Beranda / Semua / Sidekick / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Sidekick: Bab 41 - Bab 50

79 Bab

Bab 41 Fase Baru

Seminggu setelahnya, memasuki akhir bulan November 2018, informasi cuti Natal sudah keluar. Banyak yang udah booked hari untuk cuti panjang. Kebanyakan sih pada ngambil sampai tahun baru sekalian. Terutama yang perantau. Gue sendiri nggak ngambil cuti. Gue simpen buat abis pada kelar cuti. Cuti tahun ini bisa dipakai maksimal sampai akhir Januari 2021. Dan punya gue masih ada beberapa yang belum sempet gue ambil.Selain informasi cuti Natal dan Tahun Baru, ada informasi baru mengenai kapan diadakan rapat Q4, quarter terakhir. Karena Singapore sendiri lagi sibuk-sibuknya juga, meeting akhir quarter tahun ini sepakat diadakan awal tahun 2019. Tanggalnya belum pasti. Yang pasti, yang habis pada cuti langsung digenjot nyiapin data dan presentasi. Tak terkecuali tim gue.Menyadari kalau kayanya rencana cuti gue akan berbentrokan dengan persiapan Q4, gue akhirnya mulai cicil-cicil data. Untungnya, Bu Ana dan customer-customer lain siap membantu. Justru mereka lagi semangat-s
Baca selengkapnya

Bab 42 Meeting Bertiga Bagian 1

Siang itu tiba-tiba Pak Vino nge-WA gue untuk ngajak meeting. Karena kayaknya mau ngomongin masalah side job kami masing-masing, beliau ngajak meeting di luar kantor. Dengan alasan pergi ke customer akhirnya gue naik taksol menuju tempat yang beliau janjikan di daerah Menteng. Semacam restoran Timur Tengah yang setahu gue mahal dan terkenal karena keunikan makanannya. Sania sempat kepo nanyain gue ke mana. Gue akhirnya beralasan, ada customer yang ngajak makan siang. Akhirnya dia nggak banyak bicara lagi. Bu Angel juga cuma bilang oke saat gue mau pergi. Nggak ada pertanyaan-pertanyaan klasik seperti dulu.Restoran Timur Tengah Abudahbi tak selalu kelihatan ramai. Cuma gue yakin sih makanan di dalamnya pasti mahal-mahal, karena arsitekturnya juga yang nggak biasa. Saat gue mau masuk ke dalam restoran, gue sadar ada dua mobil yang terparkir di sana dan gue kenal semua pemiliknya. Yang satunya, tentu saja punya Pak Vino. Satu lagi, setahu gue itu punya Pak Adnan. Di situ gue la
Baca selengkapnya

Bab 43 Meeting Bertiga Bagian 2

Saat gue lihat raut wajah Pak Vino, sama sekali nggak ada kekagetan di sana. Kayanya cuma gue yang kaget kalau keputusan penangguhan itu barusan dibilang sama Pak Adnan. Entah karena dia sudah tahu sebelumnya atau karena ya kaya udah biasa aja kejadian aneh menyangkut karyawan selalu aja terjadi di kantor gue.Pak Adnan menyeruput air mineral yang baru saja dipesannya dengan cepat.“Informasi yang saya terima sendiri masih abu-abu kenapa ditangguhkan, ada yang bilang sekalian nunggu CEO baru, jadi sekalian perkenalan. Ada juga yang bilang karena nunggu keputusan dari para komisaris dan pemegang saham. Saya nggak bisa ngomong banyak karena kepergian saya ke London juga mereka yang atur. Wanda sendiri belum lapor ke saya secara resmi. Tapi yang saya tahu dia nggak akan ke Malang dalam waktu dekat. So, saya harap kalian bisa mengerti,” kata Pak Adnan panjang. “Terutama kamu, Matari. Kamu mungkin cukup kaget bahwa keputusan-keputusan di kantor itu selalu
Baca selengkapnya

