“Muka lo tegang banget, wei?” tanya Hafis saat gue datang kembali ke unit apartemennya.
“Habis ketemu Mak Lampir doi!” ledek Inara sambil meletakkan belanjaan di meja dapur.
Rindu menatap kami berdua. “Siapa? Bos lo lagi?” tebak Rindu 100 % tepat.
Gue cuma nyengir. “Harusnya gue nggak keluar-keluar ya?”
“Lah kenapa gitu? Yang bikin salah kan mereka, kok lo malah yang sembunyi? Harusnya mereka dong yang sembunyi!” timpal Rindu.
“Tuh, apa gue bilang?” tandas Inara. “Nggak usah sok-sokan ngerasa nggak enak. Mereka aja biasa aja. Baguslah kalo si cewek jadi baik sama lo selama di kantor. Sudah sewajarnya sebagai upah karena lo tahu rahasia mereka.”
“Betul!” seru Rindu disertai persetujuan yang lain.
“Ini bukan skandal perusahaan sih kayak couple yang lain tuh yang lo critain juga. Tapi tetep aja, kalau misalkan pada tahu dan
Bertemu dengan suami Bu Angel adalah hal yang nggak pernah gue sangka. Sepertinya, gue dan mereka punya chemistry kuat, sampe mengharuskan gue bertemu di mana-mana dengan Bu Angel dan orang-orang di sekitarnya. Kali ini yang gue lihat adalah suami Bu Angel.Tentu saja tempatnya bukan di apartemen. Hafis mengajak gue dan yang lain nongkrong di sebuah casual bar di bilangan Rasuna. Hafis menjanjikan akan nongkrong cuma sampe band papan atas itu selesai aja. Setelah itu kita akan pulang dan nggak akan lama-lama nongkrong di sana.Itu adalah kali pertama gue ke casual bar. Untungnya bar yang direserved oleh Hafis adalah bar yang ramah untuk orang-orang rumahan dan katrok seperti gue ini. Nggak ada musik dj. Bahkan lampu pun nggak ada yang remang-remang, bahkan terang benderang. Di salah satu sudut, di mana mini panggung berada, sedang mengalun lagu-lagu rock lama yang dinyanyikan band lokal. Kata Hafis setelah ini band favoritnya akan muncul.Rindu tampak menggoyang
Gue berjalan cepat menuju ruang divisi sekretaris untuk mengumpulkan proposal pengadaan Aplikasi HRIS berbasis mobile untuk Bank-nya Bu Anna. Ternyata di sana sedang ada Bu Sandy, head corporate secretary yang jarang banget gue lihat itu. Dia melempar senyum pada gue dengan ramah. Namun dia kembali berkutat dengan Ipad nya, membalas-balas email.“Ini siapa yang bakalan ttd?” tanya gue pada Imas.“Masih Pak Adnan. Akta belom juga jadi-jadi nih. Ini gue lagi kumpulin mana aja yang harus gue bawa ke rumah Pak Adnan. Jadinya kita 2-3 hari sekali secara random nganterin berkas-berkas ke rumah beliau. Semoga akta cepet jadi deh, kasihan Pak Adnan juga nggak berangkat-berangkat ke London. Padahal sekeluarganya udah cabut ke sana semua,” jawab Imas setengah berbisik, panjang kali lebar, tanpa ditanya.“Imas, jangan gossip terus. Jawabnya seperlunya aja,” ujar Bu Sandy.Gue cuma melempar senyum nggak enak sama beli
Saat itu tanggal 26 Desember 2018, sehari setelah libur Natal. Dua hari cuti nasional di tanggal 24 dan 25 Desember dari pemerintah, lumayan membuat gue agak fresh sedikit. Tapi tampaknya gue nggak boleh berlama-lama santai karena hari itu, project yang ditangani Sania bermasalah. Dan Sania sedang ada di Medan untuk merayakan Natal bersama keluarga besarnya. Mau nggak mau gue yang bantu handle dari sini. Tampaknya permasalahan itu benar-benar membuat gue kerja sampai lewat jam magrib. Rahma pun masih ada di dekat gue untuk mengurus permasalahan yang lain, yang nampaknya datang dari customernya si Okan. Anwar? Hari ini dia nggak kelihatan ke kantor. Alasannya sih meeting sama customer di luar. Meskipun gue meragukan itu tentu saja.Kami berdua masih bergelut, hingga akhirnya Rahma izin buat sholat sebentar. Gue yang akhirnya sendiri, memilih untuk ke pantry membuat teh ginseng instan yang disediakan di sana.Gue baru sadar, nggak cuma lebaran, liburan natal di kantor in
Selang beberapa hari setelah selesai Tahun Baru, para karyawan yang cuti satu per satu masuk dan kantor sudah mulai ramai lagi. Tak banyak yang berubah. Seperti kebiasaan tiap tahun, mereka saling bertukar oleh-oleh. Sania membawa beberapa snack dari Medan yang hampir sama dengan Nana. Gue yang excited dengan oleh-oleh mereka pada awalnya lama-kelamaan merasa bosan. Nggak cuma gue, lama-lama oleh-oleh itu diletakkan begitu saja di sudut ruangan kami. Sesekali ada yang ambil, sesekali ada yang ngecek kalo udah basi. Gitu aja terus.Meeting Q4 dilaksanakan akhir bulan Januari. Gue udah ngumpulin semua filenya ke Bu Angel bahkan seminggu sebelum gue cuti. Dia nggak ada complain seperti biasa, kalau ada pertanyaan biasanya dia akan nge-WA gue waktu dia agak longgar. Sebelum gue cuti, gue masih bisa denger Sania marah-marah karena kerjaannya nggak kelar-kelar untuk persiapan Q4.Gue juga baru tahu kalau kontrak Nana bakalan abis akhir bulan itu. Dan kayanya dari HRD belum a
