Beranda / Romansa / Deportation / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Deportation : Bab 21 - Bab 30

46 Bab

21. Jealous?

Nina tak berani menatap Nick. Ia tahu Nick meliriknya beberapa kali. Entah kenapa Nina merasa tatapan Nick kali ini tidak bersahabat. Aura dingin nan menyeramkan mengacaukan atmosfer.   Perasaan gelisah ternyata terus menyelimuti Nina. Bahkan saat pulang kantor Nick menyuruhnya untuk pulang duluan. Nina tak berani bertanya. Ia lekas meninggalkan gedung dan memesan ojek online.   Di rumah ia bertemu Bia. Kakaknya itu sedang menyuapi anaknya di taman belakang. Nina mendekat, berharap bisa curhat.   "Ngapain lo monyong gitu? Gak salah lo gue panggil lele. Mirip banget dah, kurang kumisnya aja, hahaha," gelak Bia.   "Ish, paan sih. Empati dikit kek, tanyain kenapa cemberut adikku sayang, gitu kek," rajuk Nina.   "Hilih, najis. Ck, yaudah, laki lo mana? Kok lu pulang sendiri? Gara-gara itu lo cemberut? Berantem ya?" tanya Bia.   "Ntu dia."   N
Baca selengkapnya

22. Kamar temaram

Nina masih akan marah ketika merasakan tarikan tangan Nick yang memangkas jarak di antara mereka. Lalu saat bibir mereka menyatu, ia sebenarnya masih ingin mengulang pidatonya yang tanpa sensor itu. Namun, ciuman itu begitu lembut dan memabukkan. Nina dapat mencecap rasa mint yang manis dari mulut pria itu. Ketika Nina ingin menarik diri, Nick malah memperdalam ciumannya. Ia menarik wanita itu ke dalam pelukannya, Nina tak berkutik. Tubuhnya seakan melemah dan terbuai.    Ia bahkan tak sadar, kapan Nick berhasil membopongnya hingga ke kamar. Dengan lembut Nick membelai rambutnya-yang entah kapan tanpa penutup dan terurai. Ia masih tak bisa mengerti kenapa tak ada perlawanan saat Nick menyentuhnya kemudian membawa mereka pada percintaan yang sesungguhnya. Ciuman menjadi hal yang candu, setiap sentuhan menjadi racun yang memabukkan. Nina enggan menolak, malah tubuhnya dengan primitif meminta dan mendamba. Nick menciptakan alunan nada baru untuk Nina, seperti
Baca selengkapnya

23. Haru

Benar saja, papa dan mama Nina sudah nongol di pintu depan. Membawa barang-barang Nina dan tidak lupa membawa sarapan."Pasti kamu belum masak kan, Nin?" sindir Mama saat mereka berdua menuju dapur.Mampus gue, untung Nick gak denger. Mak gue kadang mulutnya udah kayak mertua di sinetron yah, sindirannya setajam silet. Batin Nina.Nina hanya cengengesan mendengar kata mamanya. Nina segera membuatkan teh untuk sarapan bersama. Lalu membantu mama menyiapkan sarapan berupa lontong medan.Dih, kirain masak. Taunya beli juga, batinnya lagi."Sebenarnya tadi mama udah masak, cuma ingat bawain kamu sarapan baru di jalan tadi." Mama seakan bisa membaca cemooh Nina meski hanya dalam hati, Nina jadi malu. Mata Nina tak lepas dari Nick yang berada di sampingnya. Pria itu terlihat gusar, ia hanya mengaduk-aduk sarapannya. "Makanlah, gak enak sama mama yang udah capek-capek bawain," bisiknya. Padahal sebenarnya karena ia khawatir Nick masuk angin jika gak sarapan. Namun, hal itu cukup berhasil.
Baca selengkapnya

