Home / Romansa / The Hero of My Life / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of The Hero of My Life: Chapter 41 - Chapter 50

139 Chapters

40. David Milikku, Kau Dengar?!

"Kak, ini sudah matang." Wulan mematikan kompor. Lintang menoleh. "Kamu siapkan piring dan gelas, biar aku angkat sayurnya." Lintang mendekat ke kompor dengan mangkuk besar di tangan. Wulan mengambil tiga piring dan gelas lalu mengaturnya di meja makan. Tteettt!!! Belum pintu depan berbunyi. Wulan berlari kecil ke ruang depan, membuka pintu. Seorang perempuan di sana. "Mau ketemu siapa?" tanya Wulan. Dia amati ini orang mirip kakaknya. Cuma bibirnya merah, rambutnya coklat terang, kayak bule. "Aku mau bertemu kakakmu," katanya, dingin. "Sebentar." Wulan balik ke dalam. Wulan memberitahu Lintang ada yang ingin bertemu dengannya. "Siapa?" Lintang meletakkan lauk di meja dekat mangkuk sayur. "Ga tau. Mirip kamu, Kak," ujar Wulan lagi. Lintang menoleh pada Wulan. Dia jadi penasaran. Segera dia ke depan. Dilihatnya seorang perempuan di teras, melihat ke taman di halaman rumah. "Selamat sore, Mbak," sapa Lintang. Marisa berbalik. Dia melihat Lintang berdiri di depannya. Ini gadis
last updateLast Updated : 2021-09-15
Read more

41. Jangan Takut Mencintai

Lintang menunduk. Dia tidak berani melihat Diana. Hatinya masih bergemuruh karena tegang dan gelisah. "Lintang, kamu yakin kamu cinta adikku?" Makin jelas saja pertanyaan Diana. Lintang mengangguk, dengan dada yang makin berdegup. Diana memegang tangan Lintang. "Lin, aku cuma mau David bahagia," kata Diana. Lintang mengangkat kepalanya memandang Diana. Diana melanjutkan perkataannya. "Sejak kecil kami tak mengenal orang tua kami. Aku hanya ingat sedikit saja. Ayah dan ibu pergi, mereka mengalami kecelakaan dan meninggal. Karena tidak ada yang merawat kami, tetangga menyerahkan kami ke panti asuhan." Lintang mendengarkan cerita Diana. Dia sedikit tahu selama ini. Dan hari ini Diana menceritakan dengan lebih gamblang seperti apa hidup mereka dulu. Lebih jauh Diana menjelaskan. Di panti itu dia dan David belajar mengenal tentang keluarga meski tidak ada ikatan darah. Mereka saling peduli dan saling mendukung. Sampai Diana masuk SMP dan David kelas 4 SD, datang seorang ibu yang baik ha
last updateLast Updated : 2021-09-16
Read more

42. Tamu Tak Terduga

David memandang Lintang. Gadis itu terlihat sedikit gugup. "Ya." David mengangguk. Lintang melihat David, tidak tahu mau bicara apa. "Mungkin kamu pikir aku ga serius sama kamu, karena sampai sekarang aku belum bicara dengan Kak Di dan Kak Hero." David mengaduk minuman di depannya. "Aku serius sayang kamu, Alin. Tapi aku cari waktu yang tepat untuk bicara. Dan soal menikah, apa mungkin kita menikah segera? Kamu masih kuliah. Umur kamu belum dua puluh tahun." "Apa Kak Dave mau cepat nikah?" tanya Lintang. "Ya mau laa! Aku sudah siap banget, Alin. Lahir batin ini," tandas David. Lintang jadi tersipu. "Tuh, diajak ngomong begini kamu udah malu. Gimana aku ngelamar kamu?" ujar David. Lintang tersenyum. "Gimana? Aku sih, terserah Kakak." "Terserah bagaimana maksud kamu?" tanya David. Dia jadi bingung juga dengan jawaban Lintang. "Cepat atau lambat kita akan menikah, kan?" Duh, Lintang degdegan abis bicara soal nikah. "Jadi kalau aku minta kita segera nikah, kamu ga keberatan?" Davi
last updateLast Updated : 2021-09-16
Read more