Bab 44 Penangguhan

Saat gue meletakkan proposal project gue terbaru dari Bu Ana sekaligus quotationnya ke ruangan divisi corporate secretary, banyak sekali tumpukan lipatan kardus yang belum terpakai sama sekali di salah satu sudut ruangan dekat dengan sofa mini mereka. Hanya Nirmala yang tampak stand by, yang lainnya sama sekali tidak ada di kursinya masing-masing.“Sepi amat, La?” tanya gue.“Pada ngeberes-beresin barangnya Pak Adnan meren,” kata Nirmala dengan logat Sunda Bandungnya yang khas.“Oh, udah mulai ya?” tanya gue kepo sambil menyerahkan proposal gue.“Hmmm, buru-buru nggak? Pak Adnan teh baru ada minggu depan, kan calon penggantinya juga dateng atuh.”“Pak Marjan gimana?”“Nggak bisa, Pak Marjan lagi dihukum atuh. Nggak boleh tanda tangan beginian pokoknya mah! Teteh mendingan nunggu Pak Adnan aja minggu depan, kalau buru-buru via online aja, PDF
Baca selengkapnya

Bab 45 Kedatangan Pak Jaya

Sehari sebelum kedatangan Pak Jaya di awal bulan Desember, kantor gue bebenah. Biasanya sih udah cukup bersih tapi ya lo pastinya tetep mau ngasih kesan yang bagus sama orang baru kan. Terlebih orang itu akan menjadi calon bos lo nantinya. Tetep yang paling keliatan sibuk ya para OB dan anak-anak sekretaris. Termasuk juga divisi GA.Ruangan Pak Adnan sudah seperti ruangan tanpa pemilik siapapun. Dulu di sana da foto-foto keluarganya, foto-fotonya dengan customer, foto-foto penghargaan yang diterimanya di bidang teknologi hingga foto-foto saat outing sama karyawan di beberapa tempat. Foto-foto itu sudah nggak ada di sana. Yang tetap dipertahankan cuma dokumen kantor, lukisan pemandangan daerah Bali, dan juga piagam penghargaan perusahaan.Seingat gue ada mesin kopi di sana, tapi tampaknya juga disingkirkan. Mungkin itu milik pribadi Pak Adnan. Bahkan sofa bed tempat beliau kadang beristirahat, sudah tak ada, benar-benar kosong. Semua barang-barang milik Pak Adnan sudah
Baca selengkapnya

Bab 46 Ketika Okan Ingin Resign

Kedatangan Pak Jaya ternyata cuma satu hari itu doang. Dia udah info ruangannya mau dibikin gimana, bahkan dia pakai tim arsiteknya sendiri, bukan yang udah biasa dipakai kantor gue. anak-anak purchasing jadi ikut kalang kabut, karena tim arsitek ini harus terdaftar jadi rekanan dulu baru bisa kerjain design yang diminta sama Pak Jaya. Kecuali Pak Jaya mau pakai uang pribadinya sendiri tapi itu pun sulit karena kan ruangan dia milik PT bukan punya dia pribadi, jadi pengeluaran sekecil apapun harus dicatat baik-baik.Hal ini sebenernya nggak terlalu berdampak sama karyawan lain ya. Tapi ternyata itu cukup berdampak pada si Okan yang lagi ngedaftarin rekanan baru partner cyber security dia, yang ternyata memakan waktu lama. Dengan adanya pendaftaran arsitek baru yang ditunjuk sama Pak Jaya, pendaftaran partner Okan jadi terabaikan. Tentu saja ini bikin dia marah-marah, sedangkan customernya udah pengen kerja sama bareng partner tersebut. Bu Angel dan Pak Vino pun nggak bisa ban
Baca selengkapnya

Bab 47 Nasib Okan

Okan tampak udah makin males untuk ke datang ke kantor. Meskipun begitu, Bu Angel akhirnya nge-push purchasing lebih keras. Kali ini dia datengin divisi Purchasing sambil ngomel-ngomel. Dia minta punya Okan harus segera beres. Apalagi udah masuk dokumennya udah lebih dari sebulan. Jangan salah, suara omelannya kedengeran sampai di lantai 3 dong, padahal anak-anak purchasing nggak satu lantai sama kita.“Kenapa si Angel, Ri?” tanya Pak Vino yang keluar dari ruangannya dan ngehampiri gue.Belum sempat gue menjawab, Sania yang berinisiatif menjawab duluan. Biasalah, si carmuk selalu bergerilya duluan dibanding gue yang cenderung pasif. Sania menjelaskan duduk perkaranya dengan cepat dan akurat. Untungnya nggak ditambah-tambahin.Pak Vino hanya menarik napas kemudian turun ke lantai dua, di mana divisi purchasing dan GA berada di sana. Sepeninggal Pak Vino suara Bu Angel mulai tak terdengar lagi. Tampaknya Pak Vino berhasil meredam situasi. Gue bertatapa
Baca selengkapnya

