Home / Urban / EUFORIA / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of EUFORIA: Chapter 91 - Chapter 100

209 Chapters

Pelayanan Memuaskan

Seperti yang diduga, aku sama sekali tidak bisa bergerak karena sel-sel otot yang rusak. Setiap bagian yang aku latih kemarin terasa nyeri dan terlalu keras untuk digerakkan.Di satu sisi, otot-ototku terasa sangat kencang dan sensasinya sangat berbeda.Sejak pagi, aku hanya berbaring di sofa seperti orang sakit. Televisi menyala, tetapi sama sekali tak membuatku tertarik menyaksikan setiap acara.Setidaknya, aku berharap seseorang datang dan melayani kebutuhan makan dan minumku. Sebenarnya terpikir untuk menelepon Gladis. Namun, aku merasa tidak enak terus-menerus merepotkannya.Apalagi aku pernah mengecewakannya waktu itu. Yah, meskipun dia sudah memaafkan diriku dan mengirim pesan melalui ponsel.Tak kusangka, harapan itu terkabulkan dengan sangat cepat. Aku tak tahu siapa yang mengetuk pintu.Selain Gladis, seseorang yang baru pertama kali bertamu cenderung mengetuk pintu terlebih dahulu. Sedangkan Elaine tidak pernah mengetuk pintu. Dia
Read more

Memahami Perasaan Cewek Kekar

Clara terlalu menyepelekan diriku dan mungkin menganggap seorang lelaki jalang yang hanya senang tidur dengan banyak perempuan.Meskipun saat ini dia tengah menempelkan tangan di senjata kelelakianku yang tertutupi celana, segera aku menjauh darinya.“Sorry. Gue nggak bisa ngelakuin ini. Kalau gue bener-bener capek, apa pun yang lo lakuin, gue nggak akan terpengaruh.”Terdiam sejenak, Clara kemudian mengembuskan napas pasrah.“Okay. Kalau gitu, seenggaknya izinkan gue membantu lo. Apa yang lo butuhin sekarang?”Sungguh perubahan sikap yang aneh. Setidaknya memang aku harus berpikir bahwa masih ada setitik kebaikan di dalam dirinya.Dan saat ini, dia sedang merasa iba pada Adrian yang tengah merasakan nyeri di beberapa bagian tubuh.Aku bergerak menuju sofa yang panjang dan membaringkan diri.Tanpa basa-basi atau menunggu jawaban dariku, Clara bergerak menuju dapur. Entah apa yang ingin dia lakukan.
Read more

Glad and Glad

Tidak kusangka ketika memeluk Clara, aku merasakan hawa keberadaan seorang gadis.Gladis.Dia berdiri, tepat di belakangku dengan tatapan nanar. Hal yang selalu membuat hatinya hancur, kembali terjadi.Walau demikian, kali ini dia tak berlari seperti sebelumnya. Maka, segera kulepaskan Clara dari dekapan.“Gladis.”Dia hanya diam, lalu memalingkan wajah ke sembarang arah.Sedangkan, Clara buru-buru menghapus tiap-tiap tetes air mata dan bekasnya di kedua pipi. Dia beranjak bangkit sambil meregangkan beberapa bagian tubuh.“Kalau gitu, gue pulang dulu. Thanks, Adrian.”Langkahnya terhenti di sampingku. Tangan kirinya menepuk bahuku dan berkata, “Lo masih punya seseorang yang sangat berharga. Jaga dia.”Perempuan bertubuh kekar itu berlalu pergi.Dan aku pun masih bungkam di hadapan Gladis. Cukup lama kami tak pernah bertemu. Meskipun telah berkata memaafkanku melalui sebuah pesan
Read more

