Beranda / Romansa / The Hero of My Life / 49. Aku Perlu Waktu

Share

49. Aku Perlu Waktu

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-23 09:03:35
Wulan memandang ayahnya. Tampan, tetapi tampak sedih dan sakit. Wulan masih memegang tangan Farid. Rasa sedikit gemetar mendera hati Wulan. Hari itu akhirnya dia bisa bicara begitu dekat dengan ayah yang selama ini hanya dia dengar kisahnya.

"Ibu bilang, Ayah suka menggendong aku sambil menyanyi," kata Wulan. Mata Wulan juga basah. "Ibu bilang kalau aku besar, Ayah mau ajak aku ke pantai."

Tangis Farid makin jadi. Itu benar, itu yang dia lakukan. Tyas pasti menceritakan semua tentang dirinya pada Wulan.

"Aku belum pernah ke pantai, Ayah," ujar Wulan. Ada nada sedang bercampur sedih dari suara manis gadis kecil itu.

Mendengar percakapan Wulan dan ayahnya, Lintang merada dadanya sesak, penuh, dan hatinya begitu sedih. Lintang menunduk dalam-dalam.

"Ayah ...." Wulan tidak melepas tangan Farid.

Farid membalas menggenggam tangan Wulan. "Maafkan aku, Wulan. Maafkan aku ...."

Remuk rasa hati Farid. Gadis kecilnya yang dia tinggalkan, yang dia tak pernah tahu saat Wulan melewatkan masa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Hero of My Life   50. Bukan Sekedar Nilai

    "Ini alamat pantinya. Aku share lock saja." Diana mengutak atik HP mengirim link lokasi panti asuhan yang Lintang dan teman-temannya akan tuju. "Terima kasih," ujar Lintang. "Kamu kontak itu nomor ibu pengawas panti, bilang saja aku yang kasih tahu," lanjut Diana. "Siap, Kak," kata Lintang. Diana siap berangkat. Dia mau belanja sekalian jalan-jalan, ditemani Hero dan membawa Tio serta Wulan. Lintang menggeleng. Semua keperluannya sudah cukup. "Oke. Good luck buat kalian," kata Diana lalu dia berangkat. Hero, Wulan dan Tio sudah lebih dulu masuk mobil. "Lin, udah di-packing semua. Denal sama Yosia lagi bawa ke mobil." Syifa mendekati Lintang. Hari itu mereka mengerjakan proyek ujian mereka. Sejak pagi jam tujuh mereka sudah sibuk di dapur membuat beberapa menu kue kering dan basah. Mereka akan bagi ke panti asuhan tempat Diana dan David dulu pernah tinggal. Memang waktu ide itu muncul, Lintang langsung kepikiran bertanya pada Diana panti asuhan yang bisa mereka kunjungi. Mereka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • The Hero of My Life   51. Tentang David dan Diana

    Firda dan Zaki menatap Lintang. Mereka masih menunggu cerita lengkap dari Lintang bagaimana dia dan Wujlan akhirnya bisa bersama Diana dan David. "Saya dan adik saya sebenarnya dari desa, Bu. Kami jadi anak asuh Pak Lurah setelah ibu meninggal. Ayah kami pergi sejak saya masih sepuluh tahun. Kemudian ada masalah terjadi, yang memaksa saya membawa adik saya pergi ke kota," cerita Lintang. Menceritakan semua ini seolah itu sesuatu yang biasa saja. Lintang tidak lagi merasa kepedihan yang bertahun-tahun membuat dia merasa sebagai gadis yang malang. Firda terkejut dengan apa yang Lintang tuturkan. Tidak dia kira gadis cantik dan cerdas ini ternyata mengalami hidup yang rumit. Sampai dia nekat membawa adiknya ke kota yang tidak pernah dia tahu seperti apa. Teman-teman Lintang pun sama kagetnya saat mendengar kisah Lintang. Mereka tidak ada gambaran bahwa itu jalan hidup yang pernah Lintang lewati. "Pikiran saya waktu itu, kami tidak ingin merepotkan orang lain. Saat tiba di kota, kami se

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-25
  • The Hero of My Life   52. Bagaimanapun Dia Ayahmu

