Esoknya, Haris, Felix, Putra, dan Hugo sudah berada di lapangan stadion pada pagi hari. Mereka kini sedang menunggu Ishak untuk melakukan latihan fisik bersama. Tak lama kemudian muncul Ishak bersama seorang laki-laki asing di belakangnya. Ishak melambaikan tangan kepada Haris dan menghampiri mereka berempat diikuti dengan temannya di belakang. “Nunggu lama nggak?” tanya Ishak sesampainya di depan Haris dan teman-temannya.
“Enggak kok, Bang,” jawab Haris. Hubungan Haris dan Ishak menjadi lebih akrab ketika mereka sering bertemu di rumah Marsha. Haris juga mengubah sapaan Ishak yang awalnya Kak berubah menjadi Bang agar lebih akrab. Ia lalu bersalaman dengan Ishak diikuti oleh ketiga temannya. Mereka juga tidak lupa untuk bersalaman dengan teman Ishak.
“Kenalin, Bang Bayu, kakak tingkat gue. Dia juga besok ikut kita ke Papandayan,” ucap Ishak memperkenalkan temannya kepada Haris dan teman-temannya. Bayu tersenyum dan menyapa mereka, “Salam kenal, ya, Bro. Pan
Mobil CR-V berwarna putih sudah terparkir di depan rumah Marsha. Hari ini adalah hari keberangkatannya menuju ke Swiss, tepatnya Zurich, di mana sepupunya tinggal. Sudah ada satu koper berukuran cukup besar dan tas ransel di bangku teras. Haris sudah siap mengantarkan kekasihnya ke bandara menggunakan mobil. Meskipun ia masih SMA, tetapi Haris sudah bisa mengendarai mobil, bahkan sejak awal SMA. Perempuan yang ditunggu belum juga keluar dari kamarnya. Marsha masih sibuk berdandan dan memilih pakaian yang tepat untuk berangkat ke Zurich.“Maaf, ya, Ris, nunggu lama,” ujar Marsha yang baru saja keluar. Haris yang tadinya sedang duduk bangkit dan menghadap kekasihnya. “Nggak apa-apa, masih ada yang perlu dibawa lagi nggak?” tanya laki-laki itu. Haris lantas mulai memasukkan koper Marsha ke dalam bagasi mobilnya.“Nggak ada deh kayaknya, bentar aku cek lagi,” timpal Marsha. Haris mengangguk dan menjawab, “Santai aja, masih dua jam
Udah siap semua?”Haris, Felix, Putra, Hugo, Ishak, dan Bayu kini sudah siap dengan tas carrier berukuran 60 liter di punggung mereka masing-masing. Kaus hitam dan putih lengan pendek bergambar grafis dengan dalaman manset hitam serta celana kargo sudah terpasang rapi di tubuh mereka. Tidak lupa aksesoris tambahan seperti topi dan bucket hat juga sudah berada di kepala milik beberapa dari mereka. Mereka berenam seperti paket lengkap idaman para wanita. “Duh, kita udah kayak boyband Korea aja, nih,” ujar Putra.“Lo aja sendiri, gue mah nggak mau,” timpal Haris dan disahuti oleh Hugo, “Gue juga.” Putra menurunkan senyumnya mendengar perkataan kedua temannya. Ia lalu beralih ke arah Felix karena pasti laki-laki itu akan selalu berada di pihaknya. “Ya udah, gue aja sama lo, ya, Lix.” Felix tidak menanggapi. Laki-laki itu sibuk memasukkan cover bag ke dalam tas carrier-nya.“Kalau udah siap semua, kita
Suasana bandara yang ramai memenuhi pandangan Marsha ketika pertama kali menginjak negara Swiss. Ya, akhirnya Marsha telah sampai di Swiss tepatnya Kota Zurich setelah tujuh belas jam lamanya ia duduk di kursi pesawat. Perempuan itu berjalan mendorong kopernya menuju lobby bandara. Sepupunya bilang jika ia sudah menunggunya sejak tadi. Marsha berusaha menajamkan matanya untuk mencari sepupunya di antara banyak orang yang berlalu lalang. Gotcha. Marsha melihat Peter sedang berdiri sambil bersandar di sebelah mobil berwarna hitam. Ia segera menghampiri sepupunya itu.“Hey, Peter,” sapa Marsha setelah sampai di depan sepupunya sedangkan Peter belum menyadari kehadiran Marsha karena suara yang terlalu bising. Marsha pun mencolek pundak Peter dan laki-laki itu langsung menoleh. “Oh, Hey,” sapa Peter. Ia lantas memeluk Marsha dan bercipika-cipiki dengan sepupu kesayangannya. Peter lalu membantu Marsha membawakan kopernya dan meletakkannya di bagasi belakang
