Home / Romansa / My Love From Thames / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of My Love From Thames: Chapter 51 - Chapter 60

80 Chapters

Blood's Stream

Rosanna bergerak maju dengan langkah kaku. Bagi Zivanna, ibunya itu terlihat mirip zombie. Sementara Gladys semakin beringsut hingga punggungnya menempel di kepala ranjang. Gadis itu menggeleng pelan dan ketakutan. "Please, don't hurt me, Mrs. Rosanna," ucapnya lirih."Of course I'm not going to hurt you, Sweet Heart. Aku hanya ingin meminta tolong padamu," Rosanna menyeringai, lalu mengulurkan tangannya pada Gladys. Zivanna hanya terpana akan adegan yang tengah berlangsung di hadapannya itu. Namun, buru-buru dia tersadar dan menguasai diri. "Gladys, jangan," cegahnya. Akan tetapi, sahabatnya itu seperti jauh lebih takut pada Rosanna."Aku tidak ingin mati, Zi," bisiknya tepat di telinga Zivanna saat Gladys turun dari ranjang dan menghampiri wanita berlumuran darah tersebut. Gadis itu melewati Zivanna begitu saja demi membalas uluran tangan Rosanna."Kau juga sebaiknya membantu Mama, Sayang. Kau tentu tak ingin jika dituduh sebagai pembunuh ayahmu dan harus mendekam di penjara, bukan?
last updateLast Updated : 2021-09-13
Read more

Broken

"Apa yang kau lakukan, Rosanna?" Maria terbelalak tak percaya saat melihat kakak iparnya tergeletak bersimbah darah di depan pintu ruang kerja. "Aku harus melakukan ini untuk membungkam mulut cerewetnya, Maria! Sekarang bantu aku untuk membuatnya seolah-olah meninggal karena serangan jantung!" paksa Rosanna. Sorot matanya menunjukkan bahwa wanita itu tak menerima penolakan. Sambil meneteskan air mata, Maria berjongkok dan memeriksa mayat yang masih hangat dan lemas itu. Dia kemudian berdiri dan mengambil sarung tangan mahal kesayangannya, lalu buru-buru memakai sarung tangan itu. Maria berjongkok kembali dan memeriksa bagian dada yang penuh dengan noda darah. Dia terdiam dan tertegun saat merasakan lubang yang menganga sebesar ibu jari. "Kau tembak dengan apa dia?" tanyanya gemetar. "Pistol koleksinya," jawab Rosanna. Wanita itu terlihat begitu tenang, seakan tak sedang melakukan kejahatan apapun. Padahal, dia baru saja menghilangkan sebuah nyawa. Terlebih itu adalah nyawa suaminya.
last updateLast Updated : 2021-09-13
Read more

Broken Part 2

Maria dan Rosanna masuk tatkala Zivanna selesai membersihkan jenazah ayah tirinya. Wajah pria itu terlihat begitu tampan dan tenang. Diam-diam, Zivanna mengusap pipi Sena lembut sebelum menoleh ke arah Rosanna yang tengah menatapnya tajam. "Di mana temanmu tadi?" tanya wanita itu. "Pulang" jawab Zivanna singkat. Tak seperti biasanya, kali ini dia membalas tatapan ibunya tak kalah tajam. "Bagus! Kalau seandainya dia melaporkan kejahatanku, maka aku pasti akan ikut menyeretmu!" tuding Rosanna. Telunjuknya mengarah tepat ke pucuk hidung Zivanna. "Kalau itu terjadi, aku harap kita bisa berada di sel yang berbeda, Ma. Itu lebih baik," timpal Zivanna dengan mata coklat yang menyala. Satu hal yang dia sadari kini, ibunya bukanlah perempuan waras. Ada yang timpang dalam jiwanya dan itu yang membuat Zivanna tak tahan. Cepat atau lambat, dia harus mengumpulkan kekuatan untuk memberontak. "Kau!" Rosanna sudah mengayunkan tangan, hendak menyasar pipi mulus putrinya, tapi Maria lebih dulu mence
last updateLast Updated : 2021-09-13
Read more