Bab 48 Bertemu Lagi

 Sedikit trauma, gue sebenarnya males waktu Hafis ngajakin nongkrong di apartemennya weekend kali ini. Kebetulan si Mayang lagi liburan sama keluarganya ke luar kota jadinya dia nggak ada temen. Tapi Hafis meyakinkan gue kalau kita bakalan ada di unitnya aja. Nggak usah keluar-keluar kalau-kalau takut ketemu sama Bu Angel dan Pak Abimanyu.Dia juga ngajakin kita semua nginep sama-sama. Yang cewek-cewek bakalan tidur di kamar Hafis, sedangkan para cowok, termasuk Andika, cowoknya Rindu bakalan tidur di depan tv sambil begadangan main PS. Kalau salah satu dari mereka ngantuk, mereka akan tidur di sofa aja. Jangan salah, ukuran sofa apartemen Hafis lebih gede dari ukuran spring bed kamar kosan gue. Lebih empuk dan comfy pastinya. Karena dipesen khusus sama nyokapnya sama langganan furniturenya, yang kebanyakan customernya orang-orang tajir kaya mereka.Sebenernya ada 2 kamar lagi di kamar Hafis. Jadi totalnya ada 3 kamar. Belum termasuk kamar ART ya ini. Cuma
Baca selengkapnya

Bab 49 Informasi Hafis

 “Muka lo tegang banget, wei?” tanya Hafis saat gue datang kembali ke unit apartemennya.“Habis ketemu Mak Lampir doi!” ledek Inara sambil meletakkan belanjaan di meja dapur.Rindu menatap kami berdua. “Siapa? Bos lo lagi?” tebak Rindu 100 % tepat.Gue cuma nyengir. “Harusnya gue nggak keluar-keluar ya?”“Lah kenapa gitu? Yang bikin salah kan mereka, kok lo malah yang sembunyi? Harusnya mereka dong yang sembunyi!” timpal Rindu.“Tuh, apa gue bilang?” tandas Inara. “Nggak usah sok-sokan ngerasa nggak enak. Mereka aja biasa aja. Baguslah kalo si cewek jadi baik sama lo selama di kantor. Sudah sewajarnya sebagai upah karena lo tahu rahasia mereka.”“Betul!” seru Rindu disertai persetujuan yang lain.“Ini bukan skandal perusahaan sih kayak couple yang lain tuh yang lo critain juga. Tapi tetep aja, kalau misalkan pada tahu dan
Baca selengkapnya

Bab 50 Sang Suami

Bertemu dengan suami Bu Angel adalah hal yang nggak pernah gue sangka. Sepertinya, gue dan mereka punya chemistry kuat, sampe mengharuskan gue bertemu di mana-mana dengan Bu Angel dan orang-orang di sekitarnya. Kali ini yang gue lihat adalah suami Bu Angel.Tentu saja tempatnya bukan di apartemen. Hafis mengajak gue dan yang lain nongkrong di sebuah casual bar di bilangan Rasuna. Hafis menjanjikan akan nongkrong cuma sampe band papan atas itu selesai aja. Setelah itu kita akan pulang dan nggak akan lama-lama nongkrong di sana.Itu adalah kali pertama gue ke casual bar. Untungnya bar yang direserved oleh Hafis adalah bar yang ramah untuk orang-orang rumahan dan katrok seperti gue ini. Nggak ada musik dj. Bahkan lampu pun nggak ada yang remang-remang, bahkan terang benderang. Di salah satu sudut, di mana mini panggung berada, sedang mengalun lagu-lagu rock lama yang dinyanyikan band lokal. Kata Hafis setelah ini band favoritnya akan muncul.Rindu tampak menggoyang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status