“Gila, baru jalan sebentar aja pemandangannya udah bagus banget. Nggak nyesel gue ikut ndaki ke sini bareng kalian.” Bayu, Ishak, Haris, Felix, Putra, dan Hugo sudah tiga puluh menit berjalan di jalur pendakian Gunung Papandayan. Rute perjalanan yang mereka lalui relatif mudah untuk pemula seperti Haris dan teman-temannya. Saat ini mereka sedang berhenti di jalur yang terdapat banyak kawah di sepanjang jalan. Keenam laki-laki itu mengambil kesempatan untuk berfoto sejenak menggunakan kamera yang Felix bawa. Pemandangan yang disuguhkan oleh Gunung Papandayan sangat indah karena terdapat banyak kawah yang masih aktif padahal mereka baru saja berjalan selama kurang lebih tiga puluh menit. Mereka berenam kini telah sampai di Kawah Mas. Kawah Mas merupakan salah satu objek menarik yang ada di Gunung Papandayan. Kawah ini merupakan salah satu kawah yang masih aktif di Gunung Papandayan. Kawah ini dikelilingi lereng yang curam. Beberapa di antaranya masih rapuh dan mudah me
"Guten morgen, Marsha!"Ucapan selamat pagi dari Peter terngiang-ngiang di kepala Marsha yang masih belum sepenuhnya sadar. Perempuan itu berjalan keluar kamar dan melihat sudah ada sepupunya serta kedua orangtua Peter yang kini sedang duduk berhadapan untuk sarapan bersama. Senyum lebar langsung terpancar ketika Marsha menyapa om dan tantenya. "Guten morgen, Marsha. Ayo sini sarapan dulu," sapa Paman Sam. Sang tante yang sedang memasak untuk sarapan ikut menyapa keponakannya.Marsha lantas ikut duduk di meja bundar bersama dengan sepupu dan om serta tantenya. Sang tante kemudian menyajikan empat mangkuk yang berisi seperti oatmeal dengan tambahan buah-buahan di atasnya. "Ini sarapan yang biasa kita makan di pagi hari, Nak. Namanya Bircher Müesli. Isinya ada campuran oat, kacang-kacangan, jus lemon dan di atasnya ditaburin sama stoberi dan bluberi," jelas sang tante. Marsha mengangguk paham ketika mendengar penjelasan dari tantenya. Tida
Suasana Gunung Papandayan ketika malam hari sangatlah dingin. Pondok Salada kini sudah ditutupi oleh kabut dan embun di sekitarnya. Para pendaki yang tadinya sedang duduk santai di depan lantas masuk ke dalam tenda masing-masing untuk menghangatkan diri. Sama seperti Bayu, Ishak, Haris, Felix, Putra dan Hugo, keenam laki-laki itu sudah berjejer rapi di dalam tenda dengan sleeping bag yang masing-masing mereka bawa. Meskipun suhu di luar tenda sangat dingin, mereka berenam tetap berbincang satu sama lain sambil berbaring. Mereka tidak sadar jika sudah mengobrol cukup lama sampai pukul dua belas malam. Satu per satu dari mereka pun sudah tertidur pulas. Mereka berenam harus menyiapkan energi untuk esok hari karena akan melakukan summit attack. Summit attack adalah istilah yang biasa digunakan oleh para pendaki ketika mereka akan mengejar puncak sejak dini hari. Biasanya para pendaki akan memulai pendakian mereka menuju puncak ketika langit masih gela