24. Who is Arthur?

Nina dan beberapa orang yang ada di ruangan itu serempak memandangi pria jangkung yang baru saja tiba. Wajah pria berwajah tirus itu terlihat tak kalah sedih. Isak tangisnya terdengar.    "Arthur?" mommy Nick tampak terkejut.   Setelahnya, wajah lembut itu kembali melunak, matanya kembali basah. Ia menjangkau wajah pemuda itu perlahan, lalu menerimanya ke dalam pelukan. Keduanya menangis sesegukan.    Nina memperhatikan meski dalam hati bertanya-tanya, siapa gerangan pria itu. Ia melirik Nick, suaminya itu hanya mematung dan mengabaikan drama yang terjadi.    Hey, ini siapa? Kok cuek gitu? batin Nina.    Ia berharap Nick menjelaskan padanya. Namun, percuma, suaminya itu bahkan buang muka.    "How is he?" tanya pria yang bernama Arthur itu.    "Jom, kite tengok," ajak mommy Nick.    M
Baca selengkapnya

25. Keributan

Nina merasakan sosok di hadapannya begitu dekat. Ia bahkan dapat merasakan hembusan napas pria itu di wajahnya. Awalnya Nina berpikir kalau itu Nick, ternyata dugaannya salah. Sewaktu membuka mata wajah Arthur begitu dekat.    Nina kaget, ia sampai berdiri secara spontan. Hingga kepalanya membentur wajah Arthur dengan cukup keras.    "Ouch!" pekik pria itu menahan sakit di bagian bawah dagunya.    "Ups, sorry. Gue kaget tadi soalnya."   Mampus, bahasa asli gue keluar. Die ngerti kagak ye? batin Nina.    "It's oke. Gue juga kaget," jawab Arthur santai, meski sesekali masih meringis kesakitan.    Eh, dia bisa bahasa gue?    "Eh, lo bisa ...."    "Sst, ini antara kita aja. Gue pernah stay di Indo. But no body knows. So, antara kita aja, ya," bisiknya pelan.   
Baca selengkapnya

26. Pondok Mertua Indah

Mobil melaju menembus kemacetan kota yang mulai terlihat. Arthur bak pembalap memacu mobil sport itu dengan kecepatan tinggi. Nina sampai harus berpegangan erat pada seatbeltnya sambil melafazkan doa yang ia tahu. Rasanya terlalu nahas jika ia harus mati di negeri orang seperti sekarang. Tak sampai lima belas menit, mobil mereka sampai di parkiran. Arthur dan Nick gegas berlari menuju tempat ayah mereka. Nina mengekor dari belakang. "Nin, awak call Jason, please," ujar Nick disela kepanikannya. "Sorry, hape gue tinggal," jawabnya menyesal. "Nah, pakai my phone." Nick menyerahkan ponsel pintarnya. "Wait! Kodenya?" "two seven double zero," ujar Nick sebelum melesat meninggalkan Nina." "Dua tujuh, nol nol," ulang Nina. Hm, angka dua tujuh lagi. Tanggal lahir gue, batin Nina. Kemudian ia segera mencari nomor Jason dan menekan tanda menghubungi. "Halo, Jason? Ni gue Nina. Jas ...." "Gue udah di bawah Nin. Gue langsung ke sini tadi dari bandara. Lantai berapa ruangannya?" Nina ke
Baca selengkapnya

27. Gagal Move-on

"Encik Dua tujuh?" tanya Nina bingung sekaligus penasaran.Sang EO melirik pada mommy Nick sekilas sebelum memperbaiki kekeliruan yang telah dibuatnya."Eh, tak delah. Ehm, mirip pelanggan saye, jer. Tapi taklah, mate saye ni dah mulai tue agaknye. Encik jauh lebih lawe lah. Eh, ape orang Indon cakap? Ayu, cantik banget," ujarnya menirukan logat negaranya.Nina enggan berdebat, cukup ia merekam apa yang ia dengar saat ini. Namun, ia tidak dapat mengelak dari pikirannya yang kini melayang jauh.Apa Nick punya pacar? Dua tujuh? Jadi angka itu....Dadanya tiba-tiba saja terasa nyeri. Selama ini ia pikir kalau angka itu adalah tentang dirinya. Ternyata bukan, ada orang lain yang memang bergelar angka itu, entah apa maksudnya. Yang pasti Nina akan mencari tahu.Alih-alih bertanya pada mommy Nick, Nina lebih memilih mengorek informasi dari orang yang ia percaya–Kak Siti. Sore itu asisten rumah tangga keluarga Nick itu tengah sibuk menyiram bunga di halaman. Pelan-pelan Nina mendekatinya."Ka
Baca selengkapnya

