Home / CEO / Kerasukan, Berujung Menikahi CEO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Kerasukan, Berujung Menikahi CEO: Chapter 11 - Chapter 20

110 Chapters

Dua Pria Menyebalkan

Sasikirana“Bapak kok gitu sih? Perhitungan banget.” Aku mulai kesal karena si Om, malah mengambil kesempatan dengan kejadian ini. “Biaya operasinya 15 juta, Pak. Uang segitu bagi Bapak kecil kok.”Dia mendesah sambil mengusap kening yang ukuran terlihat ideal di parasnya. Aku jadi paham kenapa banyak kaum hawa mengagungkan pria ini, bahkan mau menikah dengannya.“Maaf, Mbak. Bagaimana dengan jaminan biayanya? Pasien sudah harus dioperasi sekarang, karena air ketuban mulai berkurang.” Tiba-tiba bidan datang menghampiri.Aku menoleh dengan tatapan memelas kepada Pak Melviano. Berharap ia mau membantu tanpa pamrih.“Biar saya yang urus administrasinya, Sus,” cetus Pak Melviano membuatku terkejut.Ternyata di balik sikap dinginnya, masih terselip rasa kemanusiaan yang tinggi.“Syukurlah. Mari, Pak. Setelah administrasi selesai, suami pasien bisa menandatangani surat p
Read more

Kesepakatan

MelvianoSetelah menandaskan satu porsi Aburi Oshizushi, aku menyandarkan punggung di kursi. Saat ini kami sedang makan di salah satu restoran masakan Jepang terbaik di Grand Indonesia Mall.Kami? Ya, maksudnya aku dan Sasi.Sekarang dia sedang menyantap Teriyaki Chicken yang dipesannya. Tidak ada percakapan di antara kami semenjak duduk di restoran ini, karena perutku sangat lapar. Energi menjadi habis terkuras ketika berdebat dengannya di rumah sakit.“Udah selesai?” tanyaku ketika melihat piringnya licin.Dia menganggukkan kepala sekali, lalu mengangkat pandangan melihatku.Aku menegakkan tubuh, lalu menumpu siku di atas meja. “Kita bisa diskusikan yang tadi.”“Yang mana ya, Pak?” Aku tahu dia berpura-pura.Jari telunjukku berputar sepuluh centimeter di depan wajahnya. “Kamu jangan pura-pura nggak tahu.”Sasi mengalihkan pandangan ke tempat lain sambil m
Read more

Cinta Datang karena Terbiasa?

SasikiranaAir mata yang dikeluarkan ternyata nggak mempan. Pak Om Melviano tetap kekeh dengan keinginannya. Jujur sih, nggak habis pikir kenapa dia mau menikah denganku padahal penampilan sekarang nggak cantik-cantik banget. Heran.“Tunggu apa lagi? Udah selesai makan, ‘kan?” tanya Pak Om dengan wajah jutek plus dingin.Aku perlahan menganggukkan kepala. Bingung juga dengan diri ini, kenapa nggak bisa garang sama dia? Apa jiwa leadership-nya yang kental, jadinya aku pasrah menuruti keinginannya?Dia mau jadi laki lo, Sas, keluh batinku merana.Aku memukul pelan kepala, sebagai wujud prihatin terh
Read more

Serupa tapi Tak Sama

MelvianoHari ini terasa melelahkan sekali. Coba bayangkan, aku menunggu telepon dari Sasi sejak pagi tapi baru dihubungi menjelang sore. Dia menelepon bukan karena ingin memberikan jawaban, namun meminta pertolongan. Perdebatan pun menghiasi pertemuan kami hari ini, hingga akhirnya ia menuruti kemauanku untuk menikah.Entah apa yang cocok menamai pernikahan kami. Pernikahan dadakan? Pernikahan kontrak? Atau pernikahan tanpa cinta? Aku pun tidak tahu. Yang kutahu hanyalah, membahagiakan Mama. Barangkali dengan menikah lagi, hati beliau akan damai dan tentram.“Mama mana, Bi?” tanyaku kepada Bibi Soraya ketika berada di lantai dasar.“Ada di kamar, Ko. Mau Bibi panggilkan?”Asisten Rumah Tangga, supir dan orang-orang yang be
Read more

Terpesona?