Ada perbedaan signifikan saat Pak Jaya masuk. Sekarang, monthly meeting didesain diadakan di lounge, seluruh anak sales wajib ikut dan divisi lain diwajibkan perwakilannya 2 orang. Sebenernya itu hal yang sering diadakan, cuma dulu waktu Pak Adnan memimpin, kami diwajibkan hanya monthly meeting per divisi. Untuk kategori case urgent, baru deh semua divisi join. Kalau sekarang enggak, seluruh divisi wajib ikut, simulasi kecil untuk quarterly meeting katanya.Memanfaatkan layar projector lounge yang emang jarang dipakai kecuali eventnya anak-anak marcom atau event nobar film bareng yang biasanya diadakan sebulan sekali abis office hour, yang tentu saja jarang gue ikutin, karena film-filmnya kurang menarik. Akhirnya monthly meeting diadakan di sana.Pak Jaya berpesan meeting akan santai. Dan akan disediakan snack sebanyak-banyaknya. Peserta meeting boleh duduk ngemper, sandaran di bean bag atau duduk-duduk di bar chair sambil bawa laptop masing-masing. Selain ingin mengak
Di suatu pertengahan bulan Februari, gue yang baru pulang dari customer dan memutuskan kembali ke kantor pukul 4 sore, dikagetkan oleh kehebohan Nana. Nana mendekati meja gue dan ngajak buat ke rooftop. Setelah gue memberikan laporan customer ke Rahma buat di proses, gue mengikuti Nana ke rooftop sambil membawa laptop kami masing-masing.Rooftop agak ramai hari itu. Cuaca mendung namun tak hujan membuat rooftop dipakai beberapa orang untuk mengerjakan pekerjaannya masing-masing atau sekedar mengobrol di sore hari. Gue dan Nana sampai mendapatkan tempat yang tersisa di sudut dekat tanaman-tanaman sulur yang sulurnya lumayan menganggu kami. Tentu saja kami mendapatkan tempat tersisa di situ. Nggak ada yang mau deket-deket sulur tanaman.“Jadi, gue udah keterima kerjaan lain!” seru Nana setengah berbisik.“Oh ya? Akhirnya, Na! Ikut seneng gue!” sahut gue cepat.“Iya, doa gue terkabul akhirnya. Setelah penantian panjang akhirnya
Jumat yang direncanakan oleh Nana berlalu begitu cepat. Senin pagi saat gue ketemu dia lagi. Dia udah make sure bahwa dia bisa mulai bekerja di perusahaan Veve bekerja itu pertengahan bulan depan. Karena Februari ini dia harus menyelesaikan kontraknya dulu sekaligus. Pertengahan bulan Maret dia pilih karena ingin rehat sejenak sebelum memulai beraktivitas di kantor yang baru. Ya sah-sah aja sih. Gue tahu secapek apa dia di sini.Senin itu juga, Nana ngobrol bareng sama Pak Gandha. Pak Gandha terkejut juga ternyata Nana seberuntung itu karena segera mendapat pekerjaan yang lain. Dan dia sendiri bersikap terserah pada Nana saja. Nggak mencoba untuk mempertahankan meskipun dia butuh. Mungkin karena dia sendiri tahu, keputusan dan keinginannya nggak banyak mempengaruhi masa depan Nana. Semua selalu harus dikembalikkan lagi ke HRD.Nana segera memproses surat resignnya ke sistem. Notifikasinya pasti akan masuk ke Pak Vino dulu, kemudian jika Pak Vino approved,
Waktu gue keteteran kerjaan, sering banget gue pengen resign. Tapi ketika gue denger 8 orang ini punya nasib nggak jelas di kantor ini, gue bener-bener bersyukur, seenggaknya itu bisa jadi peringatan buat gue sebelum kontrak gue habis nantinya. Karena seperti yang pernah Veve kasih tahu sama gue. Di kantor ini, kalo kerjaan lo banyak banget, waktu berlalu gitu aja. Untuk sekedar cari info loker baru, lo bahkan nggak sempet. Free time lo, lo pake buat istirahat, lari dari pekerjaan walaupun cuma sebentar.Pantesan aja gue denger-denger si Veve bahkan udah hunting kerjaan baru di 1.5 tahun dia join di sini. Dia tahu dia nggak bakalan dijadiin karyawan tetap. Karyawan tetap cuma sebatas ide tapi nggak ada yang mau perjuangin sampai ke tingkat atas. Jujur aja, gue, meskipun tahu Pak Adnan orang yang baik, tapi gue bener-bener nggak suka sama sistem rekrut karyawannya. Di depan gue dia bilang sistem HRD kacau. Tapi dia kan petinggi, masa dia nggak tahu perkembangan karyawan kaya g