28. Pelik

Undangan telah disebar melalui para sahabat maupun media sosial. Keluarga Nick memang cukup tersohor, apalagi di kalangan pembesar di negara yang berbasis kerajaan itu. Tamu-tamu besar akan hadir. Meski sejak awal Nick ingin konsepnya sederhana dan kekeluargaan, tetapi ia tidak bisa menolak basa-basi dari para relasi yang membantu bisnis keluarganya selama ini. Sehingga, mau tak mau perhelatan ini cukup terasa mewah meski diadakan di rumah.    Dua hari menjelang hari-H, keluarga Nina telah sampai di KL. Nina senang bukan kepalang saat bertemu Bia dan mamanya. Beberapa kali ia memeluk dua orang wanita paling berarti di hidupnya itu.   "Iih, Lele, lepasin gue! Pa-paan sih, lu. Kayak gak pernah ketemu seabad aja. Belom juga sebulan, norak deh. Tuh, baru nyadar kan lu betapa ngangeninnya gue?" ujar Bia jumawa.   Namun, kali ini Nina tidak membantah. Jauh dari rumah seperti sekarang membuatnya sangat rindu pada ocehan ka
Baca selengkapnya

29. Panggung Sandiwara

Nina mencoba menjauhi Luka. Ia kini tahu bahwa Luka mendengar obrolannya tadi. Setidaknya itulah dugaannya. Namun, perhatian Luka menurutnya sudah melanggar batas. Dan saat ini ia masih terluka, Nina hanya ingin sendiri. "Stop, Luka. Kamu udah melewati batas. Apapun yang terjadi dalam pernikahan aku, bukan ranah kamu untuk mencoba ikut campur." Mata Nina memanas, sesaat saja semua tertumpah. Saat ini ia sulit menahan semuanya lagi. Ia enggan membahas hal itu lagi. Luka tidak tinggal diam, ia lekas merengkuh tubuh Nina ke dalam pelukannya. Dan Nina bisa merasakan, pria itu ikut terisak. Hati Nina luruh, tapi ia segera sadar sedang berada dimana. Segera Nina melepaskan pelukan Luka dan berlari ke kamarnya. Luka hanya bisa terdiam saat itu terjadi. Ia juga sadar lokasi saat ini tidak tepat. Saat ini ia hanya ingin Nina tahu, kalau ada orang yang tetap ingin memperjuangkan senyuman di wajahnya.
Baca selengkapnya

30. Mengsedih

Arthur tiba-tiba datang dan menarik Nina. Sekarang Nina bak ratu diantara para pria bridesmaids. Di situ juga ada Jason dan Luka yang menatapnya.   "Ha, bagus awak kat sini je ngan kite orang, ye kan?" ujar Arthur.   "Halah, sok malay pulak, biasa lo gue, njir!" ejek Jason.   "Sst, Abang ni. Cukup kita aja yang tahu, ya gak Nin?" Arthur menyenggol bahu Nina.   "Nin? Eh gue bini Abang lu ye." Nina kaget mendengar Arthur tidak memanggilnya dengan sebutan Kakak.   "Halah, mulai deh sok tue. Tar tua beneran loh, ah, Nick gak denger ini," bisiknya.   "Sialan ni anak emang. Jangan dengerin Nin, dia emang rada-rada emang. Gue aja malu sebagai abangnya," gelak Jason.   Nina ikut tergelak. Akhirnya ia bisa tersenyum di sini. Ia kini tidak peduli lagi pada Nick dan semua tamu pentingnya. Arthur, Jason dan Luka sukses membuat mood Nina kembali. Ia k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status