    Kedua manik bening itu bertatapan begitu dekat dengan dua mata tajam David. Debaran di dada keduanya makin tak beraturan. David mendekatkan wajahnya lagi … "Kak Di, aku bawa belanjaan ke dapur, ya!?" Suara Wulan terdengar dari ruang tengah. Lintang mendorong David dan memutar badan dengan cepat. David menggaruk kepalanya, lalu mengecup puncak kepala Lintang dari belakang gadis itu. "Aku mandi dulu," katanya, lalu meninggalkan dapur. "Ya Tuhan, hampir saja," batin Lintang. Wajahnya masih terasa panas. Nafasnya masih belum kembali normal. "Kakak! Masak apa?" Wulan nongol dengan tentengan di kedua tangannya. Dia melihat ke atas meja, gado-gado yang Lintang masak hampir siap. "A

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-25
  • The Hero of My Life   53. Memikirkan Ayah

    Lintang menatap Marisa. Ternyata gadis ini memiliki sisi baik juga. Selama ini Lintang sudah sangat kesal setiap kali mendengar namanya. "Aku, tidak mudah, Risa ... Aku ...." "Setidaknya ayahmu masih hidup.” Marisa memotong kalimat Lintang yang ragu-ragu diucapkan. “Aku sering merindukan ayahku, tapi aku tak pernah bisa memeluknya lagi. Karena itu aku sering menyalahkan paman. Setelah melihat kamu dan Wulan, aku sadar, keegoisanku dan ibu, membuat kamu dan Wulan harus kehilangan ayah kalian bertahun-tahun.” Lintang terdiam. Mungkin sudah saatnya dia membuka pintu untuk ayah. Tidak boleh dia hanya menunjukkan dirinya saja yang jadi korban dan menderita. Dia harus berani melihat dari sisi ayah, apa yang sebenarnya terjadi. "Aku mau minta maaf, Lin," kata Marisa. Lintang mengangkat wajah dan melihat Marisa. Maaf? Marisa mengatakan maaf? "Karena David, aku berbuat bodoh," ucap Marisa. Ini penyesalan yang sungguh-sungguh. "Dan, dengan Mas Mito?" Tiba-tiba Lintang ingat Mito. Dia jadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • The Hero of My Life   54. Ayah Tak Akan Pernah Lupa

    Mata Lintang melebar melihat pria setengah baya yang berdiri memandang padanya. "Ehh ... aku membawakanmu ..." Farid mengulurkan tangan, memberikan bungkusan untuk Lintang. Dari aromanya Lintang tahu apa yang Farid bawa. Kue kesukaan Lintang, putu. "Sebenarnya aku ..." Farid melihat Lintang. Tatapan Lintang masih dingin. Farid tidak meneruskan kalimatnya. Dia berbalik, beranjak pergi. Hati Lintang bergemuruh. Masih ada kekakuan di sana. Tapi mungkin saja ini saatnya dia bicara dengan ayahnya. "Ayah!" panggil Lintang. Farid menghentikan langkah dan menoleh, memandang putrinya. Lintang memanggilnya ayah, dengan sangat jelas. "Ayah tidak ingin duduk dulu?" tanya Lintang. Dia berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak. "Eh ... aku ..." Farid sedikit bingung. Dia masih merasa takut Lintang akan marah dan meledak. "Aku ingin bicara dengan Ayah." Lintang berkata dengan wajah serius, tidak ada senyum. Farid kembali mendekat, duduk di kursi di teras itu. Lintang melangkah, duduk di d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • The Hero of My Life   55. Semua Seperti Menyerangku

    Tyas menggenggam tangan suaminya. Pria yang sangat dia cintai. Pria yang kepadanya dia serahkan semua harapan dan masa depannya."Baiklah. Aku akan tetap mendukung kamu. Aku dan anak-anak menunggu kamu di sini." Walau berat, Tyas melepas Farid."Jika aku tak segera pulang, kembalilah pada keluarga kamu. Aku yakin, setelah sekian lama, mereka merindukan kamu," pesan Farid."Mas, kamu dan anak-anak adalah keluargaku. Bagi Romo, aku sudah mati. Aku tak mau anak-anak tahu masalah pelik yang terjadi antara kita dan keluarga Angkasajaya," tegas Tyas."Tyas, aku tak tahu apa yang akan terjadi denganku nanti. Aku pergi dengan tangan kosong. Aku tak meninggalkan apa-apa untuk kamu. Berjanjilah, jika aku tak segera pulang, kembalilah pada keluarga kamu." Lebih tegas, Farid berpesa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • The Hero of My Life   56. Perjalanan Ke Desa

