si Susi jadi sakit jiwa! Hilang akal warasnya! Terus, dia masuk rumah sakit jiwa deh seperti aku dulu! Kalau mengingat tem

  • Janda Laila   Dilaporkan ke Polisi

    PoV Laila"Nafisa, sabar ya?" Kupegang pundak kanan Nafisa, menuntunnya duduk di sisi ranjang. Air mata sudah membasahi kedua pipinya."Kak! Ada apa?" Ria datang langsung bertanya, dia duduk di samping Nafisa. Meletakkan buku-buku di atas lantai. Tidak lama datang Erni. Adik ketiga Nafisa."Kak Laila, Kak Nafisa kenapa? Kenapa Kak Nafisa menangis?" Belum sempat aku menjawab, Nafisa menghambur dalam pelukan adiknya."Ria ... Maafkan Kakak ... Maafin Kakak ...." lirih Nafisa pada adiknya. Mungkin Nafisa merasa bersalah karena telah memasukkan Bu Sarnih ke rumah ini. Kasihan sekali Nafisa. Bu Sarnih benar-benar tidak berubah. Padahal dia sudah pernah mengalami gangguan kejiwaan. Ria melepaskan pelukan, menatap wajah Nafisa dengan lekat. Memegang kedua pundak Nafisa. Kakak kandung Haris itu hanya merunduk sambil terisak."Kak, ada apa? Kenapa Kakak menangis? Kak Laila kenapa Kak Nafisa menangis?"Tatapan Ria beralih padaku. Ia menu

  • Janda Laila   Meninggalkan Rumah Susi

    PoV Bu Sarnih"Iya, Pak. Walaupun baru saya beli beberapa bulan lalu, tidak masalah kalau saya jual. Jadi total semuanya berapa?"Aku tidak mau mereka semua lebih lama di rumah Susi. Khawatir kalau Susi terbangun dan tetangga kanan kiri menaruh curiga. Bisa gawat kalau hal itu terjadi.Pak Kuto menyebutkan nominal hasil penjualan barang-barang elektronik milik si janda gatel. Lumayanlah, lebih dari sepuluh juta. Setelah menyerahkan sejumlah uang, anak buah Pak Kuto mengangkut barang-barang tersebut ke dalam mobil pick up."Terima kasih banyak, Bu. Kalau mau jual barang-barang elektronik lagi, jangan lupa hubungi saya," ujar Pak Kuto tersenyum. Aku hanya mengulum senyum, tidak menanggapi dengan kata-kata.Pak Kuto dan mobilnya pergi meninggalkan rumah Susi. Aku masuk ke dalam. Menyimpan uang ke dalam tas. Masuk ke kamar, melihat kondisi wajah si Susi. Ya ampun, wajah Susi seeprti Kepiting rebus. Merah merona. Terdapat bintik-bintik juga. Aku ber

  • Janda Laila   Menggasak

    PoV Bu SarnihAku harus menunggu Susi benar-benar terlelap. Sambil menunggu waktu, duduk di bangku meja rias. Kutatapi wajah Susi yang tenang. Sayang sekali, aku hanya memberinya dua pil obat tidur. Susi bodoh! Dia tidak dapat membedakan mana obat tidur, mana obat flu. Mungkin sudah menjadi takdirku, selalu dipermudah dalam segala urusan.Sudah sepuluh menit Susi terlelap. Sepertinya dia sudah tidur nyenyak. Aku berdiri, menyusuri pandangan ke seisi kamar. Tempat yang pertama kali aku geledah adalah lemari pakaian Susi. Sudah terbukti, kalau barang-barang berharga biasanya disimpan di sana. Contohnya Nafisa dan adiknya. Aku berjalan santai, membuka pintu lemari yang kuncinya memang tergantung.Pintu lemari sudah terbuka, senyumku langsung mengembang. Ada laci! Membuka laci tersebut, tidak ada perhiasan atau uang. Hanya terdapat kumpulan kertas mirip struk minimarket. Mengobrak-abrik, memeriksa kertas apa saja. Ya ampun, bukti tagihan listrik dan struk mi

  • Janda Laila   Beraksi Lagi

    PoV Bu SarnihDi dalam mobil, aku tak henti tersenyum. Memeluk tas dengan erat. Rasanya hatiku sangat bahagia. Mendapatkan uang dan barang-barang berharga hanya dalam waktu kurang lebih satu jam. Hahahaha ....Aku memberitahu supir taksi ke salah satu hotel. Sementara waktu aku tinggal di sana dulu. Besok baru akan mencari penginapan. Uang Nafisa cukup untuk beberapa hari ke depan. Setelah mendapatkan tempat tinggal yang layak, barulah aku jual semua perhiasan Nafisa. Kemudian hasil penjualan perhiasan, aku simpan di Bank.Tiba di hotel, aku langsung membooking selama dua hari.Di dalam kamar, menghempaskan tubuh ke atas kasur empuk. Gelak tawaku membahana, memenuhi kamar hotel. Mengambil tas, mengeluarkan kembali uang dan perhiasan. Menghitung jumlah uang dan mengenakan perhiasan. Mematut diri di depan cermin, alamak ... Aku masih terlihat cantik! Pakaian Halimah yang bagus, aku kenakan. Untunglah, tidak kebesaran dan kekecilan. Sepertinya pakaian

  • Janda Laila   Dirampok

    PoV Laila"Kamu jangan nakutin deh, La! Masa sih Ibu itu tega menggasak barang-barang di rumahku?" Nafisa mengelak, dia tidak percaya kalau ibu angkatnya Haris suka mengambil barang-barang berharga. Aku menghela napas panjang."Kalau di rumah kamu ada orang sih, mungkin enggak akan berani. Di rumah kamu ada siapa?""Ibu aku sama ... Naya. Erni dan Ria lagi pergi ke toko buku.""Bukankah ibu kamu tidak bisa bergerak? Cuma bisa melihat dan mendengar?" tanyaku memastikan kabar yang tempo hari Nafisa ceritakan sebelum pindah ke Indonesia."Iya. Kenapa?""Astaga, Nafisa! Mending sekarang kita lihat keadaan rumah kamu deh! Aku curiga Bu Sarnih memanfaatkan keadaan," ucapku berusaha meyakinkan Nafisa.Nafisa ceroboh sekali. Membiarkan Ibunya yang tidak bisa apa-apa dan Naya yang masih kecil ditinggal berdua sama Bu Sarnih di rumahnya! Bagaimana kalau dugaanku benar? Aku tidak yakin kalau ibu sepenuhnya berubah. Buktinya waktu dia kumat gila

DMCA.com Protection Status