Home / Fiksi Remaja / Take Me Back to Switzerland / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Take Me Back to Switzerland : Chapter 31 - Chapter 40

96 Chapters

Chapter 31 : Solution

Di sinilah mereka sekarang. Sudah ada empat orang yang duduk saling berhadapan di salah satu kafe. Terdapat Karina, Ishak, Marsha, dan tentu saja Calvin. Karina sendiri menerima tawaran dari Marsha untuk menemaninya sedangkan Ishak ikut bersama mereka setelah Marsha menceritakan semua kepadanya. Ishak tidak tahu jika teman satu tongkrongannya ini memiliki kebiasaan yang buruk ketika memiliki hubungan dengan seseorang. Ia pikir Calvin adalah anak yang baik dan lembut kepada perempuan. Akan tetapi, sifat kasarnya ternyata sangat berkebalikan ketika ia selalu manggung dengan menyanyikan lagu-lagu indie yang lembut. Belum ada satu pun yang mengeluarkan suara. Mereka berempat masih bergelut dengan pikirannya masing-masing. Sejujurnya saat ini Karina merasa takut untuk bertemu dengan Calvin karena ia sudah lama tidak bertemu dengannya. Akan tetapi, perasaannya menjadi lebih baik ketika Marsha ikut datang menemaninya. Karina sangat berterima kasih pada Marsha karena sudah
Read more

Chapter 32 : Hiking? Why not!

Hari ini adalah hari terakhir Marsha dan teman-temannya berada di kelas 11 karena saat ini adalah jadwal untuk penerimaan rapor murid. Sudah banyak orangtua dari murid yang berdatangan menuju ke kelas anak mereka masing-masing. Ketika orangtua mereka sedang mengambil rapor di kelas, para murid banyak yang menunggu di depan kelas bahkan di kantin. Seperti Marsha dan Lia saat ini. Mereka berdua sedang duduk di kantin sambil memakan camilan dan minuman bersama. Disusul oleh Haris dan ketiga temannya yang ikut duduk satu meja bersama dengan Marsha dan Lia. “Orangtua lo yang dateng siapa, Ris?” tanya Putra setelah mereka duduk di kursi masing-masing. Haris kini sudah duduk manis di sebelah Marsha dan asyik mengobrol berdua dengan kekasihnya. “Oh, ternyata lagi sibuk pacaran,” sungut Putra. Ia kemudian beralih menanyakan kepada tiga temannya yang lain, yakni Felix, Hugo, dan Lia. “Gue nggak ada yang dateng ambil rapor,” ujar Felix. Lia menaikkan alisnya ketika mendengar ja
Read more

Chapter 33 : Exercise on the Weekend

Esoknya, Haris, Felix, Putra, dan Hugo sudah berada di lapangan stadion pada pagi hari. Mereka kini sedang menunggu Ishak untuk melakukan latihan fisik bersama. Tak lama kemudian muncul Ishak bersama seorang laki-laki asing di belakangnya. Ishak melambaikan tangan kepada Haris dan menghampiri mereka berempat diikuti dengan temannya di belakang. “Nunggu lama nggak?” tanya Ishak sesampainya di depan Haris dan teman-temannya. “Enggak kok, Bang,” jawab Haris. Hubungan Haris dan Ishak menjadi lebih akrab ketika mereka sering bertemu di rumah Marsha. Haris juga mengubah sapaan Ishak yang awalnya Kak berubah menjadi Bang agar lebih akrab. Ia lalu bersalaman dengan Ishak diikuti oleh ketiga temannya. Mereka juga tidak lupa untuk bersalaman dengan teman Ishak. “Kenalin, Bang Bayu, kakak tingkat gue. Dia juga besok ikut kita ke Papandayan,” ucap Ishak memperkenalkan temannya kepada Haris dan teman-temannya. Bayu tersenyum dan menyapa mereka, “Salam kenal, ya, Bro. Pan
Read more