    Sejak pagi, Lintang sibuk di dapur. Dia membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan keperluan lain untuk perjalanan ke desa. Mereka akan pergi ke desa asal Lintang dan Wulan. Perjalanan kali ini lengkap semua ikut. Hero, Diana, dan Tio juga akan menyertai perjalanan. Mereka berencana akan menginap di salah satu lokasi wisata pantai di sana. Wulan sangat bersemangat. Apalagi Lintang setuju waktu dia minta ayah ikut dalam perjalanan ini. Dengan gembira Wulan membantu kakaknya menyiapkan semua yang mereka butuhkan. David bertugas menjemput Farid, lalu berangkat dari rumah bersama. "Oleh-oleh buat bapak dan ibu Lurah sudah, Lin?" Diana mengingatkan. "Iya, Kak. Sudah aku siapkan." Lintang membuat di macam kue untuk mereka. Dia sudah memasaknya kemarin sore. Juga dia siapkan hadiah pakaian untuk Pak Lurah, Bu Lurah, dan Mak Imah. "Wulan, jangan lupa baju ganti untuk basah-basahan di pantai." Diana menoleh pada Wulan. "Ah, iya. Bentar, hampir lupa!" Dengan sigap Wulan ke kamar, mengambil

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • The Hero of My Life   57. Tangisan di Pusara Ibu

    Farid masih mematung. Dia menatap lurus pada pusara di depan Lintang. Itu makam istrinya. Tyas benar-benar telah tiada. "Ayah ...." panggil Lintang pilu. Farid masih tak bergerak. Tapi dia merasa tubuhnya lemas. Hatinya hancur. Sangat sakit dan sedih. Dia tinggalkan istrinya dalam keadaan miskin dan menderita. Tak pernah berkabar, apalagi bertemu. Setelah hampir sembilan tahun, dia hanya mendapati nisan yang menunjukkan wanita yang dicintainya sudah beristirahat untuk selamanya. "Ayah ...." Wulan menarik pelan tangan Farid. Dengan tubuh gemetar, Farid melangkah mendekati nisan Tyas. Begitu dekat, dia terduduk. Dan meledaklah tangisnya. "Hhuuukk ... Uuhhhhuukkk ...." Tak ada yang bisa menahan kepedihannya. Rasa bersalah, merasa bodoh, merasa tak berguna, kembali memenuhi dirinya. Farid menelungkupkan kepala sampai dahinya menyentuh tanah makam itu. Lintang dan Wulan bersimpuh di kiri dan kanannya. Mereka tak bicara apa-apa. Mereka hanya bisa menangis meski tanpa suara. Hati mereka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28

Bab terbaru

  • The Hero of My Life   Home Sweet Home

    'Family is the best thing you could ever wish for. They are there for you, during the ups and downs and love you, no matter what' - Anynomous.Membaca kalimat singkat di atas, tentang sebuah keluarga, sangatlah tepat. Setiap kita berasal dari sebuah keluarga. Apapun dan bagaimanapun, mereka bagian hidup kita yang tidak akan pernah hilang. Banyak hal kita belajar pertama kali dari keluarga, dari orang tua kita dan saudara-saudara kita.Memang, tidak sedikit waktu kita kecewa, marah, dan tidak puas dengan mereka yang Tuhan ijinkan menjadi keluarga kita. Kita merasa yang terjadi sangat melukai dan tidak seharusnya. Namun, keluarga adalah keluarga. Mereka orang-orang yang berarti untuk kita bertumbuh, menjadi kuat dan tangguh, justru melalui banyak konflik yang kita hadapi bersama keluarga.'No family is perfect. We argue, we fight, we even stop talking to each other at times, but in the end, family is family' - Anonymous.Jika masih ada keluarga yang kita mi

