Upacara pemakaman Ririn sudah selesai. Para pelayat sudah pulang tanpa tersisa, tinggal Ahem seorang. Dia tertegun menatap batu nisan yang bertuliskan Ririn Anggita Binti Herlambang. Suasana lokasi pemakaman begitu sepi mencekam, ada rasa sakit dan sesal di hati Ahem. Dia menyayangi Ririn seperti adiknya sendiri, apalagi dia anak tunggal tidak punya adik semungil Ririn. Dret ... Dret ... Dret ...! Suara getar ponsel di sakunya. Dia melihat siapakah yang meneleponnya. Ternyata profil Hendrakusuma. "Iya Pa," sapa Ahem begitu teleponnya diangkat. "Ahem, ayahmu ...," kata Hendrakusuma pelan. Sontak Ahem beranjak bangun, rasa debar-debar tiba-tiba muncul. Ketakutan tiba-tiba merangsuk ke hatinya. Dia ingat Ayahnya sedang sakit di rumah sakit. Bagaimana kalau terjadi sesuatu? "Ada apa dengan ayah, Pa?" tanya Ahem gugup dan penasaran. "Ayahmu meninggal dunia, Ahem. Penyumbatan pembuluh darah ke jantung," kita Hendrakusuma menjelaskan.
Baca selengkapnya