43. Bapak Ada Di Mana?

Lintang merasakan gemuruh di dadanya hampir tak mampu dia tahan. Napasnya naik turun, terasa panas seluruh wajahnya. Matanya masih menghujam pada Farid yang memandanganya dengan bingung, penuh tanda tanya. "Bapak memang sudah melupakan aku. Tapi aku tak akan pernah lupa, tamparan yang aku terima di pipiku. Tendangan di badanku. Tak akan pernah aku lupa Bapak menyiksa wanita yang melahirkan aku di depan mataku! Lalu Bapak pergi dan tidak pernah kembali!!" Suara Lintang makin keras, penuh amarah. Farid terpana. Gadis ini ... dia tatap makin lekat. Pelan tatapan tajamnya berubah menjadi raut yang sulit dijelaskan. "Dan wanita itu, ibuku ... meninggalkan aku dan adikku yang bahkan tak pernah mengenalmu, untuk selamanya karena derita yang teramat dalam. Hari ini, kesempatan yang sangat baik. Aku mau katakan padamu, Bapak Farid yang terhormat ... Buatku kamu sudah mati!" Air mata Lintang bercucuran sementara dia mengatakan semua itu. Dadanya rasanya sesak. Ingin meledak. Tubuhnya rasanya
last updateLast Updated : 2021-09-17
Read more

44. Hatiku Sudah Penuh

David menarik napas dalam, dia memikirkan kata-kata yang tepat untuk menyampaikan semuanya pada Diana dan Hero. Kedua kakaknya menunggu. "Entah bagaimana Marisa punya pikiran buruk tentang Lintang. Mereka juga tidak pernah bertemu. Tetapi memang Marisa terus datang padaku, minta aku bisa menjalin hubungan dengannya." David mulai menjelaskan. "Aku tidak bisa pacaran dengan dia. Aku bilang padanya itu karena hatiku sudah terisi. Dia tidak terima itu. Dia mungkin mencari tahu tentang Lintang." "Jelaskan langsung saja, Dave." Hero memandang David. Dia rasa David hanya berputar-putar. Dia ingin pengakuan David tentang Lintang. "Hatiku terisi Alin. Penuh," ucap David. Dia memandang Hero dan Diana. Sedang Lintang memilih menunduk, dia tidak berani melihat Diana dan Hero. "Kamu tidak main-main, Dave?" tegas Hero. Dia balas memandang David yang menatap lurus padanya. "Tidak, Kak. Untuk hal seperti ini aku tidak mungkin main-main. Aku sayang Alin," David serius sekali mengatakan ini. Dari t
last updateLast Updated : 2021-09-18
Read more

45. Kesalahan yang Terlalu Besar

"Mas! Kamu jangan seperti ini. Jangan buat semua makin kacau!" Anisa berdiri di depan pintu kamar Farid. Sudah beberapa kali dia mengetuk, berkali-kali memanggil, dan memintanya keluar. Tidak ada suara, tidak ada jawaban. "Mas! Kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu bagaimana? Jangan seperti anak kecil, Mas!" Anisa cemas. Antara geram, marah, dan bingung. Sejak siang dia pulang dari rumah David, Farid sama sekali tidak keluar kamar. "Ga mau keluar, Bu?" Marisa muncul. Terlihat dia juga mulai cemas. "Aku ga tahu lagi. Aku takut kalau dia pingsan di dalam," ujar Anisa. Dia sudah habis cara membujuk kakaknya agar mau keluar kamar dan makan. Dia sangat kuatir kalau Farid pingsan di dalam. "Paman! Ayolah! Aku tahu Paman marah, sedih ... tapi jangan kayak gini, dong!" Akhirnya Marisa ikut membujuk. Anisa berpikir apa yang bisa dia lakukan sebelum terlambat. Tiga hari sudah berlalu, pasti Farid sudah lemas di dalam. "Marisa, kita harus bawa gadis itu kemari." Anisa menatap Marisa. "Apa
last updateLast Updated : 2021-09-19
Read more

46. Aku Tak Peduli

Lintang menatap David dengan wajah cemberut. "Aku ga mau." Lintang merajuk. "Berurusan dengannya hanya membuat hidupku susah. Aku ga peduli." "Alin, bagaimanapun dia ayahmu," kata David. Lintang mencibir sambil melipat kedua tangannya. "Mas, cepat," ujar Marisa yang tidak sabar menunggu. David dan Marisa keluar rumah segera berangkat menuju rumah Marisa. Dalam perjalanan David mencari tahu lebih banyak tentang Farid dari Marisa. Marisa menduga Farid pasti stress karena bertemu Lintang dan Wulan, mendapati kenyataan pahit yang dialami kedua putrinya itu. Lebih jauh Marisa berkisah, dia bertemu Farid saat masih duduk di bangku SMP. Farid datang ke rumahnya, minta ayah Marisa mencarikan dia pekerjaan. Tapi sulit, karena Farid suka mabuk. Ayah Marisa mengancam kalau Farid tidak berhenti dari kebiasaan buruknya, ayah Marisa tidak mau membantu lagi. Farid berusaha tetapi tidak sepenuh hati. Karena tidak lama setelah itu, Farid dan ayah Marisa bekerja, menjadi sopir. Satu kali mereka men
last updateLast Updated : 2021-09-20
Read more