Setelah berjalan jauh menuju ke puncak Tegal Alun, keenam laki-laki itu sudah sampai di Pondok Salada pada siang hari. Mereka beristirahat di dalam tenda setelah menguras energinya untuk summit attack. Putra dan Felix kini sudah tertidur pulas tepat setelah mereka sampai di tenda sedangkan Haris dan Hugo hanya berbaring sambil memainkan ponsel mereka masing-masing. Di luar tenda sendiri ada Bayu dan Ishak yang sedang memasak makanan untuk menu makan siang. Bayu dan Ishak tampak tidak kelelahan meskipun mereka baru saja mengejar summit attack yang melelahkan. Maklum, mereka berdua sudah sering mendaki gunung sehingga tidak terlalu terkejut.Menu makan siang hari ini adalah telur orak-arik dengan tumis sosis dan bakso. Ishak mengambil alih peralatan masak dengan dibantu Bayu yang bertugas menjadi asistennya. Pertama-tama, Ishak akan memasak nasi terlebih dahulu karena sejak kemarin mereka berenam belum mendapatkan karbohidrat yang berasal dari beras. Ishak ten
Felix segera lompat ke bawah tebing untuk menyusul Haris yang kini sedang berbaring kesakitan. Haris jatuh ke bawah tebing dengan posisi miring yang menyebabkan tangan kanannya mengalami luka-luka dan mengeluarkan darah cukup banyak. Laki-laki itu terlihat seperti sedang menahan sakit dan Haris sedang berusaha untuk bangun tetapi dirinya tidak kuat sehingga terjatuh kembali. Felix lantas membangunkan Haris dari posisinya dan berusaha untuk mengangkatnya ke atas tebing. Untung saja terdapat dua pendaki yang menyaksikan kejadian tersebut dan mereka segera membantu Felix untuk mengangkat Haris. Salah satu dari pendaki itu menawarkan diri untuk menggendong Haris menuju ke tenda mereka. Dengan sigap mereka segera membawa Haris menuju tempat di mana tendanya berada. Bayu, Ishak, Putra, dan Hugo yang sedang duduk di depan tenda sambil berbincang sontak kaget ketika melihat temannya yang kini digendong oleh pendaki lain. Mereka tambah kaget saat melihat terdapat luka yang cukup leba
Epilog: The Good EndingTidak ada yang pernah menduga tentang takdir seseorang. Haris dan Marsha yang sudah menjadi sepasang kekasih sejak SMA ternyata benar-benar menjadi sepasang kekasih yang melanjutkan sampai di pelaminan. Marsha yang awalnya berpikir akan berakhir menikah dengan Felix pun ternyata salah. Setelah semua masa lalu kelam dan pedih yang Marsha alami, ia akan tetap kembali kepada Haris. Sejauh apa pun Marsha berlari, Tuhan akan selalu berusaha untuk mempertemukan mereka berdua. Seperti yang disebut dengan takdir, Haris dan Marsha adalah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan dan tidak bisa diganggu gugat.Sama seperti Marsha, Felix yang awalnya mengira bahwa Marsha adalah takdirnya ternyata salah besar. Sejauh apa pun Felix berusaha untuk meraih Marsha, pria itu tetap tidak bisa menggapainya. Cinta yang Felix pendam sejak pertama kali bertemu dengan Marsha pada kenyataannya tidak akan pernah bisa terbalaskan. Walaupun pada
Waktu hanya tinggal tersisa dua hari lagi menuju hari bahagia. Segala persiapan sudah Marsha dan Haris lakukan. Mereka berdua berhasil menyiapkan pernikahan hanya dalam rentang waktu satu minggu saja. Tentu saja, mereka berdua tidak melakukannya sendiri. Haris dan Marsha dibantu oleh masing-masing kedua orangtua mereka dan juga sahabat serta teman dekat mereka. Namun, sebelum itu, Marsha harus membatalkan segala proses di Swiss yang pada awalnya akan menjadi hari penikahan Marsha dan Felix. Akan tetapi, ternyata segala urusan tersebut sudah diselesaikan oleh Felix seorang diri.Salah satu rekan kantor Felix, Juan, kemarin menelepon Marsha secara mendadak. Pria itu berkata bahwa seluruh proses yang sudah disiapkan mulai dari gedung, peralatan, gaun dan jas, serta wedding organizer sudah dibatalkan oleh Felix. Karena pembatalan tersebut Marsha dan Felix harus merelakan biaya yang cukup banyak yang mereka gunakan sebagai modal pernikahan. Namun, sayangnya yang membuat Marsha kec
