Di tengah-tengah ruang keluarga yang tampak seperti ring tinju –alih-alih menjadi tempat berkumpul semua anggota keluarga, ia satu-satunya yang masih berdiri dengan tegak, memandang dengan bengis dan nafas terengah-engah setelah ‘menaklukan’ semua orang. Perabotan rumah berada di posisi yang nggak seharusnya; bahkan sebagian besarnya patah atau hancur –meja makan, kursi, pajangan kaca, pot bunga, apa pun yang sebelumnya tertata dengan rapi, sekarang berantakan. Aku seringkali mengira kami akan mati di tangan ayahku setiap ia marah dan mulai memukul dengan membabi buta. Di dalam keremangan, aku melihatnya seperti sesosok makhluk besar berotot dengan wajah menakutkan dan tato di sekujur badan; seorang monster. Sebelum malam itu menjadi akhir dari tirani ayahku, aku nyaris mati berkali-kali. Dan setiap mengingat rasa sakit yang disebabkan oleh keberingasannya, tubuhku menggigil; begitu hafal d
Read more