Tentang Sebuah Tangisan

Hal yang tidak pernah bisa kulakukan sejak pertama kali bergabung di agensi CatHub, ialah menangis. Umumnya, seseorang akan menangis bila orang terkasih meninggalkannya.Namun, hingga detik ini, aku belum pernah merasakan sedihnya sebuah tangisan.Hanya saja, aku telah bisa merasakan sebuah kerinduan yang mencekik diriku hingga hampir terbunuh dalam sepi.Diamku adalah sebuah tangisan. Bukan air mata yang menjadi tanda kesedihan dalam diriku.Hingga suatu ketika, tergeletak dan terempas oleh kenyataan yang dadakan menikam.“Adrian, aku juga mau baju. Kamu pilihin yang bagus, dong, buat aku.”Gladis seketika menarik tanganku menuju deretan pakaian khusus perempuan di sebuah toko. Dia menunjukkan beberapa baju dan rok, meminta pendapatku tentang kecocokan di tubuhnya.“Ini warnanya kayaknya terlalu tua buat lo.”Telah puluhan baju kutolak. Memang tak ada yang cocok.Selang beberapa saat, mata Gladis
Read more

Menggantungkan Asa

Gladis terkulai lemah dengan bersimbah darah di kepala dan beberapa bagian tubuhnya. Dia masih bernapas, meski samar kudengar dan sedikit kurasakan sebab deru hujan yang semakin deras.“Glad! Glad! Glad! Gue mohon. Bangun, Glad!”Tubuhku bergetar. Bukan hanya karena dinginnya hujan, tetapi juga karena takut dan kesedihan yang kini mendekapku sangat erat.“Please, Glad! Bangun lo, Glad! Kenapa lo diem aja?!”Bahkan tak satu pun manusia hadir di saat aku ingin meminta pertolongan. Tak ada kendaraan melintas. Pelaku yang menabrak gadis manis ini telah kulihat melarikan diri sejak aku mengayuh langkah menggapai tubuhnya.Aku linglung. Ini kali pertama melihat darah yang terus mengalir dari kepala manusia. Entah, ini mungkin karena benturan keras yang terjadi.“GLAD!”Tidak berguna! Aku harus cepat-cepat mencari bantuan. Kondisinya telah semakin parah. Sebelumnya, aku masih bisa melihat kelopak matanya m
Read more

Bukan Kasih Sayang Ibu

Seperti orang bodoh, aku hanya duduk terdiam dengan air mata yang hampir kering di kursi ruang tunggu.Kondisi Gladis sedang kritis dan ditangani oleh dokter dan beberapa asistennya.Kehampaan kembali kurasa. Kali ini, jauh lebih kosong bersama kesedihan yang larut dalam kebimbangan.Salah satu pertanyaan terbesarku ialah, dapatkah doa manusia busuk sepertiku dikabulkan Sang Tuhan?Tatkala pintu ruangan tempat gadis malang itu terbuka, aku langsung semringah dan beranjak berdiri. Segera kuhentikan dokter yang sedang menutup pintu.“Gimana, Dok? Apakah Gladis bisa diselamatkan?”Dengan tatapan yang begitu lamat tanpa sedikit pun ekspresi, dokter ini menepuk bahuku. Seolah-olah ini pertanda yang tidak baik. Atau justru hatiku yang terlalu berpikir buruk.Pria berkacamata bulat di hadapanku mengembuskan napas panjang.“Untung Saudara cepat-cepat melarikannya ke sini. Telat sedikit saja, dia bisa kehabisan darah k
Read more

Stay With Me

“Nah, Kiana. Gimana menurut lo tentang sebuah kehilangan?”Dengan mata sayu dan pandangan yang agak buram, aku bertanya pada gadis berkacamata yang ada di ayunan sebelahku.“Kehilangan?”Bermenit-menit aku menanti jawaban, tapi tak kunjung diberi. Sepasang kaki Kiana bergerak-gerak, memberikan gaya tarik dan dorong sehingga ayunan bergerak dengan pace yang ia kendalikan.“Kehilangan itu hal yang wajar, Adrian.”Kali ini, aku menatap Kiana meski agak terlihat tak bersemangat. Sudah barang tentu, dia pasti mengetahui bahwa diriku sedang dalam tekanan.“Jadi, apa yang bakalan lo lakuin kalau kehilangan seseorang atau sesuatu? Apakah lo bakalan nangis?”Senyumnya mengembang. Kehangatan yang terpancar seperti biasa, tapi tak cukup menggapaiku kali ini.“Ya, aku akan menangis, Adrian. Menangis adalah aktivitas yang sangat manusiawi saat seorang manusia merasakan kesedihan.”
Read more