Setelah sekian lama berusaha untuk menghilang dan bersembunyi dari orang-orang yang dikenal, Marsha akhirnya memberanikan diri untuk kembali terbang ke negara tempat di mana ia lahirkan, Indonesia. Marsha berangkat kembali menuju ke Indonesia bersama dengan Willy dan Haris yang siap mendampingi kapan pun dan di mana pun ia berada. Marsha awalnya menolak mentah-mentah ketika Haris mengajaknya untuk kembali ke Indonesia. Namun, perlahan demi pasti, akhirnya Haris berhasil membujuk wanita itu agar mau kembali ke Indonesia untuk bertemu sahabat dan teman-temannya terutama kedua orangtuanya.Siang ini, pesawat yang Marsha, Haris, dan Willy naiki sudah mendarat di bandara internasional Indonesia. Haris menggenggam tangan Marsha sambil menggendong Willy dan mengajak mereka untuk segera keluar dari bandara. Tujuan pertama mereka adalah apartemen milik Haris. Tentu saja, Marsha masih belum siap jika setelah ini ia langsung bertemu dengan kedua orangtuanya setela
Hingga sampai pagi ini, Marsha masih belum mendapatkan kabar apa pun dari Felix. Ia sudah berulang kali memberikan pesan dan menelepon kepada Felix tetapi hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban apa pun. Bahkan ketika Marsha berusaha untuk menanyakan Felix melalui Juan, pria itu tidak bisa memberitahunya. Padahal, Marsha sudah memilih gaun pengantin untuk dirinya dan juga jas tuksedo untuk Felix di butik fitting kemarin. Marsha sudah bersusah payah untuk memilih jas tuksedo yang cocok digunakan untuk Felix. Ia takut jika jas tuksedo yang dipilihnya tidak sesuai dengan selera pakaian Felix.Saat ini, Marsha sedang merapikan pakaian di lemarinya sembari membersihkan kamarnya yang terlihat berantakan. Sekitar tiga puluh menit yang lalu, Marsha sudah mengantarkan Willy ke sekolah dan ia akan menjemputnya kembali pada pukul sebelas siang nanti. Sebenarnya hari ini adalah jadwal Marsha dan Felix untuk bertemu dengan agen wedding organizer yang sudah mereka pilih untuk menentukan tem
Hari ini adalah jadwalnya bagi Marsha dan Felix untuk melakukan fitting gaun pengantin untuk Marsha dan jas tuksedo untuk Felix. Wanita itu sudah siap dengan dirinya setelah selesai mengantarkan Willy ke sekolah. Akan tetapi, sejak tadi malam Marsha tidak mendapatkan kabar dari Felix. Pria itu tidak membalas pesan dari Marsha sejak sore hari kemarin. Hal itu pun membuat jadwal perjanjian mereka dengan butik untuk melakukan fitting diundur. Marsha sendiri sudah berusaha untuk menghubungi Felix berulang kali tetapi hingga sampai saat ini ia tidak mendapatkan balasan apa pun.Apakah Felix marah dengan Marsha karena sikap anehnya kemarin? Marsha bisa menebak akan hal itu karena perubahan sikap Felix tepat setelah mereka selesai membeli cincin pernikahan. Felix bahkan tidak mengajaknya berbicara terlalu sering saat mereka berdua berada di dalam mobil. Karena hal itulah Marsha akhirnya berusaha untuk menghilangkan mood buruk dan mengalahkan rasa egonya demi mengajak Felix mengobrol