Rapuh

Pagi kelam itu adalah hari di mana seharusnya dia akan menjalani interview di sebuah perusahaan properti terkenal di London. Namun, sang ibu dengan berbagai alasan, terus menahannya untuk pergi. "Bilang saja kalau kau ingin kencan dengan Raja! Pakai ada alasan interview segala!" oceh Rosanna. "Aku tidak pernah berbohong dalam hal apapun, Ma. Justru akulah yang seringkali menutupi kebohonganmu," timpal Zivanna dengan santainya sambil memasukkan berkas-berkas ke dalam map. "Anak kurang ajar!" tangan kanan Rosanna melayang begitu saja, menampar pipi mulus Zivanna. Tamparan yang begitu keras, sampai-sampai sudut bibir gadis itu meneteskan darah. "Seharusnya dulu kamu mati!" umpatnya. "Mungkin lebih baik aku mati daripada menderita begini," Zivanna menyahut lirih sambil kakinya melangkah ke arah dapur. "Akan kumasakkan sarapan, supaya mama tidak mudah emosi," ujarnya setengah menyindir. Tak dipedulikannya sumpah serapah Rosanna yang membuat telinga dan hatinya memanas. Zivanna malah men
last updateLast Updated : 2021-09-13
Read more

A Bit of Selfishness

Gemetaran seluruh tubuh Zivanna. Dia sama sekali tak menyangka jika dirinya akan berbuat sekeji itu pada Rosanna. "Ma," bisiknya lirih seraya mengamati telapak tangannya yang berlumuran. Beberapa saat lamanya gadis itu membolak-balikkan tangan yan kini berwarna merah. Energi Zivanna seakan menguap, menghilang hingga membuatnya jatuh bersimpuh di depan tubuh Rosanna yang sudah tergeletak tak berdaya. "Ma, apa yang sudah kulakukan?" isakan pelan segera berubah menjadi tangisan kencang. "Ma'af, Ma. Ma'af," racaunya. Pikiran Zivanna kosong saat itu. Dia sudah tak bisa lagi melihat masa depannya. Segalanya gelap sampai dia mendengar ponselnya berdering. "Raja," desisnya tiba-tiba. Nama itu tiba-tiba terlontar begitu saja. Dengan tangan berlumuran darah, dia kembali ke ruang tengah dan merogoh ke dalam tas ransel. Noda darah itu akhirnya tersebar dan menempel di mana-mana, termasuk ke layar ponsel yang sedang menyala. Layar itu penuh dengan wajah Raja. Buru-buru Zivanna menekan tombol hij
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more

Moment of Pain

"Kalian pergi saja dari sini! Biar aku yang membereskan semua," ujar Hendra yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Raja.Zivanna sudah terlihat rapi saat itu. Bajunya yang penuh oleh darah sudah dia cuci bersih. Tinggal kekacauan di lantai dapur yang dia tinggalkan."Aku yang akan membersihkan tempat ini. Kau pergilah," paksa Hendra yang seakan dapat menebak jalan pikiran Zivanna."Kau ikut denganku saja, Zi. Kita ke Indonesia. Rencananya setelah janji bertemu denganmu hari ini, aku akan langsung bertolak ke Indonesia nanti malam," tutur Raja sambil mengusap pipi kekasihnya."Akan kusiapkan tiketnya. Kau punya paspor dan visa, kan?" lanjut Raja. Dibalas oleh gelengan pelan Zivanna. "Kau tidak punya paspor dan visa?" "Mama melarangku mengurus itu semua. Dia berniat menyekapku seumur hidupnya. Aku tidak boleh ke mana-mana," Zivanna menunduk dalam-dalam sambil sesekali mengusap pipi yang basah oleh air mata."Astaga," Raja meraup wajahnya kasar. "Lalu, bagaimana? Aku harus pulang ke In
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more

Burden

"Masuklah," titah Raja sraya mengecup punggung tangan Zivanna. "Temani aku, please," pinta Zivanna memelas. "Apa tantemu juga jahat padamu, seperti halnya mamamu, Zi?" setitik rasa khawatir mulai tampak di wajah tampan Raja. Zivanna menggeleng pelan, "Aku tidak tahu sifat dia sebenarnya. Yang jelas, dia selalu bersikap dingin padaku." Raja menatap kekasihnya lekat-lekat. Begitu berat masalah hidup yang harus dihadapi gadis belia di hadapannya ini. Wajah cantiknya terlihat begitu lelah. Bibir polosnya tanpa polesan lipstik bergetar pelan. Sisa-sisa ketakutan atas kejadian besar yang baru saja dia alami, masih menguasai dirinya. Lembut, Raja mencium bibir Zivanna. Kedua matanya terpejam merasakan betapa nikmat dan hangatnya bibir ranum itu. Begitu pula Zivanna yang harus menahan debaran jantungnya yang menggila saat wajah tampan itu tak berjarak dengan wajahnya. "Aku cinta kamu, Zi. Setelah semuanya selesai, ikutlah denganku ke Indonesia. Kita akan menikah di sana," pinta Raja. S
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more

