Sehari sebelum kedatangan Pak Jaya di awal bulan Desember, kantor gue bebenah. Biasanya sih udah cukup bersih tapi ya lo pastinya tetep mau ngasih kesan yang bagus sama orang baru kan. Terlebih orang itu akan menjadi calon bos lo nantinya. Tetep yang paling keliatan sibuk ya para OB dan anak-anak sekretaris. Termasuk juga divisi GA.
Ruangan Pak Adnan sudah seperti ruangan tanpa pemilik siapapun. Dulu di sana da foto-foto keluarganya, foto-fotonya dengan customer, foto-foto penghargaan yang diterimanya di bidang teknologi hingga foto-foto saat outing sama karyawan di beberapa tempat. Foto-foto itu sudah nggak ada di sana. Yang tetap dipertahankan cuma dokumen kantor, lukisan pemandangan daerah Bali, dan juga piagam penghargaan perusahaan.
Seingat gue ada mesin kopi di sana, tapi tampaknya juga disingkirkan. Mungkin itu milik pribadi Pak Adnan. Bahkan sofa bed tempat beliau kadang beristirahat, sudah tak ada, benar-benar kosong. Semua barang-barang milik Pak Adnan sudah
Kedatangan Pak Jaya ternyata cuma satu hari itu doang. Dia udah info ruangannya mau dibikin gimana, bahkan dia pakai tim arsiteknya sendiri, bukan yang udah biasa dipakai kantor gue. anak-anak purchasing jadi ikut kalang kabut, karena tim arsitek ini harus terdaftar jadi rekanan dulu baru bisa kerjain design yang diminta sama Pak Jaya. Kecuali Pak Jaya mau pakai uang pribadinya sendiri tapi itu pun sulit karena kan ruangan dia milik PT bukan punya dia pribadi, jadi pengeluaran sekecil apapun harus dicatat baik-baik.Hal ini sebenernya nggak terlalu berdampak sama karyawan lain ya. Tapi ternyata itu cukup berdampak pada si Okan yang lagi ngedaftarin rekanan baru partner cyber security dia, yang ternyata memakan waktu lama. Dengan adanya pendaftaran arsitek baru yang ditunjuk sama Pak Jaya, pendaftaran partner Okan jadi terabaikan. Tentu saja ini bikin dia marah-marah, sedangkan customernya udah pengen kerja sama bareng partner tersebut. Bu Angel dan Pak Vino pun nggak bisa ban
Okan tampak udah makin males untuk ke datang ke kantor. Meskipun begitu, Bu Angel akhirnya nge-push purchasing lebih keras. Kali ini dia datengin divisi Purchasing sambil ngomel-ngomel. Dia minta punya Okan harus segera beres. Apalagi udah masuk dokumennya udah lebih dari sebulan. Jangan salah, suara omelannya kedengeran sampai di lantai 3 dong, padahal anak-anak purchasing nggak satu lantai sama kita.“Kenapa si Angel, Ri?” tanya Pak Vino yang keluar dari ruangannya dan ngehampiri gue.Belum sempat gue menjawab, Sania yang berinisiatif menjawab duluan. Biasalah, si carmuk selalu bergerilya duluan dibanding gue yang cenderung pasif. Sania menjelaskan duduk perkaranya dengan cepat dan akurat. Untungnya nggak ditambah-tambahin.Pak Vino hanya menarik napas kemudian turun ke lantai dua, di mana divisi purchasing dan GA berada di sana. Sepeninggal Pak Vino suara Bu Angel mulai tak terdengar lagi. Tampaknya Pak Vino berhasil meredam situasi. Gue bertatapa
Sedikit trauma, gue sebenarnya males waktu Hafis ngajakin nongkrong di apartemennya weekend kali ini. Kebetulan si Mayang lagi liburan sama keluarganya ke luar kota jadinya dia nggak ada temen. Tapi Hafis meyakinkan gue kalau kita bakalan ada di unitnya aja. Nggak usah keluar-keluar kalau-kalau takut ketemu sama Bu Angel dan Pak Abimanyu.Dia juga ngajakin kita semua nginep sama-sama. Yang cewek-cewek bakalan tidur di kamar Hafis, sedangkan para cowok, termasuk Andika, cowoknya Rindu bakalan tidur di depan tv sambil begadangan main PS. Kalau salah satu dari mereka ngantuk, mereka akan tidur di sofa aja. Jangan salah, ukuran sofa apartemen Hafis lebih gede dari ukuran spring bed kamar kosan gue. Lebih empuk dan comfy pastinya. Karena dipesen khusus sama nyokapnya sama langganan furniturenya, yang kebanyakan customernya orang-orang tajir kaya mereka.Sebenernya ada 2 kamar lagi di kamar Hafis. Jadi totalnya ada 3 kamar. Belum termasuk kamar ART ya ini. Cuma