Chapter 34 : Departure

Mobil CR-V berwarna putih sudah terparkir di depan rumah Marsha. Hari ini adalah hari keberangkatannya menuju ke Swiss, tepatnya Zurich, di mana sepupunya tinggal. Sudah ada satu koper berukuran cukup besar dan tas ransel di bangku teras. Haris sudah siap mengantarkan kekasihnya ke bandara menggunakan mobil. Meskipun ia masih SMA, tetapi Haris sudah bisa mengendarai mobil, bahkan sejak awal SMA. Perempuan yang ditunggu belum juga keluar dari kamarnya. Marsha masih sibuk berdandan dan memilih pakaian yang tepat untuk berangkat ke Zurich.“Maaf, ya, Ris, nunggu lama,” ujar Marsha yang baru saja keluar. Haris yang tadinya sedang duduk bangkit dan menghadap kekasihnya. “Nggak apa-apa, masih ada yang perlu dibawa lagi nggak?” tanya laki-laki itu. Haris lantas mulai memasukkan koper Marsha ke dalam bagasi mobilnya.“Nggak ada deh kayaknya, bentar aku cek lagi,” timpal Marsha. Haris mengangguk dan menjawab, “Santai aja, masih dua jam
Read more

Chapter 35 : Ready to Hike

Udah siap semua?” Haris, Felix, Putra, Hugo, Ishak, dan Bayu kini sudah siap dengan tas carrier berukuran 60 liter di punggung mereka masing-masing. Kaus hitam dan putih lengan pendek bergambar grafis dengan dalaman manset hitam serta celana kargo sudah terpasang rapi di tubuh mereka. Tidak lupa aksesoris tambahan seperti topi dan bucket hat juga sudah berada di kepala milik beberapa dari mereka. Mereka berenam seperti paket lengkap idaman para wanita. “Duh, kita udah kayak boyband Korea aja, nih,” ujar Putra.“Lo aja sendiri, gue mah nggak mau,” timpal Haris dan disahuti oleh Hugo, “Gue juga.” Putra menurunkan senyumnya mendengar perkataan kedua temannya. Ia lalu beralih ke arah Felix karena pasti laki-laki itu akan selalu berada di pihaknya. “Ya udah, gue aja sama lo, ya, Lix.” Felix tidak menanggapi. Laki-laki itu sibuk memasukkan cover bag ke dalam tas carrier-nya.“Kalau udah siap semua, kita
Read more

Chapter 36 : Arrival

Suasana bandara yang ramai memenuhi pandangan Marsha ketika pertama kali menginjak negara Swiss. Ya, akhirnya Marsha telah sampai di Swiss tepatnya Kota Zurich setelah tujuh belas jam lamanya ia duduk di kursi pesawat. Perempuan itu berjalan mendorong kopernya menuju lobby bandara. Sepupunya bilang jika ia sudah menunggunya sejak tadi. Marsha berusaha menajamkan matanya untuk mencari sepupunya di antara banyak orang yang berlalu lalang. Gotcha. Marsha melihat Peter sedang berdiri sambil bersandar di sebelah mobil berwarna hitam. Ia segera menghampiri sepupunya itu.“Hey, Peter,” sapa Marsha setelah sampai di depan sepupunya sedangkan Peter belum menyadari kehadiran Marsha karena suara yang terlalu bising. Marsha pun mencolek pundak Peter dan laki-laki itu langsung menoleh. “Oh, Hey,” sapa Peter. Ia lantas memeluk Marsha dan bercipika-cipiki dengan sepupu kesayangannya. Peter lalu membantu Marsha membawakan kopernya dan meletakkannya di bagasi belakang
Read more

Chapter 37 : The Crater

“Gila, baru jalan sebentar aja pemandangannya udah bagus banget. Nggak nyesel gue ikut ndaki ke sini bareng kalian.” Bayu, Ishak, Haris, Felix, Putra, dan Hugo sudah tiga puluh menit berjalan di jalur pendakian Gunung Papandayan. Rute perjalanan yang mereka lalui relatif mudah untuk pemula seperti Haris dan teman-temannya. Saat ini mereka sedang berhenti di jalur yang terdapat banyak kawah di sepanjang jalan. Keenam laki-laki itu mengambil kesempatan untuk berfoto sejenak menggunakan kamera yang Felix bawa. Pemandangan yang disuguhkan oleh Gunung Papandayan sangat indah karena terdapat banyak kawah yang masih aktif padahal mereka baru saja berjalan selama kurang lebih tiga puluh menit. Mereka berenam kini telah sampai di Kawah Mas. Kawah Mas merupakan salah satu objek menarik yang ada di Gunung Papandayan. Kawah ini merupakan salah satu kawah yang masih aktif di Gunung Papandayan. Kawah ini dikelilingi lereng yang curam. Beberapa di antaranya masih rapuh dan mudah me
Read more