  • The Hero of My Life   137. You Are Really My Hero

    Lintang menidurkan Kendra di ranjangnya. Masih dia usap-usap lembut rambutnya, memastikan putranya memang telah terlelap. Lintang mengecup keningnya, lalu dia selimuti hingga di bagian dada. Lintang tersenyum, melihat anak lelakinya yang lucu, bertumbuh penuh semangat, dan tampan menggemaskan. "Tidur nyenyak, Sayang. Mama dan papa akan selalu menjagamu. Bertumbuhlah sehat, kuat, dan jadi laki-laki tangguh dan baik hati," bisik Lintang. Dia tinggalkan Kendra dan berpindah ke kamar sebelah. Kamar Kinanti. Gadis cantik itu berbaring sambil memejamkan mata. Saat Lintang mendekat, dia tahu Kinanti belum benar-benar tidur. Bola matanya masih bergerak-gerak. Lintang mengusap keningnya lembut. Kinanti justru membuka matanya. "Tidurlah, Sayang ..." ucap Lintang lirih. Dia duduk di sisi ranjang. "Cerita dulu, Ma." Dengan mata sayu karena mengantuk Kinanti berkata. "Hm? Mau dibacain? Cerita yang mana, Sayang?" tanya Lintang. "Queen Esther," jawab

  • The Hero of My Life   136. Teringat Lagi Dua Gadis Kecil Itu

    Acara ultah selesai. Senyum dan tawa ceria terdengar lagi dari anak-anak itu. Beberapa saat berikutnya, Kinanti dengan riang berlari kecil menghampiri mama dan papanya. Dia membawa bingkisan besar, bukan satu, tapi tiga. "Lihat, Ma, Pa!" Dia tunjukkan apa yang dia bawa. Dia letakkan di meja di depan Lintang dan David. "Wah, dapat tiga?" David tersenyum lebar. Dia pandangi putrinya yang terlihat begitu gembira. "Ini buat aku, ini buat adik Ken. Yang ini ..." Kinanti menunjukkan bungkusan dengan kertas kado biru yang cantik. "... aku dapat hadiah ini, karena gaun aku paling unik." Mata gadis itu tertuju pada Lintang. "Ma ... maaf, aku tadi marah-marah sama Mama. Ternyata gaun pilihan Mama paling oke." Lintang dan David tersenyum mendengar kata-kata putri mereka. Kinanti mendekat pada Lintang dan memeluk mamanya kuat. Rasa hangat menjalar di hatinya. Dia menyesal sebelum pergi harus ribut dulu dengan sang ibu. "Aku sayang Mama. Aku ga mau

  • The Hero of My Life   135. Buah Jatuh Dekat Pohonnya

    "Ga mau! Aku mau yang merah! Masa pakai biru lagi?!" Gadis kecil dengan mata bulat bening itu cemberut. Bibirnya manyun, sementara kepalanya menggeleng keras membuat rambut ekor kudanya bergerak bebas dan lucu."Sayang ... mana bisa pakai yang merah? Dress code-nya warna biru," ucap wanita cantik dengan rambut hitam tebal di depannya. Dia berusaha sabar menghadapi gadis kecil yang ngotot dengan gaun pilihannya."Tapi, birunya itu lagi. Bosan aku, Ma." Gadis kecil itu masih saja kesal pada mamanya. Dia cemberut dengan alis berkerut hampir menyatu.Mamanya sudah tidak sabar, karena tidak berapa lama mereka harus segera berangkat atau akan terlambat."Terserah, Kinan mau pakai atau Mama ga akan mengantar pergi." Hilang akal, ancaman pun muncul."Ah, jangan! Iya, aku mau pakai." Dengan wajah masih cemberut, akhirnya gadis kecil itu mengalah.Dari arah pintu muncul seorang pria tampan, memandang pada kedua makhluk cantik yang bersiteg

  • The Hero of My Life   134. Ternyata Bukan Cuma Lintang

    Mito tersenyum. "Masuk bulan keempat. Dikerjain beneran aku. Harus ekstra sabar.""Hee ... hee..." David terkekeh."Kenapa?" Mito mengerutkan keningnya. Kok David ngakak gitu?"Nasib kita sama. Ternyata bukan cuma Lintang yang aneh-aneh." David menggeleng-geleng."Lintang juga hamil?" Mito memastikan."Masuk bulan kedua. Manja banget. Suka ngambek," jawab David."Listy ngambek nggak, dikit-dikit nangis. Ga enak di hatinya dikit, nangis. Minta apa ga cepat dapat, nangis," kata Mito.Lintang yang sudah balik dari toko mendengar percakapan dua calon bapak muda itu. Dia senyum sendiri, tapi merasa kasihan juga pada mereka.