“Muka lo tegang banget, wei?” tanya Hafis saat gue datang kembali ke unit apartemennya.“Habis ketemu Mak Lampir doi!” ledek Inara sambil meletakkan belanjaan di meja dapur.Rindu menatap kami berdua. “Siapa? Bos lo lagi?” tebak Rindu 100 % tepat.Gue cuma nyengir. “Harusnya gue nggak keluar-keluar ya?”“Lah kenapa gitu? Yang bikin salah kan mereka, kok lo malah yang sembunyi? Harusnya mereka dong yang sembunyi!” timpal Rindu.“Tuh, apa gue bilang?” tandas Inara. “Nggak usah sok-sokan ngerasa nggak enak. Mereka aja biasa aja. Baguslah kalo si cewek jadi baik sama lo selama di kantor. Sudah sewajarnya sebagai upah karena lo tahu rahasia mereka.”“Betul!” seru Rindu disertai persetujuan yang lain.“Ini bukan skandal perusahaan sih kayak couple yang lain tuh yang lo critain juga. Tapi tetep aja, kalau misalkan pada tahu dan
Bertemu dengan suami Bu Angel adalah hal yang nggak pernah gue sangka. Sepertinya, gue dan mereka punya chemistry kuat, sampe mengharuskan gue bertemu di mana-mana dengan Bu Angel dan orang-orang di sekitarnya. Kali ini yang gue lihat adalah suami Bu Angel.Tentu saja tempatnya bukan di apartemen. Hafis mengajak gue dan yang lain nongkrong di sebuah casual bar di bilangan Rasuna. Hafis menjanjikan akan nongkrong cuma sampe band papan atas itu selesai aja. Setelah itu kita akan pulang dan nggak akan lama-lama nongkrong di sana.Itu adalah kali pertama gue ke casual bar. Untungnya bar yang direserved oleh Hafis adalah bar yang ramah untuk orang-orang rumahan dan katrok seperti gue ini. Nggak ada musik dj. Bahkan lampu pun nggak ada yang remang-remang, bahkan terang benderang. Di salah satu sudut, di mana mini panggung berada, sedang mengalun lagu-lagu rock lama yang dinyanyikan band lokal. Kata Hafis setelah ini band favoritnya akan muncul.Rindu tampak menggoyang
Gue berjalan cepat menuju ruang divisi sekretaris untuk mengumpulkan proposal pengadaan Aplikasi HRIS berbasis mobile untuk Bank-nya Bu Anna. Ternyata di sana sedang ada Bu Sandy, head corporate secretary yang jarang banget gue lihat itu. Dia melempar senyum pada gue dengan ramah. Namun dia kembali berkutat dengan Ipad nya, membalas-balas email.“Ini siapa yang bakalan ttd?” tanya gue pada Imas.“Masih Pak Adnan. Akta belom juga jadi-jadi nih. Ini gue lagi kumpulin mana aja yang harus gue bawa ke rumah Pak Adnan. Jadinya kita 2-3 hari sekali secara random nganterin berkas-berkas ke rumah beliau. Semoga akta cepet jadi deh, kasihan Pak Adnan juga nggak berangkat-berangkat ke London. Padahal sekeluarganya udah cabut ke sana semua,” jawab Imas setengah berbisik, panjang kali lebar, tanpa ditanya.“Imas, jangan gossip terus. Jawabnya seperlunya aja,” ujar Bu Sandy.Gue cuma melempar senyum nggak enak sama beli
Saat itu tanggal 26 Desember 2018, sehari setelah libur Natal. Dua hari cuti nasional di tanggal 24 dan 25 Desember dari pemerintah, lumayan membuat gue agak fresh sedikit. Tapi tampaknya gue nggak boleh berlama-lama santai karena hari itu, project yang ditangani Sania bermasalah. Dan Sania sedang ada di Medan untuk merayakan Natal bersama keluarga besarnya. Mau nggak mau gue yang bantu handle dari sini. Tampaknya permasalahan itu benar-benar membuat gue kerja sampai lewat jam magrib. Rahma pun masih ada di dekat gue untuk mengurus permasalahan yang lain, yang nampaknya datang dari customernya si Okan. Anwar? Hari ini dia nggak kelihatan ke kantor. Alasannya sih meeting sama customer di luar. Meskipun gue meragukan itu tentu saja.Kami berdua masih bergelut, hingga akhirnya Rahma izin buat sholat sebentar. Gue yang akhirnya sendiri, memilih untuk ke pantry membuat teh ginseng instan yang disediakan di sana.Gue baru sadar, nggak cuma lebaran, liburan natal di kantor in
Selang beberapa hari setelah selesai Tahun Baru, para karyawan yang cuti satu per satu masuk dan kantor sudah mulai ramai lagi. Tak banyak yang berubah. Seperti kebiasaan tiap tahun, mereka saling bertukar oleh-oleh. Sania membawa beberapa snack dari Medan yang hampir sama dengan Nana. Gue yang excited dengan oleh-oleh mereka pada awalnya lama-kelamaan merasa bosan. Nggak cuma gue, lama-lama oleh-oleh itu diletakkan begitu saja di sudut ruangan kami. Sesekali ada yang ambil, sesekali ada yang ngecek kalo udah basi. Gitu aja terus.Meeting Q4 dilaksanakan akhir bulan Januari. Gue udah ngumpulin semua filenya ke Bu Angel bahkan seminggu sebelum gue cuti. Dia nggak ada complain seperti biasa, kalau ada pertanyaan biasanya dia akan nge-WA gue waktu dia agak longgar. Sebelum gue cuti, gue masih bisa denger Sania marah-marah karena kerjaannya nggak kelar-kelar untuk persiapan Q4.Gue juga baru tahu kalau kontrak Nana bakalan abis akhir bulan itu. Dan kayanya dari HRD belum a