Chapter 38 : Strolling Around the City

"Guten morgen, Marsha!"Ucapan selamat pagi dari Peter terngiang-ngiang di kepala Marsha yang masih belum sepenuhnya sadar. Perempuan itu berjalan keluar kamar dan melihat sudah ada sepupunya serta kedua orangtua Peter yang kini sedang duduk berhadapan untuk sarapan bersama. Senyum lebar langsung terpancar ketika Marsha menyapa om dan tantenya. "Guten morgen, Marsha. Ayo sini sarapan dulu," sapa Paman Sam. Sang tante yang sedang memasak untuk sarapan ikut menyapa keponakannya.Marsha lantas ikut duduk di meja bundar bersama dengan sepupu dan om serta tantenya. Sang tante kemudian menyajikan empat mangkuk yang berisi seperti oatmeal dengan tambahan buah-buahan di atasnya. "Ini sarapan yang biasa kita makan di pagi hari, Nak. Namanya Bircher Müesli. Isinya ada campuran oat, kacang-kacangan, jus lemon dan di atasnya ditaburin sama stoberi dan bluberi," jelas sang tante. Marsha mengangguk paham ketika mendengar penjelasan dari tantenya. Tida
Read more

Chapter 39 : Summit Attack

Suasana Gunung Papandayan ketika malam hari sangatlah dingin. Pondok Salada kini sudah ditutupi oleh kabut dan embun di sekitarnya. Para pendaki yang tadinya sedang duduk santai di depan lantas masuk ke dalam tenda masing-masing untuk menghangatkan diri. Sama seperti Bayu, Ishak, Haris, Felix, Putra dan Hugo, keenam laki-laki itu sudah berjejer rapi di dalam tenda dengan sleeping bag yang masing-masing mereka bawa. Meskipun suhu di luar tenda sangat dingin, mereka berenam tetap berbincang satu sama lain sambil berbaring. Mereka tidak sadar jika sudah mengobrol cukup lama sampai pukul dua belas malam. Satu per satu dari mereka pun sudah tertidur pulas. Mereka berenam harus menyiapkan energi untuk esok hari karena akan melakukan summit attack. Summit attack adalah istilah yang biasa digunakan oleh para pendaki ketika mereka akan mengejar puncak sejak dini hari. Biasanya para pendaki akan memulai pendakian mereka menuju puncak ketika langit masih gela
Read more

Chapter 40 : An Accident

Setelah berjalan jauh menuju ke puncak Tegal Alun, keenam laki-laki itu sudah sampai di Pondok Salada pada siang hari. Mereka beristirahat di dalam tenda setelah menguras energinya untuk summit attack. Putra dan Felix kini sudah tertidur pulas tepat setelah mereka sampai di tenda sedangkan Haris dan Hugo hanya berbaring sambil memainkan ponsel mereka masing-masing. Di luar tenda sendiri ada Bayu dan Ishak yang sedang memasak makanan untuk menu makan siang. Bayu dan Ishak tampak tidak kelelahan meskipun mereka baru saja mengejar summit attack yang melelahkan. Maklum, mereka berdua sudah sering mendaki gunung sehingga tidak terlalu terkejut.Menu makan siang hari ini adalah telur orak-arik dengan tumis sosis dan bakso. Ishak mengambil alih peralatan masak dengan dibantu Bayu yang bertugas menjadi asistennya. Pertama-tama, Ishak akan memasak nasi terlebih dahulu karena sejak kemarin mereka berenam belum mendapatkan karbohidrat yang berasal dari beras. Ishak ten
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status