Merasa Menyayangi

Karena sangat trauma dengan apa yang telah terjadi dengan Gladis, mengangkat mug pun menjadi begitu berat bagiku. Tangan bergetar. Aliran napas terasa sangat berat dan cepat.Hampir tiba di mulut, aku tak mampu lagi menahan beban hanya secangkir kopi hingga akhirnya terlepas. Tumpah dan bergelimang di permukaan lantai.“Ya, ampun, Adrian.”Buru-buru Kiana menghampiriku, kemudian sedikit menggeser meja. Melihat pahaku yang terkena tumpahan kopi panas, gadis tersebut berlari ke dapur mengambil kain lap.Begitu kembali, dia dengan penuh kehati-hatian membersihkan bekas kopi di pahaku. Entah, apakah pisangku juga ikut terkena tumpahannya.Yang jelas, tubuhku seperti mati rasa. Panas pun tak terasa. Oleh kehampaan rasa ini, aku seperti mayat hidup yang tiada lagi dapat berekspresi seperti manusia pada umumnya.“Adrian? Kamu nggak apa-apa?”Berusaha diriku mengangguk. Meski pelan, kuyakin Kiana memahami.&ldqu
Read more

Mengukir Kenangan Dalam Kebersamaan

“Sebagai seorang teman, tentu aja aku merasa menyayangimu, Adrian.”Yah, seharusnya aku tak berharap lebih tentang kalimat Kiana sebelumnya. Tentu saja, dia hanya menganggapku seorang teman. Sebab, seperti itulah adanya.Kami tidak memiliki ikatan yang istimewa sehingga dapat dikatakan sebagai dua insan yang menyatu dalam cinta dan kasih.Tak bisa dipungkiri, aku telah merasa kecewa oleh sambungan kalimat gadis ini. Membuat diriku semringah dan begitu antusias hanya beberapa detik. Setelah itu, aku kembali diselimuti sebuah perasaan buruk.“Sebaiknya kamu istirahat aja, ya, Adrian.”Sebenarnya, ini malam yang begitu indah dan begitu sayang untuk dilewatkan. Meskipun mata terkantuk, diriku sadar bahwa mungkin malam seindah ini tak akan pernah datang kembali.“Gue akan menunjukkan kamar lo.”“Makasih, ya, aku udah boleh nginap di sini.”“Seharusnya gue yang berterima kasih. Lo
Read more

Nikmat Penuh Pengkhayatan

Demi mendapatkan kesegaran kembali, aku melompat dan menceburkan diri di kolam renang. Benar-benar terasa kesegarannya.Kuselami kolam hingga dasar, terdiam sejenak hingga napas mencapai batas waktu yang dapat kutahan.Setelah itu, aku kembali ke permukaan dan duduk di kursi payung sembari mengusap tetes-tetes air yang menempel di tubuh menggunakan handuk.Tak lama kemudian, sepasang tangan melingkar di tubuhku. Ada seseorang di belakangku. Terkesiap, aku memutar kepala 90 derajat ke kanan.Ternyata hanya Elaine.“Sudah berapa hari kamu libur, Adrian?”Dia berbisik di telinga kananku.Sebetulnya, aku sudah harus bekerja lagi seperti biasa. Hanya saja, tubuh seolah-olah tidak mengizinkan. Oleh sebab itulah, aku masih santai menikmati waktu istirahat.Lagi pula, keadaan Gladis masih kritis. Berkali-kali aku berusaha menemui, dia hanya bisa terbaring dan bungkam. Tak ada jawaban sama sekali ketika aku mengajaknya berbi
Read more
PREV
1
...
89101112
...
21
DMCA.com Protection Status