47. Membencinya atau Menerimanya?

Lintang menghela napas. Dia sama sekali tidak mau tahu soal ayahnya. Buat Lintang, laki-laki itu sudah lama mati. Tapi kali ini David meminta waktu bicara tentang Farid. Lintang tak bisa menolak. "Baiklah," ujar Lintang agak kesal. Lintang memanggil Bu Anik. Bu Anik menghampiri dan meminta Tio. Lintang mengangkat bayi itu, memberikannya pada Bu Anik. Lintang merapikan duduknya. Dia silangkan kaki di bawah kursi, melipat kedua tangan, dan melihat David. Dia menunggu apa yang David akan katakan. "Aku tahu kamu tidak akan suka dengan apa yang aku mau katakan sama kamu." David menghadapkan badan kepada Lintang. Gadis itu memasang wajah kesal. Rasanya dia tidak peduli kalau David menganggap dia anak durhaka. Di pikiran Lintang, ayahnya yang durhaka, karena menelantarkan dia dan Wulan, tidak mau tahu keluarganya. "Marisa tadi bercerita tentang ayahmu. Hidupnya selama ini juga dipenuhi kepedihan dan rasa bersalah. Dia seperti seseorang yang merasa terjerembab di dalam sumur gelap, hampir
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

48. Bertemu Ayah

"Kita perlu sedikitnya tiga puluh responden untuk menilai masakan kita. Itu berarti mesti buat banyak tester." Syifa membaca catatan tugas dari dosen. Ini salah satu tugas untuk ujian akhir semester. Menyenangkan, tapi di mana bisa mendapat responden pada saat bersamaan? "Hm ... kita mau bagi ke teman di kampus? Mereka sudah keseringan cobain macam-macam menu. Aku pingin yang belum pernah," ujar Lintang. "Pinggir jalan kali, atau di dekat terminal," usul Denal dengan semangat. "Mau dimarahin mereka yang jualan di sana? Lagian gimana mereka mau isi questioner di pinggir jalan gitu?" timpal Yosia. "Kalau ke sekolah? SD atau SMP?" ujar Syifa ikut berpikir. "Hei ... panti asuhan." Tiba-tiba Lintang ada ide. "Aah, setuju!" Ketiga temannya menjawab serempak. Yosia mengacungkan jempolnya. Lintang tersenyum. Selesai berdiskusi mereka bubar, bersiap meninggalkan kantin kampus. Denal dan Yosia jalan duluan. Tepat saat itu Bimo datang. "Lintang, itu Bimo," ujar Syifa. Lintang menoleh ke
last updateLast Updated : 2021-09-22
Read more

49. Aku Perlu Waktu

Wulan memandang ayahnya. Tampan, tetapi tampak sedih dan sakit. Wulan masih memegang tangan Farid. Rasa sedikit gemetar mendera hati Wulan. Hari itu akhirnya dia bisa bicara begitu dekat dengan ayah yang selama ini hanya dia dengar kisahnya. "Ibu bilang, Ayah suka menggendong aku sambil menyanyi," kata Wulan. Mata Wulan juga basah. "Ibu bilang kalau aku besar, Ayah mau ajak aku ke pantai." Tangis Farid makin jadi. Itu benar, itu yang dia lakukan. Tyas pasti menceritakan semua tentang dirinya pada Wulan. "Aku belum pernah ke pantai, Ayah," ujar Wulan. Ada nada sedang bercampur sedih dari suara manis gadis kecil itu. Mendengar percakapan Wulan dan ayahnya, Lintang merada dadanya sesak, penuh, dan hatinya begitu sedih. Lintang menunduk dalam-dalam. "Ayah ...." Wulan tidak melepas tangan Farid. Farid membalas menggenggam tangan Wulan. "Maafkan aku, Wulan. Maafkan aku ...." Remuk rasa hati Farid. Gadis kecilnya yang dia tinggalkan, yang dia tak pernah tahu saat Wulan melewatkan masa
last updateLast Updated : 2021-09-23
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status