Ternyata, hari itu adalah pertemuan terakhir Haris dan Marsha. Setelah bertemu dan berbincang dengan Felix di kafetaria hotel, Haris memutuskan untuk pulang kembali ke Jerman pada esok hari. Pria itu benar-benar sudah merelakan Marsha demi kebahagiaan wanita itu sendiri. Haris tidak boleh egois, bukan hanya dia lah yang menderita selama ini. Akan tetapi, Marsha ternyata lebih menderita darinya. Oleh karena itu, Haris sudah merelakan Marsha kepada Felix dan berharap mereka berdua akan menjalankan hidup yang harmonis.Setelah pertemuan Haris dan Felix di kafetaria, mereka berdua kembali menjadi akrab seperti dahulu. Baik Haris maupun Felix, mereka berdua meminta maaf satu sama lain atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Felix meminta maaf karena tidak memberitahu tentang Marsha selama ini kepada Haris sedangkan Haris meminta maaf karena tadi ia memukul Felix sampai berdarah dengan penuh emosi. Pada saat itu pun mereka mulai bertukar tentang banyak cerita. Pertemanan mereka y
"Asal kamu tau, aku nggak pernah membenci kamu, Ris. Tapi maaf, kita udah nggak bisa kembali kayak dulu lagi karena aku dan Felix udah terikat dalam sebuah hubungan dan satu bulan lagi aku dan Felix menikah," ucap Marsha yang sontak membuat jantung Haris seakan berhenti mendadak.Setelah mendengar perkataan Marsha baru saja, Haris langsung merenggangkan pelukannya dengan Marsha. Pria itu berjalan mundur perlahan seakan terkejut dengan ucapan Marsha. Ya, Haris tentu saja terkejut bukan main. Kedua kakinya saat ini terasa seperti tidak mempunyai kekuatan untuk menahannya agar tetap berdiri. Tubuh Haris melemas. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Keringat di dahinya mulai muncul perlahan. Ia mengusap wajahnya perlahan dan berusaha menyadarkan diri apakah saat ini hanyalah khayalannya saja. Namun, semua ini adalah kenyataan.Sementara itu, saat ini Marsha hanya menundukkan kepalanya dan menatap ke bawah lantai. Wanita itu belum siap untuk melihat bagaimana reaksi yan
"Felix? Lo ngapain di sini?" Haris bertanya kepada Felix yang kini sudah berhadapan dengan teman lamanya saat SMA. Rasa kantuk yang sebelumnya masih menyelimuti diri Haris kini sudah hilang sepenuhnya. Seluruh indra yang dimilikinya tampak bekerja menjadi lebih giat setelah melihat seseorang di depannya. Haris meneguk ludahnya perlahan. Pria yang saat ini sedang berdiri di hadapannya masih belum menjawab pertanyaan dari Haris. Tampaknya Felix masih sangat terkejut dengan kehadiran Haris yang secara tiba-tiba sudah berada di rumah calon istrinya. "Oh, shit," ucap Marsha yang tiba-tiba sudah berdiri di antara Haris dan Felix. Wanita itu tampak memijat dahinya pelan karena situasi yang saat ini sedang berlangsung. Di antara Haris dan Felix, mereka berdua bahkan belum merasakan stres yang mendalam dengan situasi saat ini. Marsha lah yang merasa paling pusing di antara mereka. Sebuah memori yang dulu pernah terjadi kembali terulang di benak Marsha ketika pada saat
"Mama, kenalin Paman di sebelah aku namanya Paman Haris! Paman Haris baik banget udah beliin aku makanan di minimarket dan nganterin aku pulang sampai ke rumah!" ucap Willy dengan semangat yang tanpa tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Marsha masih diam dan tidak menghiraukan perkataan anaknya. Saat ini, ia masih terhanyut dengan kehadiran Haris di depannya. Sama seperti Marsha, Haris pun masih terdiam dan tidak mengeluarkan suara apa pun. Pria itu masih memandangi wajah wanita yang sudah lima tahun tidak ia temui dengan lekat.Wanita yang saat ini berada di hadapannya sudah sangat berbeda dengan Marsha yang terakhir kali ia temui pada lima tahun yang lalu. Rambut panjang lurus berwarna hitam sepinggang yang biasa Haris lihat dahulu kini sudah berubah menjadi rambut pendek berwarna cokelat hazelnut sebahu. Akan tetapi, wajah cantik dan indah milik Marsha masih sama seperti dahulu, tidak ada yang berubah. Marsha masih terlihat sangat cantik, bahkan wanita itu menjadi lebih