Somebody's Blood

Zivanna menempati kamar atas, tempat di mana dia sering menginap jika berkunjung ke rumah Maria dan Hendra. Dia terpekur di sana, merenungi semua hal yang telah terjadi beberapa jam yang lalu. Sementara Hendra belum juga pulang dari rumah Rosanna. Entah apa yang om-nya lakukan di sana dan entah bagaimana caraya pria itu tiba-tiba berada di rumahnya. "Kenapa Hendra tidak bisa kuhubungi? Ada masalah apa lagi dengan ibumu?" tanya Maria tiba-tiba yang telah membuka pintu kamar tanpa permisi. "O-om He-Hendra ..." Zivanna terbata. Dia begitu gugup saat itu. Ingin rasanya dia menceritakan bahwa sang ibu telah mati di tangannya. Akan tetapi, Zivanna segera teringat akan pesan Hendra agar tidak memberitahukan apapun pada Maria. "Om Hendra sedang berbincang serius tadi dengan mama. Jadi, mereka menyuruh Zizi untuk datang lebih dulu kemari," tuturnya. "Apa ibumu mencoba menggoda suamiku?" tebak Maria dengan nada bicara yang tak mengenakkan. "Te-tentu tidak, Tante! Om Hendra adalah oang yang b
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more

Depresi

"Apa kamu bilang?" Maria terbelalak tak percaya. "Ka-kamu bercanda, 'kan?" desisnya seraya mendekat ke arah Hendra. Kedua tangannya terulur, mencengkeram kerah kemeja suaminya sedemikian erat. "Sayangnya, itu benar, Maria. Aku telah membunuh kakakmu. Dia mabuk, seperti biasanya dan mulai meracau. Aku hanya mencegahnya agar tidak menyakiti diri sendiri. Akan tetapi, dia tidak terima dan mulai menggila. Rosanna berlari ke dapur. Dia mengambil pisau, lalu menghampiriku. Aku hanya mempertahankan diri, Maria. Itu saja," beber Hendra. "I-itu tidak mungkin," tubuh Maria limbung dan hampir terjatuh ke belakang, jika saja Bimo tak sigap menangkap dan merengkuh tubuh ibunya. "Ma, duduk dulu, Ma," Bimo menuntun Maria untuk duduk di sofa. Sesekali pandangannya terarah ke atas, di mana Zivanna berdiri terpaku di ujung tangga dengan tatap mata yang tak dapat diartikan. "Aku akan menyerahkan diriku ke polisi," ujar Hendra lemah seraya meraih ponselnya. "Jangan!" cegah Maria. "Apa kau gila?" "K
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more

Big Lie

Zivanna merebahkan diri di ranjang kamar tamu, tempat dia biasanya menginap di rumah tantenya. Dia terus saja menangis sambil menggenggam secarik kertas bertuliskan angka di tangannya. Dirasa matanya lelah dan bengkak, Zivanna merogoh ponsel yang selalu tersimpan di saku jaket rajut kesayangan yang selalu dia pakai ke manapun. Malas-malasan Zivanna bangkit dan duduk di tepiaan ranjang. Dipencetnya satu demi satu nomor yang sesuai dengan angka yang tertera di kertas catatan kecil dari Hendra. Belum sempat dirinya memencet tombol panggil, pintu kamarnya terbuka tiba-tiba. Maria muncul di ambang pintu dengan muka merah padam. Tangannya menggenggam sebuah benda pipih yang Zivanna ketahui sebagai sebuah ponsel. Maria mengacungkan ponsel itu ke arah Zivanna. "Jadi, ini penyebabnya," geram wanita itu. "Kenapa, Tante?" Zivanna keheranan melihat sikap Maria yang aneh. "Ini penyebab suamiku membunuh ibumu!" Maria melemparkan ponsel ke arah Zivanna dan tepat mengenai pelipisnya. Zivanna sempat
last updateLast Updated : 2021-09-14
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status