  • The Hero of My Life   133. Bawaan Bayi Atau Mama yang Manja?

    Melihat ekspresi Lintang David ingin tertawa, tapi dia tahan. Takut saja kalau Lintang makin ngambek. "Jangan sensi, becanda ini." David mengambil sendok. "Mau suap? Doa dulu." Lintang menundukkan kepala, mengucapkan doa sebelum dia mulai makan. "Udah? Ayo, makan." Dan mulai David menyuap Lintang. Ternyata cuma telor ceplok dia lahap sekali. "Pintar ... dikit lagi abis." David tersenyum. "Tapi Kak Dave ga makan. Sini, aku yang suap." Lintang mengambil sendok di tangan David, menyuapi David gantian. "Hm, aku enak juga masak telor ini," ucap David dengan mulut penuh. "Abisin deh, aku minum aja. Udah makannya." Lintang minum seteng

  • The Hero of My Life   132. Strategi yang Tepat

    "Tidak.Tapi, kamu tenang saja, Lin. Posisi kamu sangat kuat. Bayu tak akan bisa melakukan apa-apa padamu," sahut Ridwan. "Ya, Pak. Aku paham," ucap Lintang, berusaha menenangkan dirinya. "Jika ada apa-apa, jangan sungkan hubungi aku, kapan saja," sambung Ridwan. "Tentu, Pak." kata Lintang. "Trimakasih, sudah mau saya repotkan." "It is okay." ujar Ridwan. Dan telpon selesai. Lintang menutup telpon. Dia menggigit bibirnya. Dia berharap Bayu akan mengurungkan niatnya datang. Atau dia begitu sibuk dan ga sempat mampir ke rumah ini. ***** "Terima kasih banyak, Mbak. Pesanannya kami antar besok langsung ke alamat ini." Senyum ramah Lintang mengembang. Dua pelanggan yang datang tersenyum pu

  • The Hero of My Life   131. Senyum Makin Lebar

    "Ayah ..." Lintang melongok di depan kantor ayahnya. "Kalian, masuklah." Farid meletakkan pena yang dipegangnya. Dia memandang anak dan menantunya yang berjalan masuk ke ruang kerjanya. "Ayah ..." Lintang memandang ayahnya. Farid sudah bisa menduga sebenarnya yang Lintang akan katakan. "Aku ... eh ... ayah akan jadi kakek." Lintang tersenyum. Farid pun melebarkan bibirnya. Dia tersenyum senang. "Ayah benar kan, Dave?" "Ya. Ayah benar." David tersenyum. "Ayah sudah tahu?" ujar Lintang, menatap ayahnya yang masih tersenyum senang. "Melihat kamu jadi aneh-aneh. Mirip ibumu saat mengandung kamu," kata Farid.

  • The Hero of My Life   130. Selamat, Sayangku

    David mengambil sepiring nasi goreng dan telur, lalu dia bawa ke depan. Lintang balik duduk di ruang tengah, di sofa yang sama. Lintang duduk bersandar pada punggung sofa. "Sayang, sarapan dulu," ujar David. Dia sodorkan piring di depan Lintang. "Ga mau. Eneg, Kak." Lagi-lagi jawaban ketus. "Alin, ini kamu sendiri yang masak," bujuk David. "Ga mau," sahut Lintang, dia bersedekap sambil mengerutkan kedua keningnya karena kesal. "Terus mau sarapan apa?" Agak gusar, David mencoba sabar. "Bubur sumsum," kata Lintang. Dia melirik pada David yang bingung dengan sikap Lintang. "Bubur sumsum?" David menjawab heran. "Iya, beliin." Lintang cemberut. "Jangan pakai ngambek, Alin. Aku ga enak sama ayah. Dipikir aku jahat sama kamu," sahut David. Lintang berdiri dan naik ke kamar. "Emang." David makin bingung. Dia bawa balik piring ke dapur. Ada Wulan juga sekarang di sana. "Dia ga mau?" tanya Farid. "Pingin bubur sumsum katanya," jawab David. Dia letakkan piring di tengah meja. "Sini

DMCA.com Protection Status