Sasikirana Akhirnya bisa merebahkan tubuh di kasur yang terasa sangat empuk, setelah berjibaku memindahkan barang dari kosan. Untungnya sih nggak banyak, jadi badan nggak sampai remuk. Syukurnya lagi, ada yang bantu angkat-angkat juga jadinya nggak terlalu capek. “Jam berapa sih dijemput?” tanya Anin yang membantuku sejak tadi malam. “Sorean sih, jam 16.00,” jawabku masih menikmati tempat tidur yang luas dan empuk ini. Si Om benar-benar kaya. Apartemen ini saja mewah banget. Kamarnya ada tiga dan berukuran besar. Alat-alat elektronik juga canggih-canggih. Mesin cuci otomatis, kompor pun sama bisa di-setting otomatis, belum lagi yang lainnya. “Gila ya, calon
Read more

Reaksi Aneh Mama

MelvianoAku memandang netra hitam lebar itu lekat. Baru disadari bahwa Sasi mengenakan softlens. Apa sebelum-sebelumnya dia juga memakai benda itu? Aku tidak terlalu memerhatikan, karena kacamata yang sedikit tebal itu sangat mengganggu.Di saat bersamaan, aku merasakan sesuatu mengeras di bawah sana ketika tubuh kami berdekatan. Sial! Ada apa denganku? Kenapa tubuh ini harus beraksi di saat yang tidak tepat? Untuk pertama kali setelah lima tahun, bagian diriku ‘hidup’ ketika bersama wanita.“Pak?” lirih Sasi dengan raut wajah tegang dihiasi semburat merah.Aku langsung melepaskan tangannya dan mundur satu langkah ke belakang. “Kita pergi sekarang,” kataku bergegas menuj
Read more

Dua Roh di Kediaman Stanley

SasikiranaHah? Menikah dua minggu lagi? Belum sempat rasa gugup ini hilang, aku dibuat kaget lagi dengan permintaan dari Ibu Fani, Mama Pak Melviano. Beliau lagi bercanda, ‘kan?“Mama jangan bercanda. Nggak mungkin kami menikah secepat itu,” protes Pak Melviano mewakili isi kepalaku.Aku hanya diam, menutup rapat bibir ini. Biarkan Pak Melviano yang berpendapat, karena diri ini nggak memiliki hak untuk melakukannya.“Mama tidak sedang bercanda, Vian.”Oh, jadi panggilannya Vian, bukan Mel. Haha!“Mama pikir sah-sah saja kalian menikah dalam waktu dekat. Nanti tinggal diberitakan di media kalau kalian berdua sudah lama saling kenal dan memang berencana menikah,&rdquo
Read more

Warna Mata Sasi

MelvianoSetelah mengambil surat perjanjian yang akan ditandatangani, aku kembali lagi ke kamar menemui Sasi. Ah, rasanya tidak percaya melihat dia menerima begitu saja permintaan Mama untuk memajukan waktu pernikahan. Dan … hei, Mama sampai mempersiapkan akomodasi untuk kami berbulan madu. Ck!Jujur, harus diakui. Sekarang aku merasa bersalah kepada Sasi, karena telah melibatkannya dalam pernikahan ini. Meski demikian, ada sedikit kelegaan di hati ketika mendengar penuturannya tadi.“Selagi itu bisa bikin Bu Fani bahagia, saya nggak keberatan.”Aku bisa melihat ketulusan dari tatapan matanya, ketika mengatakan tanggapan tentang Mama. Dia merasa nyaman dan damai ketika disentuh oleh beliau. Paling tidak aku bisa tenang, karena Sasi mungkin bisa menjadi teman untuk Mama yang
Read more

Harga Diri

SasikiranaTangan ini naik ke atas bersamaan dengan kaki yang meregang ke bawah. Tubuh rasanya ringan banget, kayak mau terbang. Akhirnya bisa tidur nyenyak juga tanpa terbangun tengah malam. Tumben penghuni kosan ini anteng banget. Pengertian kalau aku capek banget habis pindahan.Duh, kok jadi ngawur begini sih? Astaga, aku sekarang nggak ngekos lagi tapi udah tinggal di apartemen punya Pak Melviano.“Pantes aja bisa tidur nyenyak. Apartemen ini steril dari roh gentayangan,” gumamku dengan mata masih terpejam.Apartemen? Bukannya aku masih di rumah Pak Melviano ya? Ya ampun!Mata yang masih berat ini perlahan mengerjap. Pelan-pelan mulai terbuka, meski belum bisa melihat dengan jelas wajah orang yang sedang berbaring di sampingku?
Read more

Permintaan Maaf

MelvianoAku hanya bisa merutuki diri setelah Sasi meninggalkan rumah satu jam yang lalu. Apa yang sebenarnya kuinginkan? Menuduhnya sengaja menjebakku, sementara aku tahu dia tidak mungkin melakukannya atau menumpahkan kekesalan karena dia berhasil menipuku? Jiwa kompetitifku terinjak, karena telah dikelabui oleh gadis seperti Sasi.Come on, Vian. Sasi atau bukan hasilnya tetap saja, kamu harus menikah dengannya seperti permintaan Mama. Bukannya semua jadi mudah karena memang dia orangnya?“Ko.” Terdengar suara Bi Aya memanggil diselingi ketukan pintu.“Ya, Bi?” sahutku dari dalam kamar.“Madam panggil Koko dan Cici untuk sarapan ke bawah.”
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status